Kompas TV internasional kompas dunia

120 Negara Sepakat Gencatan Senjata di Gaza, 14 Negara Menolak Termasuk Amerika Serikat dan Israel

Kompas.tv - 28 Oktober 2023, 11:12 WIB
120-negara-sepakat-gencatan-senjata-di-gaza-14-negara-menolak-termasuk-amerika-serikat-dan-israel
Anggota Majelis Umum PBB melakukan pemungutan suara terhadap resolusi mengenai perlindungan warga sipil dan penegakan kewajiban hukum dan kemanusiaan di Gaza pada pertemuan Sesi Khusus Darurat ke-10 di New York, Amerika Serikat, Jumat (27/10/2023). (Sumber: UN Photo/Evan Schneider )
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Edy A. Putra

NEW YORK, KOMPAS.TV - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi resolusi besar mengenai krisis Gaza yang menyerukan gencatan senjata segera.

Dalam pemungutan suara yang dilakukan pada pertemuan Sesi Khusus Darurat ke-10, Jumat (27/10/2023) pukul 16.00 waktu New York, 120 negara sepakat untuk mengadopsi resolusi besar yang menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera, tahan lama dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan.”

Indonesia menjadi salah satu negara yang setuju dengan resolusi yang diusulkan Yordania itu bersama negara-negara Timur Tengah lainnya seperti Iran, Oman, Arab Saudi hingga Qatar.

Sementara 14 negara, termasuk Israel dan Amerika Serikat, menolak mengadopsi resolusi tersebut.

Sebanyak 45 negara lainnya memilih untuk abstain di antaranya Australia, India, Italia, Jepang, dan Inggris Raya.

Hasil pemungutan suara Dewan Majelis PBB terkait resolusi besar mengenai krisis Gaza yang menyerukan gencatan senjata segera pada Jumat (27/10/2023) waktu New York. (Sumber: Twitter @UN_News_Centre)

Dalam resolusi terkait perlindungan warga sipil dan penegakan kewajiban hukum dan kemanusiaan itu, Majelis Umum PBB juga menuntut semua pihak “segera dan sepenuhnya mematuhi” kewajiban berdasarkan hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional, “khususnya yang berkaitan dengan perlindungan warga dan objek sipil.”

Pernyataan tersebut mendesak perlindungan terhadap personel kemanusiaan, orang-orang yang tidak dapat berperang, serta fasilitas dan aset kemanusiaan, dan memungkinkan serta memfasilitasi penyaluran pasokan dan layanan penting bagi warga sipil yang membutuhkan di Jalur Gaza.

Resolusi itu juga menyerukan kepada Israel, sebagai "occupying power“ atau pihak yang melakukan pendudukan, membatalkan perintah yang meminta warga sipil Palestina, staf PBB, dan pekerja kemanusiaan untuk pindah dari semua wilayah di utara Wadi Gaza ke selatan.

Teks resolusi yang diajukan Yordania itu juga mendesak “pembebasan segera dan tanpa syarat” semua warga sipil yang ditawan secara ilegal, menuntut keselamatan, kesejahteraan dan perlakuan manusiawi sesuai dengan hukum internasional.

Lebih lanjut, Majelis Umum PBB menegaskan kembali bahwa “solusi yang adil dan langgeng” terhadap konflik Israel-Palestina hanya dapat dicapai melalui cara damai, berdasarkan resolusi PBB yang relevan dan sesuai dengan hukum internasional, serta berdasarkan solusi dua negara.

Baca Juga: Media Palestina: Area Dekat Rumah Sakit Indonesia di Gaza Jadi Sasaran Serangan Udara Israel

Sebelum memutuskan mengadopsi resolusi tersebut, Majelis Umum PBB juga melakukan pemungutan suara terhadap amendemen yang diajukan oleh Kanada.

Amandemen tersebut ingin memasukkan kalimat “dengan tegas menolak dan mengutuk serangan teroris oleh Hamas yang terjadi di Israel mulai tanggal 7 Oktober 2023 dan penyanderaan.”

Namun, amandemen itu tidak diadopsi karena tidak mencapai jumlah suara dua pertiga dari jumlah anggota.

Hasil pemungutan suara terhadap amendemen yang diajukan Kanada terkait resolusi krisis Gaza. Amendemen tersebut tidak diadopsi karena tidak memenuhi jumlah suara dua pertiga mayoritas anggota. (Sumber: Twitter @UN_News_Centre)

Menanggapi resolusi besar yang diadopsi Dewan Majelis PBB tersebut, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menyebut PBB malah mendukung kekejaman berlanjut.

"Kita semua telah menyaksikan bahwa PBB tidak mempunyai legitimasi sedikit pun. PBB berkomitmen untuk memastikan kekejaman lebih lanjut. Menurut keluarga bangsa-bangsa, Israel tidak punya hak untuk membela diri," kata Erdan, dikutip dari laman resmi PBB.

Erdan menegaskan Israel tidak akan berdiskusi dengan Hamas. Dia menambahkan, Israel tidak akan tinggal diam dan membiarkan kelompok perlawanan Palestina itu melakukan apa yang dia sebut sebagai kekejaman lagi.

"Apa yang terjadi di sini? Satu-satunya cara untuk menghancurkan Hamas adalah dengan membasmi mereka. Mengapa Anda tidak meminta pertanggungjawaban Hamas?”

“Kami tahu tidak ada krisis kemanusiaan sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional,” ujarnya.

Menurut Erdan, siapa pun yang ingin mencegah kekerasan harus menyerukan Hamas untuk meletakkan senjata mereka, menyerahkan diri dan memulangkan semua sandera.

"Jika itu terjadi, perang akan segera berakhir,” lanjutnya.

“Ini adalah hari yang kelam bagi PBB dan umat manusia. Israel akan membela diri dan akan melakukan apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kemampuan Hamas dan memulangkan para sandera," tegas Erdan. 

Baca Juga: Warga Israel yang Sempat Disandera Hamas Ungkap Perlakuan yang Ia Terima, Malah Salahkan Negaranya


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x