Kompas TV internasional kompas dunia

Puluhan Ribu Warga Palestina Mengungsi ke Sekolah: Kami Menghindari Kematian

Kompas.tv - 10 Oktober 2023, 08:17 WIB
puluhan-ribu-warga-palestina-mengungsi-ke-sekolah-kami-menghindari-kematian
Seorang nenek warga Palestina duduk berama cucunya di lokai pengungsian mereka di salah satu ruang kelas sekolah milik UNRWA. (Sumber: Aljazeera/Ruwaida Amer)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Deni Muliya

GAZA, KOMPAS.TV  – Lebih dari 73 ribu warga Palestina yang tinggal di sepanjang wilayah timur dekat perbatasan Israel telah meninggalkan rumah mereka untuk berlindung di sekolah-sekolah badan pengungsi PBB sejak serangan Israel pada Sabtu lalu.

Adnan Abu Hasna, juru bicara media Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), orang-orang berdatangan dari seluruh wilayah Jalur Gaza, karena wilayah tersebut menghadapi pemboman udara yang intens.

“Warga telah mengungsi di 64 sekolah, dan masih banyak lagi yang datang, karena mereka yakin sekolah tersebut adalah tempat teraman di Jalur Gaza karena berafiliasi dengan PBB,” kata Abu Hasna, dikutip Aljazeera.

Menurut dia, di sekolah-sekolah dan lembaga PBB lainnya di Gaza,  warga Palestina mendapatkan layanan kesehatan, gizi, dan psikologis.

Baca Juga: Israel Menyerang dan Menutup Akses ke Gaza, Hamas Bersumpah Akan Mengeksekusi Sandera

Ia menambahkan, beberapa lansia memiliki kasus medis yang memerlukan tindak lanjut mengingat ketegangan yang terjadi saat ini.

”Anak-anak membutuhkan konselor psikologis dan sosial untuk mengatasi tahap sulit yang telah mereka lalui,” ujarnya.

Pengungsian warga  di Gaza  ke sekolah-sekolah UNRWA tersebut terjadi setelah Hamas melakukan serangan yang mengejutkan militer Israel.

Anggota sayap bersenjata Hamas terbang ke lokasi militer dan kota-kota Israel menggunakan paralayang bermotor, sementara yang lain menerobos pagar Israel.

Sebagai respons dari serangan tersebut, Pemerintah Israel  menyatakan perang terhadap Gaza pada hari Minggu.

Sekitar 800 warga Israel tewas, dan lebih dari 2.000 lainnya terluka.

Pada hari Senin, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan pihaknya akan mengepung Gaza, tanpa makanan, listrik, air atau bahan bakar tanpa diperbolehkan masuk.

“Kami berperang melawan manusia dan hewan, dan kami bertindak sesuai dengan hal tersebut,” kata Gallant dalam sambutannya.

Pihak Israel menyebut 100 ribu tentara cadangan telah berkumpul di dekat Gaza, tempat para pejuang Palestina mengatakan mereka menahan 130 orang.

Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 500 warga Palestina, termasuk 91 anak-anak.

Arifa Abu Laila (51), dari kota utara Beit Hanoun mengatakan, dia meninggalkan rumahnya dan sekarang mengungsi di sekolah UNRWA di pusat Kota Gaza.

“Kami keluar dan melihat ledakan dari semua sisi,” kata wanita  itu.

“Saya seorang wanita sakit yang membutuhkan pengobatan, dan suami saya juga penderita diabetes. Dalam setiap perang, kami datang ke sekolah-sekolah UNRWA karena menurut mereka sekolah tersebut aman,” imbuhnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, warga Gaza mencari perlindungan di sekolah-sekolah UNRWA di tengah pemboman udara dan serangan lainnya.

Meskipun  merupakan bagian dari program tanggap darurat UNRWA, sekolah-sekolah tersebut juga tidak luput dari kekerasan selama masa perang.

Menurut  pernyataan UNRWA, dua sekolahnya, yakni di kamp pengungsi Jabalia di utara dan di pusat Kota Gaza mengalami kerusakan akibat serangan udara pasukan Israel.

“Dua sekolah UNRWA dibom,” kata juru bicara UNRWA Abu Hasna, sambil menjelaskan bahwa total 14 fasilitas PBB telah rusak akibat serangan udara Israel sejauh ini.

“Kami memiliki 200 fasilitas UNRWA yang terletak di antara pemukiman dan dikelilingi oleh berbagai institusi. Selama pemboman, 14 fasilitas mengalami berbagai kerusakan,” tuturnya.

“Salah satu sekolah dibom, mengakibatkan korban luka, dan ini berarti tidak ada tempat yang aman di Gaza,” imbuhnya, menegaskan.

Seorang nenek bernama Etemad Salem mengaku meninggalkan rumahnya di kamp Shujaiya bersama keluarganya pada malam hari karena intensitas pemboman.

“Saya merasa ini adalah gempa bumi atau hari kiamat,” kata pria berusia 70 tahun itu, menggambarkan pemboman itu sebagai hal yang mengerikan,

Rumah Salem dibom dalam serangan Israel terakhir, dan anak-anaknya mengatakan, mereka tidak punya pilihan selain pergi dan mencari perlindungan di sekolah UNRWA.

“Kami datang ke sini untuk menghindari kematian,” katanya.

Baca Juga: Militer Israel Rilis Rekaman Detik-Detik Luncurkan Serangan Udara ke Hamas

Meski demikian, Salem yang menderita diabetes dan tekanan darah tinggi tersebut mengaku tetap tidak bisa beristirahat.

“Ledakan tidak berhenti, dan di sini kami juga tidak bisa tidur,” katanya.

“Ini tempat yang aman, tapi tidak cocok untuk ditinggali lebih dari dua hari,” ujarnya.




Sumber : Aljazeera


BERITA LAINNYA



Close Ads x