Kompas TV internasional kompas dunia

Keberadaan Dubes Prancis di Niger Tidak Jelas usai Macron Umumkan Penarikan Pasukan

Kompas.tv - 27 September 2023, 03:40 WIB
keberadaan-dubes-prancis-di-niger-tidak-jelas-usai-macron-umumkan-penarikan-pasukan
Keberadaan Duta Besar Prancis untuk Niger Sylvain Itte tidak jelas, dua hari setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan utusannya itu akan kembali dalam beberapa jam usai ia memutuskan untuk menarik pasukannya dari negara tersebut. (Sumber: Agenzia Nova)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

PARIS, KOMPAS.TV - Keberadaan Duta Besar Prancis untuk Niger Sylvain Itte tidak jelas, dua hari setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan utusannya itu akan kembali dalam beberapa jam usai ia memutuskan untuk menarik pasukannya dari negara tersebut.

Dalam perubahan kebijakan yang tiba-tiba dilakukan pada Minggu (24/9/2023), Macron mengatakan 1.500 anggota pasukan kontra-terorisme Prancis akan mundur dari bekas koloninya itu setelah bersitegang selama dua bulan sejak kudeta militer yang menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum.

Prancis menolak mengakui rezim baru tersebut dan Macron menuduhnya menyandera Duta Besar Prancis untuk Niger Sylvain Itte.

Militer yang merebut kekuasaan di Niamey mencabut perjanjian kerja sama militer serta kekebalan diplomatik duta besar Prancis. Mereka juga telah meminta duta besar itu pergi sejak hampir sebulan yang lalu.

Macron mengatakan dia menginginkan penarikan yang teratur. Juru bicara junta Niger, Senin malam (25/9/2023), mengatakan penarikan duta besar dan pasukan Prancis harus dilakukan dalam kerangka perundingan dan dengan kesepakatan bersama.

Tetapi sumber diplomatik Prancis mengatakan mereka percaya para pemimpin kudeta menggunakan duta besar dan timnya sebagai cara untuk menghina Paris.

Baca Juga: Efek Kudeta Niger, Presiden Prancis Emmanuel Macron Tarik Duta Besar dan Tentaranya

Presiden Niger terguling, Mohammed Bazoum. (Sumber: AP Photo)

Prancis sudah menarik pasukan dari Mali dan Burkina Faso, dua negara di mana mereka sekarang tidak lagi memiliki duta besar.

Itte, seorang diplomat karier yang sebelumnya menjadi duta besar yang diklaim untuk melawan disinformasi di seluruh Afrika, menilai kondisi Kedutaan Prancis di Niger memburuk secara progresif.

Kedutaan itu telah dikunci selama beberapa minggu dan dilanda aksi protes sporadis di sekitarnya. Hal itu meningkatkan tekanan kepada Paris untuk menarik utusan-utusannya, sesuatu yang sempat ditolak keras oleh Macron.

Menurut sumber diplomatik, aliran listrik dan air di Keduaan Prancis telah diputus, dan tim tersebut bertahan dengan bantuan ransum militer.

The Straits Times melaporkan, tidak ada tanda-tanda aktivitas yang abnormal di sekitar kedutaan pada Selasa (26/9/2023).

Ketika ditanya tentang nasib duta besar, juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis Anne-Claire Legendre menolak untuk mengungkapkan bagaimana Itte akan kembali, atau mengakui ada masalah dengan kepulangannya.

Baca Juga: Mali, Niger, dan Burkina Faso Bentuk Aliansi Sahel, 3 Junta Satukan Kekuatan

Jenderal Abdourahmane Tchiani, pemimpin kudeta militer Niger. (Sumber: AP)

Dia juga menolak mengatakan apakah Itte berada di ibu kota Niamey, dan berapa banyak personel diplomatik yang masih berada di Kedutaan Prancis di Niger.

"Kami tidak akan dijadikan sandera oleh para kudeta," kata Legendre dalam konferensi pers harian.

Para diplomat mengatakan Kedutaan Prancis memiliki beberapa cadangan bahan bakar dan generator darurat, yang bisa habis. Kondisi ini semakin menekan Paris untuk berunding dengan junta Niger.

"Orang-orang Niger berkemungkinan besar ingin dia (Itte) pergi dengan malu dan semuanya difilmkan," kata sumber diplomatik Prancis yang berbicara dengan nama samaran mengingat sensitivitas masalah ini.

"Karena dia tidak lagi memiliki kekebalan diplomatik, mereka bisa melakukan apa yang mereka inginkan dengannya."

Prancis secara resmi membantah klaim junta bahwa Itte tidak lagi memiliki kekebalan. Legendre mengatakan pengumuman penarikan masih bekerja untuk mengembalikan keteraturan konstitusional di Niger.


 



Sumber : The Straits Times


BERITA LAINNYA



Close Ads x