Kompas TV internasional kompas dunia

PBB: Lebih dari 1.000 Warga Sipil Tewas Sejak Taliban Ambil Alih Afghanistan, Turun Drastis

Kompas.tv - 27 Juni 2023, 17:23 WIB
pbb-lebih-dari-1-000-warga-sipil-tewas-sejak-taliban-ambil-alih-afghanistan-turun-drastis
Personil Taliban sedang istirahat makan siang. Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB hari Selasa (27/6/2023) menyatakan mereka mendokumentasikan tingkat signifikan warga sipil yang tewas dan terluka dalam serangan di Afghanistan sejak pengambilalihan Taliban, meskipun terjadi penurunan drastis dalam jumlah korban dibandingkan dengan tahun-tahun perang dan pemberontakan sebelumnya. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Fadhilah

ISLAMABAD, KOMPAS.TV - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (27/6/2023) menyatakan, mereka mendokumentasikan tingkat signifikan warga sipil yang tewas dan terluka dalam serangan di Afghanistan sejak pengambilalihan Taliban.

Adapun terjadi penurunan drastis dalam jumlah korban dibandingkan dengan tahun-tahun perang dan pemberontakan sebelumnya.

Menurut laporan baru dari misi PBB di Afghanistan, yang dilaporkan oleh Associated Press, Selasa (27/6/2023), sejak pengambilalihan Taliban pada pertengahan Agustus 2021 hingga akhir Mei, terdapat 3.774 korban warga sipil, termasuk 1.095 orang tewas akibat kekerasan di negara tersebut.

Angka hampir 1.100 warga sipil tewas itu turun drastis dibandingkan laporan PBB tahun 2020 yang mencatat 8.820 korban warga sipil, termasuk 3.035 orang tewas.

Taliban merebut kendali negara pada Agustus 2021 ketika pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO sedang dalam minggu-minggu terakhir penarikan mereka dari Afghanistan setelah dua dekade perang.

Menurut laporan PBB, tiga perempat serangan sejak Taliban berkuasa menggunakan perangkat peledak improvisasi di "area yang padat penduduk, termasuk tempat ibadah, sekolah, dan pasar."

Di antara yang tewas terdapat 92 perempuan dan 287 anak-anak.

Pernyataan tersebut menyebutkan sebagian besar serangan dilakukan kelompok ISIS di wilayah tersebut, yang dikenal sebagai ISIS Khorasan.

Namun, laporan PBB menyebutkan "sejumlah besar" kematian disebabkan oleh serangan yang tidak pernah diklaim atau tidak dapat dikaitkan dengan kelompok tertentu oleh misi PBB.

Laporan tersebut tidak memberikan angka jumlah korban jiwa dalam hal tersebut.

Laporan PBB juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap "keganasan serangan bunuh diri" sejak Taliban berkuasa, di mana serangan yang lebih sedikit menyebabkan lebih banyak korban jiwa sipil.

Baca Juga: PBB Kembali Beri Peringatan: Bila Hak Perempuan Masih Dibatasi, Dunia Tidak Mungkin Mengakui Taliban

Angka hampir 1.100 warga sipil tewas itu turun drastis dibandingkan laporan PBB tahun 2020 yang mencatat 8.820 korban warga sipil, termasuk 3.035 orang tewas. (Sumber: Associated Press)

Laporan tersebut mencatat serangan-serangan terjadi di tengah krisis keuangan dan ekonomi nasional.

Dengan penurunan tajam pendanaan donor sejak pengambilalihan Taliban, para korban kesulitan mendapatkan akses ke "dukungan medis, keuangan, dan psikososial" di bawah pemerintahan Taliban saat ini, demikian  katalaporan PBB.

Badan PBB menuntut penghentian segera terhadap serangan dan menyatakan mereka menganggap pemerintahan Taliban bertanggung jawab atas keselamatan rakyat Afghanistan.

Taliban mengatakan bahwa pemerintahan mereka mengambil alih ketika Afghanistan berada "di ambang keruntuhan" dan mereka "berhasil menyelamatkan negara dan pemerintahan dari krisis" melalui pengambilan keputusan yang tepat dan manajemen yang baik.

Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Taliban menyatakan situasi membaik secara bertahap sejak Agustus 2021.

"Keamanan telah terjamin di seluruh negara," demikian pernyataan tersebut menyebutkan, menambahkan Taliban menganggap keamanan tempat ibadah dan tempat ziarah suci, termasuk tempat-tempat Syiah, sebagai prioritas.

Meskipun awalnya berjanji akan menghadirkan pemerintahan yang lebih moderat pada tahun 2021, Taliban memberlakukan aturan yang keras setelah merebut kendali negara tersebut.

Mereka melarang pendidikan bagi perempuan setelah kelas enam dan melarang kaum perempuan Afghanistan dari kehidupan publik dan sebagian besar pekerjaan, termasuk di organisasi non-pemerintah dan PBB.

Langkah-langkah tersebut mengingatkan pada masa kekuasaan Taliban sebelumnya di Afghanistan pada akhir 1990-an, ketika mereka juga menerapkan interpretasi ketat hukum Islam, atau Syariah.

Keputusan-keputusan tersebut memicu kecaman internasional terhadap Taliban yang sudah terisolasi, yang pemerintahannya belum diakui secara resmi oleh PBB dan masyarakat internasional.




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x