Kompas TV internasional kompas dunia

Gagal Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual, Jepang Ubah Usia Legal Berhubungan Seks Jadi 16 Tahun

Kompas.tv - 25 Februari 2023, 02:05 WIB
gagal-lindungi-anak-dari-kejahatan-seksual-jepang-ubah-usia-legal-berhubungan-seks-jadi-16-tahun
Jepang bakal menaikkan usia legal berhubungan seks dari 13 tahun jadi 16 tahun, setelah dianggap gagal lindungi anak dari kejahatan seksual. (Sumber: Yoshio Tsunoda/AFLO/REX/Shutterstock Via The Guardian)
Penulis : Haryo Jati | Editor : Vyara Lestari

TOKYO, KOMPAS.TV - Pemerintah Jepang akan merubah usia legal untuk berhubungan seks menjadi 16 tahun.

Sebelumnya, usia legal untuk berhubungan seks di negara tersebut adalah usia 13 tahun.

Namun, kritikan mendera hukum yang ada karena dianggap gagal melindungi anak dari kejahatan seksual dan pemerkosaan.

Panel Kementerian Kehakiman Jepang telah mengajukan peningkatan usia legal berhubungan seks dari yang sebelumnya 13 tahun, sebagai bagian dari reformasi hukum pidana yang akan menjadikan voyeurisme sebagai tindak pidana.

Baca Juga: Waduh! Pengantin Terjebak di Lift saat Mau ke Pesta Pernikahannya, Keluar Setelah 2,5 Jam

Selain itu juga sebagai persyaratan untuk penuntutan pemerkosaan.

Rencana perubahan UU kejahatan seksual muncul setelah sejumlah kasus pemerkosaan pada 2019 membuat kemarahan publik.

Hal itu termasuk kasus di mana seorang pria berulang kali memperkosa putrinya.

Cabang pengadilan distrik Nagoya membebaskan sang ayah, dan memicu kemarahan ketika dikatakan tak ada bukti pasti bahwa putrinya tak dapat melawan.

Padahal diketahui bahwa sang putri tak menyetujui hubungan tersebut.

Pengadilan yang lebih tinggi kemudian membatalkan putusan tersebut, dan menghukum pria itu 10 tahun penjara.

Dikutip dari The Guardian, Selasa (21/2/2023), UU kriminal Jepang mengharuskan dua kondisi untuk menyimpulkan bahwa serangan seksual telah terjadi.

Yaitu, tindakan seks yang dilakukan tidak berdasarkan persetujuan, dan ada bukti bahwa korban tak mampu melawan secara fisik.

Di antara ketentuan paling kontroversial di UU adalah persyaratan agar jaksa membuktikan bahwa pelaku pemerkosaan menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk melumpuhkan korban.

Panel Kementerian Kehakiman tidak menghapus kata-kata dalam rekomendasinya.

Tetapi mengklarifikasi bahwa definisi tersebut juga mencakup pemabukan, obat bius, menangkap korban secara lalai, dan penggunaan kontrol psikologis.

Klarisifikasi itu tidak dimaksudkan untuk membuat lebih mudah atau sulit untuk mendapatkan hukuman pemerkosaan.

Baca Juga: Polisi Irlandia Kritis Setelah Ditembak Dua Pria Bersenjata, Diyakini Tindakan Teroris

Namun, menurut seorang pejabat Kementerian Kehakiman, hal itu mudah-mudahan bisa membuat putusan pengadilan jadi lebih konsisten.

Lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) menyambut perubahan itu sebagai langkah maju.

Tetapi mereka mengatakan hal itu masih gagal memenuhi UU perkosaan internasional.

Sebaliknya, kelompok itu menegaskan Jepang harus mendefinisikan kembali kejahatan pemerkosaan sebagai semua hubungan seksual tanpa kesepakatan.


 

 



Sumber : The Guardian


BERITA LAINNYA



Close Ads x