Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Kisah Istri-Istri Rusia yang Kesepian, Ditinggal Suami yang Kabur karena Menolak Mobilisasi Tentara

Kompas.tv - 31 Oktober 2022, 22:13 WIB
kisah-istri-istri-rusia-yang-kesepian-ditinggal-suami-yang-kabur-karena-menolak-mobilisasi-tentara
Sejak Rusia melakukan mobilisasi parsial, ribuan pria usia wajib militer kabur ke luar negeri agar tidak dipanggil ikut perang di Ukraina. Bagaimana para istri yang ditinggalkan, mengatasi kesepian? (Sumber: Alexander Nemenov/Deutsche Welle)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

MOSKOW, KOMPAS.TV - Sejak Rusia melakukan mobilisasi parsial, ribuan pria usia wajib militer kabur ke luar negeri agar tidak dipanggil ikut perang di Ukraina. Bagaimana istri-istri mereka mengatasi beban hidup, rasa hampa dan kesepian?

Pada pekan keempat mobilisasi parsial Rusia yang dimulai pada 21 September, Presiden Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi akan segera selesai. Namun, dia tidak memberikan tanggal pasti kapan hal itu akan terjadi.

Kantor perekrutan ditutup di Moskow, tetapi tetap buka di seluruh bagian lain negara itu. Menurut angka resmi, 300.000 warga akan direkrut menjadi tentara Rusia, dan Putin mengatakan 222.000 orang dipanggil untuk ikut berperang di Ukraina.

Banyak pria yang kabur pada September lalu untuk menghindari wajib militer, telah meninggalkan Rusia. Beberapa meninggalkan istri mereka.

Tiga perempuan menceritakan kepada Deutsche Welle bagaimana mereka mengatasi beban hidup dan kesepian setelah ditinggalkan suami. Untuk menjaga mereka tetap aman, nama mereka telah diubah.

Baca Juga: Menhan Rusia Umumkan Mobilisasi Parsial Selesai, 82.000 Orang Sudah Terjun, 218.000 Masih Pelatihan

Kaum lelaki Rusia mengantre untuk keluar perbatasan, menghindari mobilisasi. Sejak Rusia melakukan mobilisasi parsial, ribuan pria usia wajib militer, kabur ke luar negeri agar tidak dipanggil ikut perang di Ukraina. (Sumber: Madija Torebaiwa/Deutsche Welle)

Daria, 25 tahun: Merasa 'semuanya akan terbakar'

Sampai baru-baru ini, Daria, seorang copywriter dari Chelyabinsk di Ural tenggara, sama sekali tidak tertarik pada politik.

"Saya tidak bisa memaksa diri untuk mencari tahu apa yang palsu dan apa yang nyata," katanya.

Dia merasa perang adalah bencana dan mencoba untuk tidak memikirkannya, namun itu hanya menghalangi masalahnya.

Tetapi ketika mobilisasi parsial dimulai, Daria menjadi takut akan nasib suaminya, Alexei. Dia mempelajari hukum dan pasangan itu memutuskan sang suami harus meninggalkan Rusia.

Karena sang suami tidak punya paspor, rencananya adalah pergi ke Kazakhstan, di mana sang suami bisa hidup tanpa dokumen perjalanan.


Pada malam sebelum keberangkatan Alexei, Daria tidak bisa tidur. Dia mengurus semua persiapan suami, termasuk surat-suratnya, mencari apartemen untuk suaminya dan menemukan penyeberangan perbatasan terbaik untuk dilalui.

Alexei mengikuti rencana istrinya dan melintasi perbatasan tanpa hambatan. Dia menetap di sebuah apartemen di ibu kota Kazakhstan, Astana, di mana dia menemukan pekerjaan sebagai fotografer.

"Dalam hal pekerjaan, kontak, dan prospek, segalanya lebih baik di sana daripada di Chelyabinsk," kata Daria.

Dia terus membantu suaminya dari jauh, memesan bantal, selimut, tempat tidur, dan ketel secara online untuk rumah barunya dan mengirim sekotak pakaian hangat.

Internet tidak berfungsi dengan baik di tempat Alexei di Kazakhstan, jadi tidak ada panggilan video.

Sementara Daria mengajukan paspor dan berencana untuk segera bergabung dengan suaminya. Dia khawatir pihak berwenang Rusia akan menutup perbatasan karena pemberlakuan darurat militer di Donbas.

"Saya bahkan tidak ingin memikirkan fakta bahwa saya di sini dan dia ada di sana. Ini sangat sulit dan menyedihkan," tutur Daria lirih.

"Kami punya hubungan yang hebat, sudah bersama sejak 2017," katanya, menambahkan saat ini, dia senang mereka belum memiliki anak.

Perempuan muda itu mengkhawatirkan orang tuanya yang tinggal di Chelyabinsk.

"Mereka patriotik, saya tidak bisa mengubah pikiran mereka karena mereka masih harus tinggal di sini," katanya, seraya menambahkan semua masalah yang dihadapi suaminya dapat diselesaikan di Kazakhstan.

"Di sini, ada perasaan bahwa semuanya akan terbakar."

Baca Juga: Rusia Mobilisasi 200.000 Serdadu, Ukraina Minta Barat Perbanyak Kirim Senjata agar Perang Cepat Usai

Presiden Rusia Vladimir Putin, kedua kanan, memberi isyarat saat ia mengunjungi Wakil Komandan Pasukan Lintas Udara Anatoly Kontsevoy, kanan, di pusat pelatihan militer Distrik Militer Barat untuk pasukan cadangan yang dimobilisasi di Wilayah Ryazan, Rusia, pada 20 Oktober 2022. (Sumber: Mikhail Klimentyev, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Olga, 32 tahun: 'Putra kami belum tahu di mana ayahnya'

Ketika Putin memerintahkan mobilisasi militer parsial, Olga, dari Murmask di ujung utara Rusia, langsung berpikir pihak berwenang akan memanggil semua orang yang mampu.

Dia dan suaminya, Artyom, memutuskan sang suami harus meninggalkan Rusia. Keluarganya tidak senang dengan keputusan itu, tetapi tidak ikut campur.

Ibu Artyom punya sebuah rumah di wilayah Donetsk, yang dia ingin menjadi bagian dari Rusia, tetapi dengan kerugian minimal. Ayah Artyom berpikir putranya seharusnya pergi berperang.

Olga membantu suaminya mengurus semua yang perlu diurus di Murmansk.

"Kami harus berbicara dengan keluarga dan mengumpulkan uang untuk perjalanan. Kami mencari tiket, tetapi tidak ada," katanya.

"Artyom mengemasi tasnya sendiri, dia tahu banyak tentang perjalanan, dia mengambil ransel, kantong tidur, pakaian dalam hangat, kotak P3K, dan makanan."



Sumber : Kompas TV/Deutsche Welle


BERITA LAINNYA



Close Ads x