Kompas TV internasional kompas dunia

Soal Diplomasi Kerajaan Inggris usai Ratu Elizabeth Wafat, Pengamat Pertanyakan Kemampuan Charles

Kompas.tv - 9 September 2022, 12:01 WIB
soal-diplomasi-kerajaan-inggris-usai-ratu-elizabeth-wafat-pengamat-pertanyakan-kemampuan-charles
Pengamat hubungan internasional UPH, Aleksius Jemadu, mempertanyakan kemampuan Pangeran Charles dalam mewarisi karisma ibunya, Ratu Elizabeth II, yang meninggal pada Kamis (8/9) waktu Inggris. (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat hubungan internasional Universitas Pelita Harapan (UPH), Aleksius Jemadu, menilai tidak akan ada perubahan fundamental dalam kerajaan Inggris setelah Ratu Elizabeth II meninggal dunia pada Kamis (8/9/2022) waktu setempat.

Akan tetapi, ia mempertanyakan kemampuan Charles dalam mewarisi karisma ibunya yang merupakan Ratu Inggris selama 70 tahun itu.

"Pertanyaaannya, apakah Charles bisa mewarisi kharisma ibunya?" tanya Alex dalam Breaking News Kompas TV, Jumat (9/9/2022).

Ia melihat, Ratu Elizabeth II memiliki kemampuan yang menonjol dalam berdiplomasi, sehingga dia mampu bertahan dan berjalan bersama berbagai perdana menteri Inggris, baik dari Partai Buruh maupun Partai Konservatif.

"Dia (Elizabeth) tetap dihormati, tetap diakui sebagai satu kekuatan yang mempersatukan kerajaan Inggris," ujarnya.

Alex mengaku belum dapat melihat stabilitas Pengeran Charles sebagai seorang penerus takhta kerajaan nantinya, dalam menghadapi berbagai perubahan negara Inggris, baik dari dalam maupun luar.

"Itu harus kita lihat dan terlalu pagi untuk kita pastikan saat ini apakah dia mampu atau tidak mampu," jelas dia.

Baca Juga: Pengamat Sebut Meninggalnya Ratu Elizabeth II Tak Berdampak pada Hubungan Indonesia-Inggris


Alex menilai Pangeran Charles, yang nantinya akan menjadi Raja Inggris, membutuhkan kemampuan yang sangat luar biasa untuk dapat meniru apa yang sudah dilakukan ibunya.

Menurut pengamatan Alex, stabilitas raja atau ratu itu penting dalam mengawal kerajaan Inggris yang berbentuk monarki konstitusional.

"Kalau seorang raja itu personality-nya lemah, tidak outgoing, tidak ramah, tidak friendly kepada pihak eksternal, nah itu bisa memengaruhi cara dia menavigasi, mengawal monarki konstitusional seperti Inggris ini," ungkapnya.

Ia melihat bahwa publik sangat menghormati Ratu Elizabeth II karena ia mampu mempersatukan kejayaan Inggris masa lalu dan mempertahankan keberlangsungan Inggris sebagai negara Barat yang kuat, yang dihormati sejak zaman pascaperang dingin hingga era digitalisasi dan globalisasi sekarang.

"Inggris tetap disegani oleh negara lawan maupun negara-negara sekutunya," imbuhnya.

Alex menambahkan, Inggris akan tetap dihormati terutama oleh negara-negara Persemakmuran Inggris, yakni negara-negara bekas jajahannya yang masih mengakui Ratu Inggris sebagai kepala negara.

"Saya melihat ratu ini sebagai simbol kebesaran Inggris masa lalu dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan zaman era digital dan era globalisasi," ujarnya.

"Inggris tetap disegani dari sejarahnya dengan warisan Pax Britanica," lanjut Alex.

Baca Juga: Era Keemasan Ratu Elizabeth II, Pastikan Monarki Selamat dari Era Perubahan yang Cepat

Menurut dia, ratu yang tutup usia di umur 96 tahun itu mampu mempersatukan monarki konstitusional modern dengan tantangan zaman saat ini.

Di sisi lain, Alex menilai Inggris memiliki memori kolektif yang kuat melalui upaya Persemakmuran atau Commonwealth, sehingga meninggalnya Ratu Inggris dirasakan sebagai kehilangan besar, tidak hanya bagi Inggris tapi juga 54 negara Persemakmuran.

"Apakah bisa digantikan? Itu masih jadi pertanyaan dan bagaimana Charles III ini bisa mempertahankan kewibawaan Inggris di dunia internasional dan di mata negara-negara Persemakmuran?" pungkasnya.


 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x