Kompas TV internasional kompas dunia

78 Tahun Lagi, Negara Tropis Diperkirakan Kerap Hadapi Gelombang Panas Mengerikan dan Berbahaya

Kompas.tv - 27 Agustus 2022, 05:25 WIB
78-tahun-lagi-negara-tropis-diperkirakan-kerap-hadapi-gelombang-panas-mengerikan-dan-berbahaya
Ilustrasi. Seorang warga berdiri di dekat Dolmen Guadalperal, artefak dari zaman Megalitikum yang bisa disambangi akibat kekeringan yang waduk Valdecanas di El Gordo, barat Spanyol, 13 Agustus 2022. Sebuah penelitian menyebut, akibat pemanasan global, negara-negara beriklim tropis diperkirakan akan menghadapi temperatur panas yang membahayakan selama enam bulan tiap tahunnya per 2100 mendatang atau 78 tahun lagi. (Sumber: Manu Fernandez/Associated Press)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Akibat pemanasan global, negara-negara beriklim tropis diperkirakan akan menghadapi temperatur panas yang membahayakan selama enam bulan tiap tahunnya, mulai tahun 2100 mendatang, 78 tahun lagi.

Ilmuwan memperingatkan bahwa fenomena gelombang panas berpotensi kerap terjadi walaupun dunia berhasil mencapai target pembatasan kenaikan temperatur.

Melansir Channel News Asia, Jumat (26/8/2022), studi yang dimuat di Jurnal Communications Earth and Environment tersebut memperkirakan potensi eksposure warga kawasan tropis terhadap panas menyengat dan kelembapan ekstrem.

Studi itu menemukan, skenario yang paling mungkin terjadi adalah dunia gagal mencapai target pembatasan kenaikan temperatur. Sehingga, jutaan orang di kawasan tropis mesti terekspose gelombang panas “mengerikan” tiap tahunnya per akhir abad ini.

“Terdapat kemungkinan bahwa jika kita tidak bertindak bersama-sama, miliaran orang akan benar-benar terlalu terekspose temperatur yang sangat berbahaya ini dengan cara yang belum pernah kita saksikan sebelumnya,” kata penulis utama penelitian tersebut, Lucas Vargas Zeppetello dari Universitas Harvard.

Fenomena gelombang panas yang parah sendiri telah dirasakan belakangan ini di berbagai penjuru dunia; berisiko memengaruhi kesehatan, kehidupan satwa, serta pertanian. Fenomena ini diperkirakan semakin kerap terjadi dan semakin parah karena krisis iklim.

Baca Juga: Sungai Terpanjang di Asia dan Danau Terbesar di China Kering akibat Gelombang Panas

Studi Zeppetello dan kawan-kawan menggunakan proyeksi statistis untuk memprediksi tingkat karbondioksida hasil aktivitas manusia dan level resultan pemanasan global.

Mereka menemukan bahwa orang-orang di kawasan tropis dapat menghadapi panas berbahaya selama kurang lebih setengah tahun tiap tahunnya per akhir abad ini. Hal ini diperkirakan terjadi bahkan jika dunia berhasil membatasi pemanasan global di bawah dua derajat Celsius di atas level pra-industrial sesuai target.

Bahkan, dalam skenario terburuk, Zeppetello dan kawan-kawan mengungkapkan, di kawasan tropis, temperatur yang dikategorikan panas sangat berbahaya dapat menerpa selama dua bulan tiap tahunnya.

Tim ilmuwan menggunakan indeks panas yang menaruh level “berbahaya” di angka 39,4 derajat Celsius. Sedangkan temperatur di atas 51 derajat Celsius dianggap “sangat berbahaya” dan sangat tidak aman bagi manusia.

Sejauh ini, Bumi telah memanas hampir 1,2 derajat Celsius. Tingkat komitmen pemangkasan emisi karbon yang dijanjikan banyak negara pun diperkirakan tidak memenuhi target 2 derajat Celsius per 2100.

Baca Juga: Setelah Eropa, Gelombang Panas Diprediksi akan Hampiri China, Makin Intens karena Krisis Iklim

Zeppetello dan kawan-kawan sendiri membuat analisis prediksi berdasarkan permodelan iklim dunia, proyeksi populasi manusia, serta menilik hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan emisi karbon.

Ilmuwan memperkirakan hanya ada kesempatan 0,1% dunia akan membatasi rata-rata kenaikan temperatur sebanyak 1,5 derajat Celsius per 2100. Per 2050, suhu rata-rata Bumi diperkirakan naik 1,8 derajat Celsius.

Pada 2100, menurut perkiraan tim ilmuwan itu, rata-rata kenaikan suhu global ada di angka 3 derajat Celsius. Kenaikan temperatur ini disebut Zeppetello “mengerikan” bagi banyak orang.

Terkait prediksi penelitiannya, Zeppeteloo menyatakan bahwa kejadiannya akan tergantung bagaimana umat manusia memangkas emisi.

“Kita tidak harus menuju dunia seperti itu. Tidak ada apa pun sekarang yang menjamin itu sebagai kemestian, tetapi orang-orang harus sadar betapa berbahayanya itu jika dibiarkan,” katanya.

Baca Juga: Eropa Alami Gelombang Panas, Wilayah Iran yang Kering justru Dilanda Banjir Bandang, 21 Tewas

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x