Kompas TV internasional kompas dunia

Apa yang Terjadi jika Perang Nuklir Rusia-NATO Meletus? Ilmuwan: Miliaran Orang Mati Mengenaskan

Kompas.tv - 13 Maret 2022, 06:30 WIB
apa-yang-terjadi-jika-perang-nuklir-rusia-nato-meletus-ilmuwan-miliaran-orang-mati-mengenaskan
Ilustrasi. Ledakan nuklir hasil tes bom Castle Bravo oleh Amerika Serikat pada 1954. Apa jadinya dunia jika perang nuklir besar antara Rusia dan NATO terjadi? (Sumber: Atomic Archive)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Invasi Rusia ke Ukraina membuat berbagai pihak mengkhawatirkan perang nuklir. Sebelum invasi, Vladimir Putin telah mengingatkan pihak yang berupaya mengintervensi akan “menerima konsekuensi yang belum pernah terlihat sepanjang sejarah” alias konflik nuklir.

Situasi semakin menegangkan usai Putin memerintahkan pasukan nuklir Rusia siaga setelah menerima “pernyataan-pernyataan agresif” dari NATO.

Sejak perang di Ukraina meletus pada 24 Februari lalu, lebih dari 2,5 juta orang mengungsi dan ribuan warga sipil tewas. Laporan bahwa serangan Rusia menyasar fasilitas sipil seperti rumah sakit pun semakin memanaskan situasi.

Akan tetapi, di tengah konflik yang berkobar hampir tiga pekan, masing-masing pihak kompak menahan diri untuk mencegah eskalasi ke arah konflik nuklir.

Baik NATO atau Rusia tahu bahwa perang nuklir tidak akan menghasilkan pemenang, justru menimbulkan kerusakan besar bagi umat manusia.

Lalu, seperti apakah kiranya kondisi dunia jika ada perang nuklir besar seperti Rusia melawan NATO? Ilmuwan telah meneliti skenario perang nuklir sejak dulu dan memaparkan prediksi jawabannya.

Baca Juga: Dubes AS di PBB Tuding Rusia Hampir Sebabkan Bencana Nuklir di PLTN Zaporizhzhia Ukraina

Hasilnya, dalam skala kecil saja, menurut penelitian tahun 2020 tentang skenario konflik nuklir India-Pakistan, perang nuklir bisa menyebabkan ratusan juta orang tewas akibat efek ledakan dan bencana iklim yang mengikuti.

Apabila perang nuklir berlangsung dalam skala besar, yakni Rusia vs NATO/Amerika Serikat (AS), jumlah korban jiwa diprediksi mencapai miliaran.

Dampak Perang Nuklir

Sebagaimana disarikan Alliance for Science Universitas Cornell, Amerika Serikat (AS), sejumlah penelitian pada abad 21 telah memperkirakan dampak perang nuklir terhadap peradaban manusia. Sebuah studi yang dirilis di jurnal Physics Today pada 2008 meneliti skenario perang besar nuklir antara Rusia dan AS.

Penelitian itu membuat skenario jika 4.400 hulu ledak nuklir diledakkan oleh Rusia dan AS. Jumlah ini adalah perhitungan kasar dari setengah total hulu ledak yang dimiliki kedua negara.

Menurut perkiraan Arms Control pada 2021, Kremlin memiliki 4.497 hulu ledak nuklir strategis, sedangkan AS memiliki 3.750.

Perang nuklir ini diperkirakan akan membunuh 770 juta orang secara langsung akibat kekuatan ledakan, gelombang panas, dan radiasi pengion (ionizing radiation). Seperlima populasi AS diperkirakan langsung musnah akibat ledakan.

Baca Juga: Rusia Serang Pusat Riset Nuklir Tertua Milik Ukraina di Institut Fisika dan Teknologi Kharkiv

Sebanyak 4.400 hulu ledak nuklir memiliki kekuatan eksplosif total 440 megaton atau 440 juta ton, yang mana 150 kali lebih besar dari seluruh bom yang diledakkan selama Perang Dunia Kedua.

Perang besar ini juga akan melepaskan 180 teragram jelaga nuklir ke atmosfer, hasil dari kota-kota dan hutan yang terbakar. Jelaga nuklir bisa menyebabkan musim dingin nuklir (nuclear winter) dan bencana iklim yang memicu kelaparan massal.

Pada 2019, sebuah studi yang dirilis di Journal of Geophysical Research: Atmospheres meneliti lebih lanjut skenario perang nuklir Rusia-AS. Sedikit perbedaannya adalah penelitian ini memperkirakan jelaga nuklir yang terlepas sebesar 150 teragram.

Penelitian tersebut memprediksi perang besar nuklir akan menimbulkan sangat banyak asap yang menutupi atmosfer, sehingga hanya 30-40% sinar matahari yang mencapai permukaan Bumi selama enam bulan pertama pasca-perang.

Baca Juga: Referendum Putuskan Belarus Kembali Menjadi Negara Nuklir dan Terima Pasukan Rusia Secara Permanen

Kemudian, penurunan temperatur yang besar mengikuti. Belahan bumi utara diprediksi dilanda cuaca dingin, temperatur di bawah titik beku bahkan pada musim panas.

Temperatur dingin akan bertahan hingga beberapa tahun setelah perang. Curah hujan pun turun hingga 50% mulai tahun ketiga atau empat.

Ilmuwan memperkirakan Bumi perlu waktu setidaknya satu dekade hingga segelintir iklim normal kembali setelah perang.

Akan tetapi, ketika iklim normal mulai muncul kembali, sebagian besar manusia di Bumi telah mati. Alasannya, bencana iklim akan merusak produksi pangan hingga lebih dari 90%, menimbulkan kelaparan global yang membunuh miliaran orang.

Di Rusia, berkurangnya pangan mencapai 99,7%. Sedangkan China 97,2%. Negara-negara anggota NATO pun tak kalah parah, yakni Inggris Raya 99,5%, AS 98,9%, dan Prancis 97,5%.

Apabila produksi pangan anjlok dengan jumlah seekstrem itu, hampir semua orang di negara-negara tersebut (yang selamat dari efek langsung ledakan) akan mati kelaparan.

Akankah Manusia Punah?

Dua penelitian tentang skenario perang besar nuklir sama-sama berkesimpulan bahwa manusia kemungkinan besar tak akan punah kendati korban jiwa mencapai miliaran. Betapa pun, dampak perang besar nuklir masih kalah dari ledakan asteroid yang memusnahkan dua pertiga spesies Bumi pada zaman Kapur sekitar 65 juta tahun lalu.

Baca Juga: Penampakan Pembangkit Nuklir Zaporizhzhia Rusak Usai Diserang Rusia

Dengan kata lain, segelintir manusia akan sintas dari bencana perang nuklir dan kemungkinan berkembang biak mengisi kembali planet ini.

Mayoritas populasi manusia akan menderita kematian mengerikan akibat perang besar nuklir; baik itu karena kekuatan ledakan, terbakar, radiasi, atau kelaparan. Sehingga, peradaban manusia bisa dikatakan punah.

Segelintir manusia yang sintas akan hidup dalam planet yang hancur dan gersang.

Efek seperti kiamat ini membuat dua kekuatan nuklir utama di dunia, Rusia dan AS memahami bahwa dunia tidak bisa menanggung perang nuklir.

Sejak 1985, Sekjen Uni Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden AS Ronald Reagan telah bersepakat bahwa “perang nuklir tidak bisa dimenangkan dan harus tidak pernah terjadi.”

Ketetapan itu diteruskan masing-masing rezim hingga era Vladimir Putin dan Joe Biden kini. Itulah alasan kenapa NATO sangat hati-hati bersikap kendati perang semakin menghancurkan Ukraina.

Kedua pihak memahami bahwa konflik nuklir tidak bisa menyelamatkan siapa pun di Ukraina, sekadar melipatgandakan jumlah korban dari ribuan menjadi miliaran.

Baca Juga: Presiden Rusia Putin Perintahkan Pasukan Nuklir Bersiaga Tinggi




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x