Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

China Sebut Rusia Mitra Strategis Paling Penting Walau Serbu Ukraina, Apakah Ini Pertanda?

Kompas.tv - 8 Maret 2022, 06:30 WIB
china-sebut-rusia-mitra-strategis-paling-penting-walau-serbu-ukraina-apakah-ini-pertanda
Menlu China Wang Yi pada konferensi pers jarak jauh di sela-sela pertemuan tahunan Kongres Rakyat Nasional (NPC) China di Beijing, Senin, 7 Maret 2022. Menlu China itu hari Senin menyebut Rusia sebagai mitra strategis paling penting bagi Beijing, di tengah penolakan terus-menerus China untuk mengutuk invasi ke Ukraina. (Sumber: AP Photo/Sam McNeil)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

BEIJING, KOMPAS.TV - Menlu China Wang Yi hari Senin, (7/3/2022) menyebut Rusia sebagai mitra strategis paling penting negaranya. Beijing terus menolak mengutuk invasi ke Ukraina meskipun ada tekanan yang meningkat dari AS dan Uni Eropa untuk menggunakan pengaruh China mengendalikan Moskow.

Wang Yi mengatakan hubungan China dengan Moskow merupakan salah satu hubungan bilateral paling penting di dunia.

China memutuskan tidak ikut-ikut Amerika Serikat, Eropa, dan negara lain yang menjatuhkan sanksi terhadap Rusia setelah invasinya ke Ukraina. Beijing mengatakan sanksi justru menciptakan masalah baru dan mengancam penyelesaian politik dari konflik tersebut.

“Tidak peduli seberapa berbahayanya lanskap internasional, kami akan mempertahankan fokus strategis kami dan mempromosikan pengembangan kemitraan komprehensif China-Rusia di era baru,” kata Wang pada konferensi pers di sela-sela pertemuan tahunan parlemen China.

“Persahabatan antara kedua bangsa ini berbalut besi,” tambahnya, seperti laporan Associated Press, Senin (7/3/2022).

Banyak perhatian diberikan pada pertemuan antara pemimpin China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing pada 4 Februari, di mana keduanya mengeluarkan pernyataan bersama yang menegaskan dukungan timbal balik yang kuat untuk melindungi kepentingan inti mereka.

Rusia menyatakan dukungan atas pandangan China tentang pemerintahan sendiri Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari China, dan menentang segala bentuk kemerdekaan Taiwan. Sementara China mendukung Rusia dalam menentang perluasan lebih lanjut dari NATO.

Baca Juga: Perdagangan Rusia-China Naik Hampir 40 Persen Selama 2 Bulan, Capai Rp 380 Triliun

Foto kapal kontainer di Pelabuhan Tianjin, China. Senin, 7 Maret 2022, Menlu China Wang Yi menyebut Rusia sebagai mitra strategis paling penting bagi Beijing, di tengah penolakan terus-menerus China untuk mengutuk invasi ke Ukraina. (Sumber: Xinhua/Zhao Zishuo)

Invasi Rusia ke Ukraina menarik perbandingan dengan ancaman China sendiri untuk menyerang Taiwan, yang China anggap sebagai provinsi bandel di bawah kedaulatan China.

Namun, Wang mengatakan Taiwan adalah masalah yang secara fundamental berbeda dari Ukraina, karena pulau itu adalah bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayah China.

“Beberapa pihak, meski lantang tentang prinsip kedaulatan dalam masalah Ukraina, terus merusak kedaulatan dan integritas teritorial China atas masalahTaiwan. Ini adalah standar ganda yang mencolok,” kata Wang.

China dan Rusia semakin menyelaraskan kebijakan luar negeri mereka melawan tatanan liberal Barat, dan militer kedua negara kerap melakukan latihan bersama dan patroli udara bersama, kini hubungan kedua negara sudah seperti aliansi informal.

Wang sendiri mengeluarkan pernyataan berupa tuduhan kepada Amerika Serikat yang mencoba untuk membuat NATO versi Asia.

Pemerintah Xi menolak mengkritik invasi Rusia tetapi berusaha menjauhkan diri dari perang Putin dengan menyerukan dialog dan penghormatan terhadap kedaulatan nasional.

Itu menyiratkan bahwa Putin gagal memberi tahu pemimpin China tentang rencananya sebelum pernyataan mereka awal Februari.

Baca Juga: China: Krisis Ukraina Jangan Dibikin Makin Parah, Pikirkan Dampak Negatif Ekspansi NATO ke Rusia

Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, 4 Februari 2022. Senin, 7 Maret 2022, Menlu China Wang Yi menyebut Rusia sebagai mitra strategis paling penting bagi Beijing, di tengah penolakan terus-menerus China untuk mengutuk invasi ke Ukraina. (Sumber: Alexei Druzhinin/Sputnik via Associated Press)

Selain mengecam sanksi perdagangan dan keuangan terhadap Moskow, Beijing mengatakan, Washington harus disalahkan atas konflik tersebut karena gagal mempertimbangkan masalah keamanan Rusia.

Dalam percakapan telepon selama satu jam dengan Menlu Amerika Serikat Antony Blinken pada hari Sabtu, Wang mengatakan China menentang setiap langkah yang menyiram bensin ke api yang membara di Ukraina.

Wang mengatakan China berharap pertempuran akan berhenti sesegera mungkin dan menyerukan negosiasi secepatnya untuk menyelesaikan krisis, sekaligus pembicaraan untuk menciptakan mekanisme keamanan Eropa yang seimbang.

Dia mengatakan Amerika Serikat dan Eropa harus memperhatikan dampak negatif dari ekspansi NATO ke arah timur terhadap keamanan Rusia.

Pada kunjungan ke ibu kota Lithuania, Vilnius, pada hari Senin, Blinken mengatakan tindakan China bertentangan dengan prinsip China tentang stabilitas dan penghormatan atas kedaulatan.

Blinken berbicara pada konferensi pers dengan mitranya dari Lithuania, yang negaranya berada di bawah tekanan ekonomi yang parah dari Beijing setelah setuju untuk mengizinkan Taiwan membuka kedutaan de facto di Vilnius.

“Dari pemaksaannya terhadap Vilnius hingga kegagalannya sejauh ini untuk mengutuk pelanggaran mencolok Moskow terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina hari ini dan pada tahun 2014, tindakan Beijing berbicara jauh lebih keras daripada kata-katanya,” katanya, merujuk pada pencaplokan Krimea sebelumnya oleh Rusia.

Baca Juga: China Tolak Jatuhkan Sanksi Keuangan kepada Rusia, sementara Inflasi Eropa Catat Rekor Tertinggi

Menhan Rusia Sergei Shoigu dan Menhan China Wei Fenghe saat latihan militer kedua negara. Presiden Rusia Vladimir Putin ke Beijing untuk pembukaan olimpiade musim dingin dan pembicaraan bilateral dengan China, ditengah panasnya situasi sepanjang perbatasan Ukraina. (Sumber: Vadim Savitskiy/Russian Defense Ministry Press Service via AP)

Di Brussel, juru bicara Komisi Eropa untuk urusan luar negeri Peter Stano mengatakan Uni Eropa ingin melihat China memainkan peran mediasi dan meyakinkan Rusia untuk menghentikan perangnya di Ukraina.

“China memiliki potensi untuk menjangkau Moskow karena hubungan mereka, itu jelas, dan kami ingin China menggunakan pengaruhnya untuk mendesak gencatan senjata dan membuat Rusia menghentikan pemboman brutal yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pembunuhan warga sipil di Ukraina,” Stano mengatakan kepada wartawan hari Senin.

Stano mencatat China tidak termasuk di antara lima negara yang memberikan suara menentang resolusi yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB yang mengutuk agresi Rusia. China abstain dalam pemungutan suara tersebut.

“Ini adalah alasan bagi kami untuk melanjutkan dan bahkan meningkatkan keterlibatan kami,” kata Stano.

Media yang dikendalikan pemerintah China mendapat arahan untuk hanya memposting konten pro-Rusia dan menyensor pandangan anti-Rusia atau pro-Barat, menurut salinan instruksi yang muncul di akun media sosial surat kabar Beijing News yang kemudian dihapus.

Pada hari Jumat, terjemahan pidato kepala Komite Paralimpiade Internasional yang disiarkan TV Nasional China selama upacara pembukaan Paralimpiade Musim Dingin Beijing melewatkan bagian-bagian yang mengungkapkan kengerian tentang perang di Ukraina dan menyerukan perdamaian.

Para pemimpin China paling senior juga menghindari dari penyebutan kata perang di depan umum terkait konflik Rusia dan Ukraina.

Hari Sabtu, Perdana Menteri Li Keqiang, pemimpin No. 2, secara tidak langsung mengakui dampaknya, dengan mengatakan harga minyak, gandum dan komoditas lainnya tinggi dan rentan terhadap fluktuasi, tetapi tidak memberikan alasannya.

Kondisi global, kata Li, “Semakin bergejolak.”

 

 




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x