Kompas TV internasional kompas dunia

Memilukan, Warga Miskin Afghanistan Jual Ginjal untuk Menyambung Hidup Keluarga

Kompas.tv - 28 Februari 2022, 19:11 WIB
memilukan-warga-miskin-afghanistan-jual-ginjal-untuk-menyambung-hidup-keluarga
Shakila bersama sang anak yang menunggu pembeli ginjalnya di Herat, Afghanistan. Praktik menjual ginjal untuk menyambung hidup keluarga sudah sangat meluas di Kota Herat, Afghanistan, sehingga pemukiman di dekat kota itu sampai dijuluki desa berginjal satu, demikian laporan France24, Senin, 28 Februari 2022. (Sumber: France24/Wakil Kohsar)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

HERAT, KOMPAS.TV – Menganggur, terlilit utang, dan berjuang untuk memberi makan anak-anaknya, Nooruddin merasa tidak punya pilihan selain menjual ginjal, salah satu dari semakin banyak warga Afghanistan yang bersedia mengorbankan organ tubuh untuk menyelamatkan keluarga mereka.

Praktik jual ginjal untuk menyambung hidup keluarga meluas di Herat Afghanistan sehingga sebuah desa di sana secara suram sampai dijuluki "desa berginjal satu".

"Saya harus melakukannya demi anak-anak saya," kata Nooruddin, warga Herat yang berbatasan dengan Iran seperti dikutip France24, Senin (28/2/2022), seraya dengan lirih berkata, "Aku tidak punya pilihan lain."

Afghanistan terjun bebas ke dalam krisis keuangan setelah pengambilalihan Taliban enam bulan lalu, memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan setelah beberapa dekade perang.

Bantuan asing yang pernah menopang Afghanistan tidak kunjung kembali, yang diperparah dengan pembekuan aset dan dana negara Afghanistan di luar negeri, sehingga pemerintahan Taliban tidak bisa menarik dan menggunakannya.

Baca Juga: Universitas Kabul Afghanistan Kembali Gelar Perkuliahan, Kini dengan Aturan Pembatasan Baru

Praktik menjual ginjal untuk menyambung hidup keluarga sudah sangat meluas di kota Herat Afghanistan sehingga pemukiman di dekat kota itu secara suram sampai dijuluki desa berginjal satu. (Sumber: France24/Wakil Kohsar)

Situasi sangat merugikan warga melarat Afghanistan seperti Nooruddin, 32 tahun, yang berhenti dari pekerjaan pabriknya ketika gajinya dipotong menjadi 3.000 afghani atau sekitar USD30 per bulan, segera setelah kembalinya Taliban.

Nooruddin secara keliru meyakini setelah berhenti dari pekerjaannya dia akan menemukan sesuatu yang lebih baik, namun ternyata hampa.

Dengan ratusan ribu pengangguran di seluruh negeri, tidak ada lagi pekerjaan yang tersedia. Dalam keputusasaan, dia menjual ginjal sebagai jalan keluar jangka pendek.

"Saya menyesal sekarang," katanya di luar rumahnya, di mana terlihat pakaian pudar dijemur di pohon, dan lembaran plastik berfungsi sebagai kaca jendela.

"Saya tidak bisa lagi bekerja. Saya kesakitan dan saya tidak bisa mengangkat apa pun yang berat."

Keluarganya sekarang bergantung pada putra mereka yang berusia 12 tahun untuk mendapatkan uang, yang menyemir sepatu seharga 70 sen sehari.

Baca Juga: Taliban Afghanistan Serukan Rusia dan Ukraina Menahan Diri Agar Tidak Jatuh Korban Warga Sipil

Praktik menjual ginjal untuk menyambung hidup keluarga sudah sangat meluas di kota Herat Afghanistan sehingga pemukiman di dekat kota itu secara suram sampai dijuluki desa berginjal satu. (Sumber: France24/Wakil Kohsar)

Ginjal Dihargai USD1.500

Noorudin termasuk di antara delapan orang yang berbicara kepada media, di mana mereka mengakui telah menjual ginjal mereka untuk memberi makan keluarga atau untuk membayar utang, beberapa menjualnya hanya seharga USD1.500.

Di negara-negara maju, menjual organ tubuh adalah pelanggaran berat, apalagi bila seseorang terlibat jual-beli organ tubuh. Pasalnya, praktik cangkok anggota tubuh di negara maju hanya dilakukan atas dasar kesepakatan dan pemberian, atau altruisme dan bukan jual-beli.

Di Afghanistan, bagaimanapun, praktik ini tidak diatur secara hukum.

"Tidak ada hukum untuk mengontrol bagaimana organ dapat disumbangkan atau dijual, tetapi persetujuan dari donor diperlukan," kata Profesor Mohammad Wakil Matin, mantan ahli bedah terkemuka di sebuah rumah sakit di kota utara Mazar-i-Sharif.

Mohamad Bassir Osmani, seorang ahli bedah di salah satu dari dua rumah sakit di mana sebagian besar transplantasi Herat dilakukan, menegaskan kuncinya adalah "persetujuan".

"Kami menerima persetujuan tertulis dan rekaman video dari mereka, terutama dari donor," katanya, seraya menambahkan ratusan operasi telah dilakukan di Herat selama lima tahun terakhir.

"Kami tidak pernah menyelidiki dari mana pasien atau donor itu berasal, atau bagaimana. Itu bukan tugas kami."

Baca Juga: Enam Bulan Taliban Berkuasa, Afghanistan Makin Aman, namun Tambah Miskin dan Masa Depan Kian Suram

Praktik menjual ginjal untuk menyambung hidup keluarga sudah sangat meluas di Kota Herat, Afghanistan, sehingga pemukiman di dekat kota itu secara suram sampai dijuluki desa berginjal satu. (Sumber: France24/Wakil Kohsar)

Taliban tidak menanggapi permintaan media untuk mengomentari praktik tersebut, tetapi Osmani mengatakan, penguasa baru negara itu memiliki rencana untuk menekan perdagangan dan membentuk komite untuk mengaturnya.

Warga Afghanistan yang sangat membutuhkan uang biasanya dijodohkan dengan pasien kaya oleh para calo, yang melakukan perjalanan ke Herat dari seluruh negeri, bahkan kerap dari India dan Pakistan.

Penerima organ tubuh harus membayar biaya rumah sakit dan donor, saat membutuhkan organ tubuh dari orang lain.

Keluarga Azyta hanya mendapat sedikit makanan sehingga dua dari tiga anaknya baru-baru ini dirawat karena kekurangan gizi.

Dia merasa tidak punya pilihan selain menjual organ, dan secara terbuka bertemu dengan seorang makelar yang mencomblangi dirinya dengan seorang penerima dari provinsi selatan Nimroz.

"Saya menjual ginjal saya seharga 250.000 Afghani, atau setara USD2.500," katanya dari kamar kecilnya yang lembab. "Saya terpaksa melakukannya. Suami saya tidak bekerja, dan kami punya utang," tambahnya.

Sekarang suaminya, seorang buruh harian, berencana melakukan hal yang sama. "Orang-orang menjadi lebih miskin," katanya. "Banyak orang menjual ginjal mereka karena putus asa."

Baca Juga: Abaikan Rivalitas demi Kemanusiaan, Pakistan Izinkan India Kirim 50.000 Ton Gandum ke Afghanistan

Ilustrasi Ginjal. Praktik menjual ginjal untuk menyambung hidup keluarga sudah sangat meluas di Kota Herat, Afghanistan, sehingga pemukiman di dekat kota itu secara suram sampai dijuluki desa berginjal satu. (Sumber: Kompas.com)

'Desa Satu Ginjal'

Di pinggiran Herat terletak Sayshanba Bazaar, sebuah desa ditinggali ratusan orang terlantar akibat konflik bertahun-tahun.

Dikenal sebagai "desa satu ginjal", belasan warganya menjual organ mereka setelah tersiar kabar di antara keluarga miskin tentang uang yang bisa dihasilkan dari penjualan organ tubuh.

Dari satu keluarga, lima saudara laki-laki menjual ginjal masing-masing selama empat tahun terakhir, berpikir itu akan menyelamatkan mereka dari kemiskinan.

“Kami masih terlilit utang dan miskin seperti dulu,” kata Ghulam Nebi sambil memamerkan bekas lukanya.

Di negara maju, pendonor dan penerima biasanya menjalani kehidupan normal dan penuh, tetapi kesehatan mereka setelah operasi biasanya dipantau secara ketat, dan juga bergantung pada gaya hidup dan pola makan yang seimbang.

Kemewahan tidak tersedia bagi rakyat Afghanistan miskin yang menjual ginjal namun masih terjebak kemiskinan, dan usai menjual organ tubuh, terkadang justru kesehatannya memburuk.

Baca Juga: Satu Juta Anak Afghanistan Terancam Meninggal karena Kelaparan dan Musim Dingin

Dua bocah Afghanistan duduk dekat keran air di Desa Kamar Kalagh, di luar Herat, Afghanistan pada 26 November 2021. Praktik menjual ginjal untuk menyambung hidup keluarga sudah sangat meluas di kota Herat Afghanistan sehingga pemukiman di dekat kota itu secara suram sampai dijuluki desa berginjal satu. (Sumber: AP Photo/Petros Giannakouris)

Profesor Matin mengatakan hanya beberapa gelintir orang yang menjual organ tubuhnya melakukan pemeriksaan kesehatan lanjutan.

“Belum ada fasilitas kesehatan masyarakat yang mendaftarkan penjual ginjal dan pendonor untuk pemeriksaan rutin guna mengetahui implikasinya bagi kesehatannya,” imbuh Profesor Matin.

Shakila, sudah menjadi ibu dari dua anak pada usia 19 tahun, menjalani prosedur operasi transplantasi sesaat sebelum Taliban merebut kekuasaan, dengan cara langsung mencari mereka yang membutuhkan transplantasi organ tubuh di rumah sakit Herat tanpa melalui perantara.

"Kami tidak punya pilihan karena lapar," kata Shakila, yang menjual ginjalnya seharga USD1.500, sebagian besar digunakan untuk melunasi utang keluarga.

Sementara itu, ibu tiga anak Aziza menunggu kesempatan setelah bertemu seorang staf rumah sakit yang mencoba mempertemukannya dengan seorang yang membutuhkan ginjalnya.

"Anak-anak saya berkeliaran di jalanan meminta-minta," katanya dengan air mata berlinang. "Jika saya tidak menjual ginjal saya, saya akan terpaksa menjual putri saya yang berusia satu tahun."

 



Sumber : France24


BERITA LAINNYA



Close Ads x