Kompas TV internasional kompas dunia

Menlu Rusia: Kami Tak Akan Mulai Perang, tapi Tak Akan Biarkan Kepentingan Keamanan Diinjak-injak

Kompas.tv - 28 Januari 2022, 20:37 WIB
menlu-rusia-kami-tak-akan-mulai-perang-tapi-tak-akan-biarkan-kepentingan-keamanan-diinjak-injak
"Tidak akan ada perang sejauh itu tergantung pada Federasi Rusia, Kami tidak menginginkan perang," kata Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov dalam wawancara langsung dengan stasiun radio Rusia, Jumat, 28 Januari 2022, "Tapi kami tidak akan membiarkan kepentingan kami diinjak-injak dan diabaikan dengan kasar," tegas Lavrov. (Sumber: The Federal Assembly of The Russian Federation Press Service via AP, File)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

Dia mencatat perjanjian internasional mengatakan keamanan satu negara tidak boleh mengorbankan negara lain, dan dia akan mengirim surat untuk meminta rekan-rekan Baratnya untuk memenuhi kewajiban itu.

“Akan sulit bagi mereka untuk berkelit dari kewajiban menjawab tentang mengapa mereka tidak memenuhi kewajiban yang ditandatangani oleh para pemimpin mereka untuk tidak memperkuat keamanan mereka dengan cara mengorbankan negara lain,” katanya.

Ketika ketegangan meningkat, Washington memperingatkan Moskow tentang sanksi yang menghancurkan jika menyerang Ukraina, termasuk hukuman yang menargetkan pejabat tinggi Rusia dan sektor ekonomi utama.

Beberapa pejabat senior Amerika Serikat juga mengatakan, Jerman tidak akan mengizinkan pipa yang baru dibangun, yang dimaksudkan untuk membawa gas langsung dari Rusia, untuk memulai operasi jika Rusia menginvasi Ukraina.

Ditanya tentang kemungkinan sanksi, Lavrov mengatakan Moskow telah memperingatkan Washington bahwa penerapan sanksi akan sama dengan pemutusan hubungan.

Baca Juga: Biden Peringatkan Zelensky, Serangan Rusia ke Ukraina Pasti Terjadi

Rudal S-400 Rusia di Sverdlovsk yang disiagakan. Menlu Rusia Sergey Lavrov, Jumat 28 Januari 2022, mengatakan, "Tidak akan ada perang sejauh itu tergantung pada Federasi Rusia, Kami tidak menginginkan perang," seraya menegaskan, "Tapi kami tidak akan membiarkan kepentingan kami diinjak-injak dan diabaikan dengan kasar," (Sumber: Russian Defense Ministry Press Service via AP)

Sementara Moskow dan Barat sedang mempertimbangkan langkah mereka selanjutnya, NATO mengatakan pihaknya menambah kekuatan penangkalan atau deterrence di wilayah Laut Baltik, dan Amerika Serikat memerintahkan 8.500 tentara dalam siaga lebih tinggi untuk kemungkinan penempatan ke Eropa.

Rusia meluncurkan serangkaian latihan militer yang melibatkan unit infanteri dan artileri bermotor di Rusia barat daya, pesawat tempur di Kaliningrad di Laut Baltik, dan puluhan kapal perang di Laut Hitam dan Laut Arktik.

Pasukan Rusia juga menuju ke Belarusia untuk latihan militer gabungan, meningkatkan kekhawatiran Barat bahwa Moskow dapat melancarkan serangan ke Ukraina dari utara. Ibu Kota Ukraina hanya berjarak 75 kilometer dari perbatasan dengan Belarus.

Terlepas dari retorika yang mengkhawatirkan, pejabat Ukraina berulang kali mencoba untuk menunjukkan ketenangan.

Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov mengatakan kepada parlemen, jumlah total pasukan Rusia di dekat Ukraina sekitar 130.000 tentara beserta seluruh senjata berat, sebanding dengan penumpukan militer Moskow pada musim semi 2021, ketika Moskow akhirnya menarik pasukannya kembali setelah latihan militer besar-besaran.

“Kami belum melihat adanya peristiwa atau tindakan militer yang secara signifikan berbeda dari apa yang terjadi musim semi lalu,” dengan pengecualian pengerahan ke Belarus, kata Reznikov.

Tapi pernyataan Menhan Ukraina itu justru tidak meyakinkan banyak orang di Barat. Biden memperingatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Amerika Serikat percaya ada kemungkinan besar Rusia dapat menyerang ketika tanah membeku, dan pasukan Rusia dapat menyerang wilayah Ukraina dari utara Kyiv, menurut dua orang yang mengetahui dengan percakapan tersebut namun tidak berwenang untuk berkomentar secara terbuka.

Sementara kekhawatiran meningkat tentang invasi, Ukraina sudah dilanda konflik. Menyusul penggulingan presiden yang bersahabat dengan Kremlin di Kyiv pada 2014, Moskow mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina dan mendukung pemberontakan di jantung industri timur negara itu.

Pertempuran antara pasukan Ukraina dan pemberontak yang didukung Rusia telah menewaskan lebih dari 14.000 orang, dan upaya untuk mencapai penyelesaian masih mandek.

 




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x