Kompas TV internasional kompas dunia

Remaja yang Rekam Penangkapan dan Pembunuhan Floyd Menangkan Penghargaan Khusus Pulitzer

Kompas.tv - 12 Juni 2021, 09:21 WIB
remaja-yang-rekam-penangkapan-dan-pembunuhan-floyd-menangkan-penghargaan-khusus-pulitzer
Tangkapan layar dari kamera badan polisi ini memperlihatkan sejumlah warga yang merekam aksi penangkapan dan pembunuhan George Floyd oleh personil polisi Minneapolis pada 25 Mei 2020. Darnella Frazier, ketiga dari kiri, merekam kejadian itu menggunakan poselnya. (Sumber: Minneapolis Police Department via AP, File)
Penulis : Vyara Lestari | Editor : Fadhilah

MINNEAPOLIS, KOMPAS.TV – Seorang remaja yang mengeluarkan ponselnya dan merekam kejadian saat George Floyd (46) dibekuk oleh seorang personel polisi Minneapolis hingga meninggal, mendapat penghargaan khusus dari Pulitzer pada Jumat (11/6/2021).

Melansir Associated Press, penghargaan khusus itu diberikan berkat rekaman videonya yang membantu memicu gerakan global memprotes ketidakadilan rasial.

Pihak Pulitzer menilai bahwa Darnella Frazier telah dengan berani merekam pembunuhan George Floyd. Rekaman videonya lantas memicu aksi protes melawan kebrutalan polisi di seluruh dunia. Pulitzer pun menyoroti peran penting warga dalam pencarian jurnalistik terhadap kebenaran dan keadilan.

Pulitzer sendiri merupakan penghargaan tertinggi di bidang jurnalisme.

Penghargaan yang diberikan setiap tahun ini juga mengakui karya sastra dan gubahan musik terbaik.

Mengutip Wikipedia, penerima Pulitzer dipilih oleh sebuah badan independen yang secara resmi diatur oleh Fakultas Jurnalisme Columbia University di Amerika Serikat (AS).

Penghargaan prestisius ini diciptakan oleh Joseph Pulitzer, seorang jurnalis dan penerbit surat kabar Hungaria – Amerika pada akhir abad ke-19.

Baca Juga: Derek Chauvin, Polisi Pembunuh George Floyd Dinyatakan Bersalah, Hukuman Maksimal 40 Tahun Penjara

Frazier berusia 17 tahun saat merekam penangkapan dan pembunuhan Floyd, seorang warga kulit hitam pada 25 Mei 2020.

Ia bersaksi di persidangan mantan personel polisi Minneapolis Derek Chauvin yang didakwa membunuh Floyd.

Ketika itu, kata Frazier, ia tengah berjalan kaki menuju sebuah toko kelontong di sudut jalan untuk membeli kudapan bersama sepupunya yang berusia 9 tahun saat ia melihat seorang lelaki kulit hitam tengah dibekuk seorang personel polisi.

Floyd yang terbaring tertelungkup dan ditekan lehernya menggunakan lutut Chauvin, kata Frazier, tampak ketakutan dan memohon keselamatan nyawanya.

Lantaran tak ingin sepupu kecilnya menyaksikan peristiwa tragis itu, Frazier lalu mengantar gadis kecil sepupunya ke dalam toko dan kembali keluar, lalu mulai merekam kejadian itu.

“Ini tidak benar. Dia (Floyd) tengah menderita. Dia kesakitan,” kata Frazier.

Ia tetap terus merekam kendati merasa terancam saat Chauvin mengabaikan teriakan para penonton dan mengeluarkan tongkat pentungan saat ia menekankan lututnya di leher Floyd selama 9 menit 29 detik.

Baca Juga: Peringati 1 Tahun Kematian George Floyd, Ribuan Warga Minneapolis AS Turun ke Jalan

Video Frazier, yang memperlihatkan Floyd berulang kali mengatakan ia tak bisa bernapas sebelum kemudian kehilangan kesadaran, diunggah di Facebook beberapa jam setelah direkam.

Video ini segera memicu kemarahan luar biasa di Minneapolis, juga daerah lainnya. Video itu juga menjadi bukti penting dalam persidangan Chauvin.

Pada April lalu, Chauvin didakwa dengan pembunuhan tingkat dua yang tak disengaja, pembunuhan tingkat tiga dan pembunuhan tak disengaja. Ia akan dihukum pada 25 Juni mendatang.  

Dewan Pulitzer juga mengumumkan pada Jumat (11/6/2021) bahwa Star Tribune of Minneapolis memenangkan penghargaan kategori pelaporan breaking news atas peliputannya dalam kasus pembunuhan Floyd dan peristiwa akibatnya.

Baca Juga: Biden: Semoga Putusan Kasus Pembunuhan George Floyd Adalah Keputusan Yang Tepat

Roy Peter Clark, sarjana senior di Institus Poynter, mengatakan dalam kolom Nieman Lab bulan lalu bahwa Frazier harus memenangkan Pulitzer untuk videonya.

Clark, yang telah menjadi juri Pulitzer selama 5 kali, menyatakan pada Associated Press pada Jumat (11/6/2021) bahwa Frazier seperti jurnalis atau seniman yang telah memenangkan Penghargaan Pulitzer karena berani berdiri membela toleransi, kesetaraan, dan keadilan sosial.

“Di sanalah dia, di usia 17 tahun, semacam saksi atas ketidakadilan dan dia berdiri menghadapi ancaman dan merekam video itu,” tuturnya.

“Akan sulit untuk memilih, bahkan dari antara hasil karya para jurnalis profesional selama beberapa atau berpuluh tahun belakangan, sebuah video berdurasi 10 menit yang memiliki dampak sedalam video gadis muda ini," sambungnya. 

Menurut Clark, video Frazier “mengguncang dunia”, menyuarakan kebenaran terhadap kekuasaan, dan memberikan suara bagi mereka yang tak bisa bersuara.

Penghargaan khusus bagi warga dan bukan jurnalis ini terbilang tak biasa, namun bukannya tak pernah terjadi.

Sebelumnya, Dewan Pulitzer pernah memberikan penghargaan khusus pada Charles Porter IV, seorang petugas kredit bank yang mengambil foto seorang petugas pemadam kebakaran menggendong bayi setelah pengeboman Kota Oklahoma pada tahun 1995.

Foto itu kemudian diditribusikan oleh Associated Press hingga terkenal.

Clark menyebutkan, penghargaan khusus yang diterima Frazier mengakui karya luar biasa yang berada di luar kategori tertentu.

Penghargaan ini menempatkan Frazier bersama Ida B. Wells, Aretha Franklin, Bob Dylan dan para karyawan Capital Gazette di Annapolis, Maryland atas respons mereka terhadap peristiwa penembakan di ruang redaksi mereka pada tahun 2018 lalu.

Baca Juga: Sidang Kasus Kematian George Floyd, Kasir yang Melaporkannya Masih Merasa Bersalah

Tahun lalu, Frazier juga menuai penghargaan PEN/Benenson Courage Award oleh PEN America, sebuah organisasi hak asasi manusia dan sastra.

“Dengan bekal tak lebih dari sebuah ponsel dan keberanian belaka, Darnella mengubah jalan sejarah di negeri ini, memicu gerakan berani yang menuntut diakhirinya rasisme dan kekerasan anti kulit hitam sistemik di tangan polisipolisi," ujar CEO PEN America Suzanne Nossel saat itu. 

Pada kesaksiannya dalam persidangan Chauvin, Frazier mengatakan pada para juri bahwa ia terkadang berharap melakukan lebih untuk menolong Floyd. Floyd, kata Frazier, bisa jadi salah satu dari orang-orang terdekatnya.

“Ada malam-malam saat saya terjaga, meminta maaf berulang kali pada George Floyd karena tak berbuat lebih, tak beraksi secara fisik dan menyelamatkan nyawanya,” ujar Frazier dalam kesaksiannya.

Baca Juga: Para Saksi Mata Mengaku Trauma Menyaksikan George Floyd Sekarat Hingga Meninggal Dunia

“Tapi, itu bukan yang seharusnya saya lakukan. Itu yang seharusnya ia lakukan,” kata Frazier menyebut Chauvin.

Ketiga personel polisi lainnnya yang terlibat dalam penangkapan Floyd dijadwalkan menghadapi persidangan tahun depan atas tuduhan membantu dan bersekongkol. Bersama Chauvin, mereka didakwa telah melanggar hak-hak sipil Floyd.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x