Kompas TV internasional kompas dunia

Lika-Liku Pemilu Israel: Partai Islam Arab Bergabung dengan Koalisi Zionis dan Raih 'Kemenangan'

Kompas.tv - 26 Maret 2021, 16:02 WIB
lika-liku-pemilu-israel-partai-islam-arab-bergabung-dengan-koalisi-zionis-dan-raih-kemenangan
Mansour Abbas, pemimpin partai Ra’am, partai Islam yang menarik perhatian di pemilu Israel. (Sumber: AP Photo/Mahmoud Illean)
Penulis : Ahmad Zuhad | Editor : Eddward S Kennedy

KOMPAS.TV - Sebuah partai Islam Arab, Ra’am, menarik perhatian dalam pemilihan umum Israel yang selesai menjalani penghitungan suara pada Kamis (26/3/2021). 

Mengutip Times of Israel, pemilu keempat dalam dua tahun terakhir ini kembali tak menghasilkan jalan terang untuk membentuk koalisi pemerintahan.

Baik pihak koalisi pendukung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu maupun oposisi tak dapat memenangkan kursi mayoritasi parlemen Israel Knesset. 

Koalisi sayap kanan dan religius pendukung Netanyahu memenangkan 52 kursi parlemen. Sementara, koalisi oposisi merebut 57 partai.

Lalu, partai Zionis Yamina mendapat 7 kursi. Sedangkan, partai Ra’am mendapat 4 kursi. Kedua partai ini tak memihak dua kubu besar itu.

Baca Juga: Militer Israel Tak Sengaja Ungkap Lokasi Pangkalan Rahasia saat Unggah Lokasi Tes Covid-19

Meski hanya mendapat 4 kursi, Ra’am membuat pemilu Israel kali ini sedikit berbeda. Di bawah pimpinan Mansour Abbas, Ra’am membuat manuver yang mengejutkan.

Mansour Abbas pada Desember 2020 menyatakan dukungan pada Netanyahu demi mendapat komitmen publik untuk kepentingan legislatif masyarakat Arab Palestina.

“Hanya ada satu perdana menteri, dan dia adalah Netanyahu,” kata Abbas kepada Time of Israel.

Saat itu, Abbas mengatakan akan mempertimbangkan untuk bergabung dalam koalisi pimpinan Netanyahu. Ia bahkan mengaku bisa memberikan suara bagi Netanyahu agar kebal dari penuntutan sidang korupsi yang masih berlangsung.

Meski begitu, pada bulan yang sama Abbas menolak berpihak saat pemungutan suara di parlemen untuk memutuskan melakukan pemilu sekali lagi.

Ia berpendapat, pemilu sekali lagi hanya akan menghasilkan kabinet di bawah Netanyahu dan koalisi Zionis lagi.

“Saya tidak mendukung Netanyahu, saya juga tidak berusaha melindunginya dari tuntutan. Saya mencoba untuk membuat perubahan bagi konstituen saya dengan memerangi kejahatan terorganisir, dalam krisis perumahan, mengakui desa-desa yang tidak dianggap,” ujar Abbas dalam kesempatan lain.

Bagaimanapun, langkah ini tetap dianggap sebagai dukungan pada Netanyahu. Hal ini mengejutkan koalisi Arab Joint List yang menganggap bekerja sama dengan Netanyahu sebagai tanda bahaya.

Netanyahu telah berkuasa sejak 2009. Ia sejak lama menjaring dukungan dari kelompok sayap kanan dengan memunculkan ketakutan akan bangsa Arab.

Abbas mengaku mau bergabung dengan pemerintahan pimpinan Netanyahu sepenuhnya demi keuntungan warga Arab.

Baca Juga: Saudi Arabia Nyatakan Ingin Akhiri Konflik Yaman, Sekjen PBB Sambut Baik

Manuver mengejutkan ini berbuah 4 kursi di parlemen. Meski minoritas, posisi Ra’am ini berpotensi jadi kingmaker atau memastikan kemenangan salah satu pihak, baik koalisi Netanyahu atau oposisi.

Pengamat politik Israel Arik Rudnitsky memuji manuver Abbas itu.

“Tahukah Anda apa yang bisa dilakukan dengan empat kursi? Dia akan memiliki pengaruh yang sangat besar,” kata Rudnitsky.

Di sisi lain, analis politik senior Al Jazeera, Marwan Bishara, tidak realistis melihat Abbas dan Ra'am sebagai kingmaker. Koalisi Netanyahu juga membutuhkan dukungan partai zionis Yamina di bawah kepimpinan Naftali Bennett.

“Pastinya, Anda tidak akan melihat partai Agama Zionis - partai Yahudi fundamentalis paling ekstrim yang paling ekstrim - duduk dalam koalisi yang sama dengan sebuah partai Islamis,”kata Bishara.

Baik koalisi Netanyahu maupun oposisi sama-sama mengatakan tak bakal menerima Ra’am dalam koalisi mereka karena kecenderungan anti-zionis partai itu.

Menurut Times of Israel, Ra’am berdiri mengikuti model Ikhwanul Muslimin di Mesir.

Bishara mengatakan, para politikus Israel dalam 45 hari ke depan akan banyak melakukan berbagai manuver politik.

Warga Arab di Israel mencapai 20% dari total penduduk 9,3 juta orang. Meski memegang kewarganegaraan Israel, mereka menghadapi diskriminasi dalam layanan publik dan akses perumahan.

Warga Arab ini memiliki hubungan kerabat dengan warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sebagian besar warga Arab di Israel juga memiliki kepentingan politik yang sama dengan warga Palestina.

Baca Juga: Palestina Puji Usaha China untuk Mempertemukan Mereka dengan Israel dalam Sebuah Pembicaraan

Sebelumnya pada Maret 2020, koalisi Arab Join List membuat rekor bersejarah dengan memenangkan 15 kursi di parlemen Israel. Namun, mereka mengecewakan para pemilih dari warga Arab Israel karena bergabung dengan kelompok oposisi yang juga berhaluan Zionis.

Ra’am keluar dari koalisi Join List itu pada Februari 2021 dalam kondisi demikian. Tak disangka, mereka dapat meraih suara pemilih, meski minoritas.

Sementara, pemilih Join List turun drastis hampir setengah dari 11 kursi menjadi 6 kursi.

Yohanan Plesner, presiden Institut Demokrasi Israel, sebuah lembaga pemikir non-partisan, mengatakan jajak pendapat menunjukkan negara itu masih terbelah. Ia mengatakan, kemungkinan Israel akan menjalani pemilu kelima.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x