Kompas TV internasional kompas dunia

Aung San Suu Kyi: Dari Ikon Perdamaian Hingga Menjadi Cercaan Dunia Karena Rohingya

Kompas.tv - 1 Februari 2021, 10:21 WIB
aung-san-suu-kyi-dari-ikon-perdamaian-hingga-menjadi-cercaan-dunia-karena-rohingya
Pemimpin NLD, Aung San Suu Kyi. (Sumber: AP Photo/Aung Shine Oo, File)
Penulis : Tussie Ayu

Namun sebenarnya, kepemimpinannya yang buruk telah tercium sejak ia menjadi tahanan rumah. Ketika ia menjadi tahanan rumah, Partai NLD praktis ditutup.

Baca Juga: Sejumlah Kedutaan Besar di Myanmar Ternyata Sempat Tekan Militer untuk Tak Kudeta

“Semua orang terlalu takut padanya untuk melakukan apa pun atau mengambil inisiatif apa pun, dia tidak akan mendelegasikan bidang atau masalah apa pun kepada siapa pun,” ujar Mark Farmaner, Kepala Kampenya Burma di Inggris.

Ketika ia dibebaskan dari tahanan rumah, keadaan semakin memburuk. Didorong oleh kedutaan Inggris, dia mendirikan kantor pribadinya sendiri di rumahnya, yang terpisah dari kantor NLD. Dia mulai menjauhkan diri dari banyak tokoh kunci NLD yang telah menjadi pendukungnya. Bahkan investor dan filantropis George Soros, yang pernah menjadi penyandang dana besar kelompok pro-demokrasi di Myanmar, berjuang untuk bisa bertemu dengannya.

“Saat itu, kami semua percaya dia adalah seorang pemimpin yang dapat membawa perubahan luar biasa dalam demokratisasi Myanmar,” kata Yan Myo Thein, seorang analis politik di Myanmar. “Tapi dia mulai mengabaikan dan mengesampingkan rekan-rekannya, termasuk para pemimpin etnis minoritas. Dia adalah pembicara yang baik tapi bukan pendengar yang baik.”

Kemenangan NLD dalam pemilu 2015 membuat partai tersebut memiliki mayoritas parlemen dan Aung San Suu Kyi ditunjuk sebagai penasihat negara, setara dengan perdana menteri. Harapan global yang ditempatkan padanya sangat tinggi.

Namun demikian, harapan itu bagaikan jauh panggang dari api. Kenyataan yang terjadi sangat jauh dari pengharapan. Dalam masa kepimpinannya, tidak ada kebijakan untuk memajukan demokrasi di Myanmar. Aung San Suu Kyi terus menolak untuk mendelegasikan wewenang.

Dia tidak hanya memegang jabatan sebagai penasihat negara, tetapi juga sebagai menteri pendidikan dan menteri kantor presiden. Sebagian besar keputusan, baik besar atau kecil, harus melalui dia. Hal ini membuat pemerintahan Myanmar sangat tidak efisien.

Nama besar Aung San Suu Kyi kemudian paling ternoda karena penolakannya untuk mengutuk kekerasan brutal terhadap minoritas Muslim Rohingya di Rakhine dan pemenjaraan dua jurnalis Reuters bernama Wa Lone dan Kyaw Soe Oo.

Muslim Rohingya selalu menjadi salah satu minoritas yang paling teraniaya di Myanmar, namun mereka menaruh harapan besar pada Aung San Suu Kyi. Mereka berharap sang ikon perdamaian ini, suatu saat akan memperlakukan mereka sebagai warga negara yang sah.

Namun sayang, pengharapan ini terbukti salah tempat. Meskipun dia tidak bertanggung jawab atas tindakan keras militer yang terjadi di negara bagian Rakhine pada Agustus 2017, namun Aung San Suu Kyi tidak pernah mengutuk genosida yang terjadi di wilayah kepemimpinannya.

Saat itu, penyelidik dari PBB mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan dan pemerkosaan beramai-ramai dengan niat untuk melakukan genosida, dan panglima tertinggi serta lima jenderal harus dituntut atas kejahatan paling parah yang berada di bawah hukum internasional.

Namun Aung San Suu Kyi menyebarkan pernyataan, bahwa tindakan militer tersebut adalah tanggapan yang tepat terhadap pemberontakan milisi Rohingya. Ia bahkan menggambarkan para jenderal yang dituduh melakukan genosida dengan kata-kata yang cukup manis.

Baca Juga: Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint Ditangkap Militer, Myanmar Dilanda Kudeta?

Ketika Aung San Suu Kyi tidak mengutuk pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar, muncullah desakan yang kuat agar Nobel Perdamaian yang diraihnya pada tahun 1991 untuk ditarik kembali. Namun pada tahun 2017, ketua panitia penghargaan Nobel, Berit Reiss-Andersen, mengatakan Penghargaan Nobel tidak mungkin ditarik.

“Kami tidak melakukannya. Bukan tugas kami untuk mengawasi atau menyensor apa yang dilakukan seorang pemenang setelah hadiah dimenangkan. Para pemenang sendiri harus menjaga reputasi mereka sendiri,” ujarnya.

Kini setelah penangkapan Aung San Suu Kyi dan penangkapan para pemimpin politik lain, membuat nasib demokrasi Myanmar semakin tak menentu. Beberapa jam setelah penangkapan, televisi militer mengonfirmasi bahwa mereka menyatakan keadaan darurat selama satu tahun. Dan nasib etnis Muslim Rohingya pun masih belum dapat dipastikan.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x