Kompas TV internasional kompas dunia

Protes Diskriminasi Muslim Uighur, AS Blokir Impor Kapas dari China

Kompas.tv - 14 Januari 2021, 04:55 WIB
protes-diskriminasi-muslim-uighur-as-blokir-impor-kapas-dari-china
Tentara China saat berlatih dalam suhu -20 derajat Celcius di Kashgar, Daerah Otonomi Uighur, Xinjiang, China, Senin, 4 Januari 2021. Seorang pejabat dari Partai Komunis Tiongkok memberi isyarat pada Desember lalu bahwa kemungkinan akan meredakan tindakan keras di wilayah Xinjiang. Fokus pemerintah bergeser lebih pada menangani akar-akar ekstremisme. (Sumber: Chinatopix Via AP)
Penulis : Tussie Ayu

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Pemerintah AS umumkan akan menghentikan impor kapas dan tomat dari wilayah Uighur di China, Rabu (13/1/2021). Tindakan ini merupakan yang paling luas yang pernah dilakukan AS, untuk menekan Partai Komunis China karena melakukan diskriminasi terhadap etnis minoritas Uighur.

Para pejabat mengatakan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan akan menggunakan kewenangannya untuk memblokir produk yang diduga diproduksi dengan kerja paksa di Uighur. Bea Cukai AS akan mencegah masuknya kapas, tomat, dan produk terkait yang berasal dari wilayah Xinjiang di barat laut China.

Xinjiang adalah pemasok kapas global utama, sehingga pemblokiran ini dapat berdampak signifikan pada perdagangan internasional.

Baca Juga: Muslim Uighur Dipaksa Makan Babi Setiap Hari Jumat saat Berada di Kamp Pendidikan Ulang Xinjiang

Sebelumnya pemerintahan Trump juga telah memblokir impor dari perusahaan yang terkait dengan kerja paksa di wilayah tersebut. AS juga telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat Partai Komunis dalam peran pentingnya dalam diskriminasi terhadap etnis Uighur.

Seperti dikutip dari the Associated Press, perintah tersebut akan memberikan tekanan ekonomi tidak hanya pada China, tetapi juga pada pengecer global utama, yang tanpa disadari telah mengimpor barang-barang yang diproduksi oleh orang-orang yang berada dalam kondisi mirip dengan perbudakan zaman modern.

"Merek pakaian global apa pun yang belum keluar dari Xinjiang, atau berencana untuk keluar dengan sangat cepat, sedang menghadapi bencana hukum dan reputasi," kata Scott Nova, direktur eksekutif Konsorsium Hak Pekerja, yang mencakup kelompok hak asasi manusia dan buruh.

Baca Juga: Jepang Buka Suara Terkait Kondisi Umat Muslim Uighur di Xinjiang, Ini Katanya

"Hari-hari ketika merek pakaian besar mana pun bisa mendapatkan keuntungan dengan aman dari kapas Xinjiang sudah berakhir,” tambahnya.

Konsorsium tersebut memperkirakan larangan AS akan memengaruhi sekitar 20% pasokan kapas global. Sektor swasta mengkritik kebijakan ini, karena dapat turut menghukum produsen yang sah yang mengalami kesulitan untuk memastikan asal bahan mentah tersebut.

Hal ini terutama berlaku untuk kapas Cina yang digunakan untuk membuat pakaian untuk ekspor di negara lain seperti Bangladesh dan Vietnam.

Asisten Komisaris Eksekutif di Kantor Perdagangan Pabean dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP), Brenda Smith mengatakan, AS mengimpor kapas senilai sekitar $ 9 miliar dari China secara keseluruhan pada tahun lalu. Dan jumlah ini belum termasuk produk dari negara ketiga. Namun hanya sekitar $ 10 juta produk tomat yang masuk ke AS dari China tahun lalu.

Pada bulan November, AS memblokir barang-barang dari sebuah perusahaan yang mengontrol sekitar sepertiga produksi kapas di wilayah Uighur dan sekitar 6% dari semua kapas secara global. Di bawah pesanan itu, CBP telah menghentikan 43 pengiriman memasuki AS, senilai lebih dari $ 2 juta secara keseluruhan, kata Smith.

"Tujuan utamanya adalah agar China meninggalkan praktik mengerikan ini," kata Ken Cuccinelli, penjabat wakil sekretaris Departemen Keamanan Dalam Negeri, seperti dikutip dari the Associated Press.

Baca Juga: AS Kembali Blokir Produk China yang Dibuat dengan Kerja Paksa Uighur

Seperti dikutip dari the Associated Press, China telah memenjarakan lebih dari 1 juta orang, termasuk etnis Uighur dan kelompok etnis Muslim lainnya, di jaringan kamp konsentrasi yang luas. Orang-orang menjadi sasaran penyiksaan, sterilisasi dan indoktrinasi politik.

Selain itu, disinyalir mereka juga melakukan kerja paksa pada penduduk yang secara etnis dan budaya berbeda dengan etnis mayoritas di Cina, yaitu etnis Han.

China membantah tuduhan pelanggaran hak asasi dan kerja paksa, dengan mengatakan itu hanya bertujuan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut dan membasmi radikalisme. Ia juga menolak kritik atas apa yang dianggap sebagai urusan internalnya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian, yang ditanya tentang masalah ini pada konferensi pers Rabu (13/1/2021) mengatakan, orang-orang di Xinjiang secara sukarela menandatangani kontrak dan dibayar.

Baca Juga: Cuitan Mesut Ozil Soal Muslim Uighur yang Buat China 'Ngamuk'

"Yang disebut kerja paksa tidak lain adalah kebohongan yang dibuat oleh institusi dan individu tertentu di negara Barat," katanya.

Tindakan AS adalah upaya terbaru dan paling luas, untuk menekan China agar mengakhiri diskriminasi pada etnis minoritas. Kanada dan pemerintah Inggris baru-baru ini mengatakan bahwa mereka juga akan mengambil langkah-langkah untuk menghentikan barang-barang yang diproduksi oleh sistem kerja paksa untuk memasuki negara mereka.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x