Kompas TV internasional kompas dunia

Konflik Erdogan dan Macron Turut Membuat Hubungan Turki dan Uni Eropa Menjadi Panas

Kompas.tv - 27 Oktober 2020, 03:08 WIB
konflik-erdogan-dan-macron-turut-membuat-hubungan-turki-dan-uni-eropa-menjadi-panas
Sekelompok pengunjuk rasa meneriakkan protes antiPrancis di Istanbul, Turki, Minggu (25/10/2020). (Sumber: Associated Press)
Penulis : Tussie Ayu

BRUSSELS, KOMPAS.TV - Ketegangan antara Uni Eropa dan Turki semakin memanas setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mempertanyakan kondisi kesehatan mental Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Beberapa pejabat Uni Eropa mengkritik komentar keras Erdogan yang ditujukan kepada Macron.

Komisi Eropa mengatakan bahwa pemimpin Turki harus mengubah pendekatannya, jika dia tidak ingin menggagalkan upaya Uni Eropa untuk memperbarui dialog dengan Turki, Senin (26/10/2020).

Erdogan mengatakan pada hari Sabtu bahwa Macron perlu memeriksa kondisi kepalanya.

Dia membuat komentar tersebut selama kongres partai lokal, sebagai tanggapan atas pernyataan yang dibuat Macron tentang pembunuhan seorang guru di Prancis oleh seorang muslim.

Erdogan juga mencela Presiden Prancis karena memaafkan pembuat karikatur Nabi Muhammad

Pembunuhan guru Prancis ini disebut Macron sebagai disebut separatisme Islamis.

Baca Juga: Sambil Shalawat, Cendikiawan Muslim di Gaza Serukan Boikot Produk Prancis

Situasi semakin panas ketika Prancis mengumumkan bahwa mereka menarik duta besarnya di Turki untuk melakukan konsultasi, Sabtu (27/10/2020).

Kantor kepresidenan Prancis juga mencatat bahwa Turki telah menyerukan boikot produk Prancis. Langkah tersebut dapat menambah permasalahan ekonomi dan pergolakan diplomatik yang semakin dalam.

Erdogan, yang mengatakan pemimpin Prancis telah "tersesat," melanjutkan dengan nada ofensif ketika ia meminta negara-negara Muslim untuk datang dan membantu umat Islam di Prancis.

Dalam pidatonya di sebuah upacara yang menandai peringatan kelahiran nabi, pemimpin Turki itu menuduh para pemimpin Eropa melakukan kebijakan anti-Islam.

“Anda adalah fasis dalam arti sebenarnya. Anda benar-benar merupakan penghubung dalam rantai Nazi, ”kata Erdogan mengacu pada para pemimpin Eropa.

Perselisihan ini terjadi ketika ketegangan antara Prancis dan Turki meningkat dalam beberapa bulan terakhir karena masalah-masalah yang mencakup pertempuran di Suriah, Libya dan Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah di Azerbaijan yang dikendalikan oleh separatis etnis Armenia.

Dalam pesan yang diposting di Twitter hari Minggu, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, mengecam komentar Erdogan.

Dia menyebut komentar Erdogan sebagai tindakan yang tidak dapat diterima dan mendesak Turki untuk menghentikan konfrontasi yang berbahaya ini.

Presiden Dewan Eropa Charles Michel juga menyalahkan Turki karena melakukan provokasi, tindakan sepihak di Mediterania, dan sekarang melakukan penghinaan kepada Presiden Prancis.

Baca Juga: Kaum Muslim Serukan Boikot Produk Prancis

Pada pertemuan puncak awal bulan ini, negara-negara anggota Uni Eropa setuju untuk meninjau perilaku Turki pada bulan Desember mendatang.

Mereka mengancam akan menjatuhkan sanksi jika "provokasi" Erdogan tidak berhenti, kata sebuah pernyataan dewan seperti dilansir dari the Associated Press.

Juru bicara Uni Eropa Peter Stano mengatakan pada hari Senin bahwa Uni Eropa akan mendiskusikan tindakan yang akan mereka lakukan kepada Turki.

"Kami jelas mengharapkan perubahan dalam tindakan dan deklarasi dari pihak Turki," kata Stano dalam sebuah konferensi pers.

Dia mengatakan akan ada banyak diskusi untuk melihat apakah mereka masih akan menunggu atau mengambil tindakan pada Turki lebih awal.

Baca Juga: Macron Dianggap Hina Islam, Petinggi Negara Muslim Mengecam

Beberapa pemimpin negara anggota Uni Eropa berkumpul di sekitar Prancis dalam perselisihan Macron dengan Erdogan.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan negaranya berdiri bersama Prancis untuk kebebasan berbicara dan melawan ekstremisme dan radikalisme.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menggambarkan penghinaan Erdogan terhadap Macron sebagai poin baru di titik yang rendah.

Dia menekankan solidaritas Jerman dengan Prancis dalam perang melawan ekstremis Islam.

Di Yunani, Presiden Katerina Sakellaropoulou mengatakan retorika Erdogan memicu fanatisme agama dan intoleransi atas nama benturan peradaban dan tidak dapat ditoleransi.

Presiden Siprus Nicos Anastasiades mengatakan pernyataan Erdogan menggunakan frasa dan karakterisasi yang tidak dapat diterima dalam praktik dan diplomasi internasional.

"Serangan terhadap Presiden Prancis oleh seorang pemimpin negara kandidat untuk masuk ke Uni Eropa adalah penghinaan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip Eropa," kata Anastasiades.

Namun, Stano bersikeras bahwa Turki tetap menjadi "mitra yang sangat penting" bagi blok 27 negara dan bahwa tidak ada yang akan mendapat keuntungan dari konfrontasi ini.

Turki saat ini masih dalam tahap negosiasi untuk bergabung dengan Uni Eropa. Proses ini telah berlangsung sejak tahun 2005 tetapi terhenti dalam beberapa tahun terakhir.

Turki adalah mitra dagang terbesar kelima Uni Eropa dan blok itu bergantung pada Ankara untuk menghentikan migran memasuki Uni Eropa melalui perbatasannya dengan Yunani dan Bulgaria.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x