Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Rupiah Melemah, Industri Makanan-Minuman Sangat Terdampak, Minta BI Intervensi

Kompas.tv - 17 April 2024, 12:35 WIB
rupiah-melemah-industri-makanan-minuman-sangat-terdampak-minta-bi-intervensi
Ilustrasi. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menyatakan, pelemahan rupiah saat ini sangat berdampak pada industri makanan dan minuman (mamin). (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menyatakan, pelemahan rupiah yang menembus angka Rp16.200/Dollar saat ini,  sangat berdampak pada industri makanan dan minuman (mamin). 

Ia menjelaskan, industri mamin harus mengimpor sejumlah bahan baku. Penguatan dollar AS membuat barang impor jadi lebih mahal, sehingga berpengaruh pada harga pokok produksi, serta biaya logistik.

Adhi pun berharap Bank Indonesia atau BI segera melakukan intervensi guna memulihkan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS.

"Kita berharap pemerintah bisa segera mengantisipasi khususnya nilai tukar ini kalau bisa BI segera mengintervensi ya, karena ini kan habis liburan, mudah-mudahan segera dilakukan, supaya stabil agar tidak terlalu berat," kata Adhi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (16/4/2024). 

"Kita banyak sekali bahan baku yang harus kita impor dan tentu akan berpengaruh terhadap harga pokok produksi kita. Meskipun kita ada ekspor juga. Kalau industri mamin (makanan dan minuman) total ekspor kita sekitar 11 miliar dolar AS, impor kita cukup banyak untuk bahan baku. Ini yang sangat berat," terangnya seperti dikutip dari Antara. 

Baca Juga: Rupiah Tembus Rp16.200/Dollar AS, Ekonom Ingatkan Stabilitas Politik dalam Negeri Dijaga

Adhi menyampaikan, industri mamin juga terdampak konflik Israel-Iran yang membuat harga pangan dunia naik. 

Ia mengutip laporan Food and Agriculture Organization (FAO), yang menyebut sebelum serangan Iran ke Israel sudah ada peningkatan 1 persen harga pangan dunia dibandingkan bulan Februari.

Terutama biji-bijian, beberapa produk dairy, susu, daging dan sebagainya. Harga tersebut tentu akan semakin meningmat setelah terjadinya serangan. 

Di kesempatan berbeda, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf R Manilet memprediksi BI akan lebih aktif menstabilkan nilai tukar rupiah untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dan Israel.

"Konflik juga dapat mempengaruhi nilai tukar mata uang di Indonesia, karena investor mungkin mencari aset yang lebih aman, yang potensialnya dapat menyebabkan penurunan nilai rupiah Indonesia," ujar Yusuf seperti dikutip dari Antara. 

Baca Juga: Ada Konflik Israel-Iran, Pemerintah RI Waspada Kenaikan Harga Minyak dan Biaya Logistik

Ia menuturkan, tingkat volatilitas rupiah tersebut akan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu dan kondisi depresiasi yang dialami oleh nilai tukar rupiah berpeluang terjadi lebih lama.

Untuk mengantisipasi pelemahan nilai tukar yang lebih dalam, Bank Indonesia bisa mengoptimalkan berbagai kebijakan seperti instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah.

"Bank Indonesia dalam hal ini juga saya kira akan lebih aktif di pasar valas untuk melakukan intervensi nilai tukar rupiah," ucapnya. 

Di sisi lain, konflik Iran dan Israel juga dapat menyebabkan lonjakan harga minyak karena terganggunya pasokan minyak mentah. 

Menurut Yusuf, penyesuaian pada asumsi harga minyak dalam negeri perlu dilakukan jika konflik Iran dan Israel berkepanjangan.

Baca Juga: Nilai Barang Kiriman PMI dari Luar Negeri Bebas Pajak & Bea Masuk Maksimal 1.500 Dollar AS per Tahun

Selain itu, perubahan pada harga bahan bakar minyak (BBM) juga berpotensi terjadi, dengan asumsi bahwa konflik tersebut akan berlanjut karena ada aksi balasan dari Israel dan sekutunya.

Jika konflik tereskalasi lebih jauh, menyebabkan perang yang lebih luas di Timur Tengah, bisa potensial menjatuhkan ekonomi global ke dalam resesi dan akan berdampak signifikan pada sentimen investor. 


 

"Meski demikian, dalam konteks sentimen investasi, ada faktor lain yang juga ikut mempengaruhi psikologi investor, dan dalam konteks Indonesia sebenarnya faktor-faktor tersebut relatif tidak terlalu berpengaruh buat Indonesia misalnya faktor dari stabilisasi ekonomi dalam jangka panjang," jelasnya. 




Sumber : Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x