Kompas TV ekonomi energi

Rincian Korupsi Timah Mencapai Rp271 T, dari Zat Kimia hingga Tambang Ilegal

Kompas.tv - 4 April 2024, 12:50 WIB
rincian-korupsi-timah-mencapai-rp271-t-dari-zat-kimia-hingga-tambang-ilegal
Harvey Moeis dan Helena Lim (Sumber: KOMPASTV)
Penulis : Ade Indra Kusuma | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Perkara dugaan korupsi pengelolaan timah pada wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk 2015-2022 dinilai merugikan negara Rp 271 triliun. Nilai itu berasal dari berbagai jenis kerugian yang perlu ditanggung, yakni kerugian lingkungan dan ekonomi serta biaya pemulihan.

Kejaksaan Agung selaku penyidik sudah menetapkan 16 tersangka, baik dari pihak swasta maupun PT Timah. Kasus timah ini turut menyeret nama-nama populer, seperti suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan Helena Lim, perempuan yang dikenal sebagai "crazy rich" Pantai Indah Kapuk (PIK).

Lantas jika dirinci Rp271 T itu terdiri dari apa saja?

Pengamat Lingkungan, yang juga pengajar Unika Soegijapranata, Houtmauli Sidabalok membeberkan kerugian dari timah bisa dihitung dari tiga faktor antara lain, kerugian ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, dan kerugian biaya pemulihan.

Baca Juga: Arsitek IT KPU Jelaskan Sistem Rekap Aplikasi 'SiRekap' di Sidang Sengketa Pilpres [BREAKING NEWS]

Asal mula keluar angka Rp271 T dalam kasus korupsi timah (Sumber: KOMPASTV)

"Timah itu biasanya meninggalkan kerusakan, lubang-lubang besar yang habis dieksploitasi. Jadi pasca-tambang itu ada semacam payment, atau uang ke negara. Nah,  uangnya itu untuk pemulihan, inilah korupsi yang bikin negara nggak kebagian," beber Houtmauli dalam Sapa Indonesia Malam, KompasTV, Selasa (2/3/2024).

"Jadi banyak tambang pasti menyisakan persoalan, pengambilannya dengan pompa pasir, pemilahan timah untuk terambil itu juga butuh lalu pencairan, butuh air untuk membersihkan atau mengambil timah. Jadi air yang digunankan tercemar, zat kimia dari pembersihan ini terbuang ke saluran air, sehingga wilayah-wilayah ini kan tercemar saluran airnya. Nah itu biasanya ada perhitungan nilai beban pada penambang, dan itu bisa dihitung secara rupiah," lanjutnya.

Houtmali menyoroti pertambangan ilegal yang kini terjadi di Bangka Belitung, menurutnya keberadaan Smelter di pesisir hingga tengah laut, semakin memperparah kerugian lingkungan.

Baca Juga: Ahli Sebut Sirekap Tidak Bisa Dikunci untuk Perolehan Suara Paslon Tertentu

"Contoh Bangka Belitung, tambang tidak hanya di darat tapi di lautan. Jadi kalau ada smelter, di pesisir, lepas pantai, itu akan merusak ekosistem lautnya pasti, dan jarak tempuh pelaut juga terdampak, karena ada penguasaan lahan kan di wilayah pesisir," 

"Lalu zat kimia yang tadi dibilang, ini kan mengalir ke laut, jadi ada ikan tercemar, jadi secara ekonomi itu dihitung. Dari sana muncul angka 271 Triliun. Tapi hitungan itu juga bisa ditambahkan soal tambang ilegal yang tak terdata, dan baru dibongkar sekarang ini. Jadi itu kan ada masuk pajak retribusi pada negara. Nah jadinya kan kalau penambang ilegal dan sudah lama beroperasi misal, duitnya nggak masuk ke negara," tutup Houtmauli.


 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x