Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Pengusaha Harap Isu Kenaikan Upah Tak Dibawa ke Ranah Politik Jelang Pilpres 2024

Kompas.tv - 13 November 2023, 17:17 WIB
pengusaha-harap-isu-kenaikan-upah-tak-dibawa-ke-ranah-politik-jelang-pilpres-2024
Ilustrasi upah pekerja. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang berharap isu upah pekerja tidak dibawa ke ranah politik, menjelang Pilpres 2024. (Sumber: Thinkstock/Kompas.com)
Penulis : Dina Karina | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV- Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang berharap isu upah pekerja tidak dibawa ke ranah politik, menjelang Pilpres 2024. 

"Memasuki tahun Politik Nasional Pemilihan Presiden/Wakil Presiden, anggota legislatif dan Pilkada serentak 2024, dunia usaha berharap agar isu upah tidak terbawa ke ranah politik," kata Sarman dalam keterangan resminya yang diterima Kompas.tv, Senin (13/11/2023). 

Ia mengatakan, jika permasalahan upah masuk ranah politik, berdampak pada sikap investor yang wait and see hingga konflik hubungan insdustrial. 

"Karena akan menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha dan calon investor, menimbulkan gejolak hubungan industrial yang akhirnya berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan masa depan perekonomian nasional," ujarnya. 

Baca Juga: Pemerintah Terbitkan Aturan Baru soal Upah Buruh, UMP 2024 Dihitung dengan 3 Variabel Ini

Sarman menuturkan, Pemerintah Pusat harus tegas memberikan sanksi kepada siapapun yang tidak mematuhi regulasi terkait dengan penetapan upah.

Termasuk Kepala Daerah jika menetapkan UMP/UMK menyimpang dari PP No.51 tahun 2023.

Kebijakan itu merupakan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Ia juga meminta semua pihak untuk menaati aturan baru itu. 

"Dunia usaha menyambut baik terbitnya PP tersebut. Mengingat akhir bulan ini Gubernur akan menetapkan UMP dan Bupati/Walikota akan menetapkan UMK tahun 2024 dan diharapkan semua pihak dapat menghormati dan mentaati ketentuan tersebut," ucap Sarman.

Sarman yang juga Anggota Dewan Pengupahan Nasional 2023-2026 itu berharap, agar dalam menetapkan UMP/UMK 2024 benar benar melihat kondisi ekonomi nasional dan ancaman ekonomi global yang saat ini tidak baik baik saja.

Baca Juga: Sambut Baik Aturan Baru soal Pengupahan, Pengusaha: Permintaan Kenaikan UMP harus Realistis

"Sehingga permintaan kenaikan UMP harus realistis dengan memperhatikan Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α) sebagaimana yang ditetapkan dalam PP No.51 Tahun 2023," ujarnya. 

Dalam penentuan indeks tertentu terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PE) yang direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan, lanjutnya, haruslah mencerminkan keadaan perekonomian dan ketenagakerjaan di daerah tersebut. 

Tujuannya agar tidak menimbulkan gejolak terhadap hubungan industrial yang mengganggu penyerapan tenaga kerja. 

Sarman berharap, jika ada dinamika dan perbedaan pendapat atas terbitnya PP No.51 ini dan dalam penetapan UMP dan UMK 2024, pihak-pihak terkait agar lebih mengedepankan dialog, komunikasi dan musyawarah untuk mufakat.

Baca Juga: Tiket Kereta untuk Libur Natal Masih Tersedia, Ini Cara Pesannya Lewat Aplikasi Access by KAI

Serta menghindari aksi demo dan ancaman mogok yang menciptakan iklim investasi yang kurang kondusif. 

"Undang undang telah mengamanahkan dibentuknya LKS Tripartit, Bi Partit dan Dewan Pengupahan yang keanggotannya terdiri dari unsur pengusaha, buruh, pemerintah dan pakar. Lembaga ini sangat efektif dan strategis dijadikan ruang untuk melakukan perundingan dan dialog dalam menyalurkan aspirasi," terang Sarman. 

"Kami berharap agar ketentuan baru ini dapat diterima dan dilaksanakan semua pihak untuk peningkatan kesejahteraan buruh dan kelangsungan dunia usaha," tambahnya. 




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x