Kompas TV cerita ramadan risalah

Ahmad Hasan: Kawan Debat Bung Karno, Ulama dan Tokoh Persis

Kompas.tv - 30 April 2022, 05:45 WIB
ahmad-hasan-kawan-debat-bung-karno-ulama-dan-tokoh-persis
Ilutrasi Ahmad Hassan, lawan debat Bung Karno yang juga ulama dan tokoh persis (Sumber: situs Muhammadiyah PWMU.Co..id)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV -  Sosok ini merupakan ulama pembaharu yang sering berdebat dengan Bung Karno. Namanya Ahmad Hassan, seorang yang lekat namanya dengan organisasi Persatuan Islam (Persis) yang berdiri pada 12 September 1923.

Bung Karno, misalnya, pernah mengkritik mundurnya umat Islam dalam sejarah akibat kemunduran khilafah Usmaniyah di Turki karena upaya mencampuradukkan antara agama dan politik. Ia pun mendukung gagasan sekulerisme Turki ala Kemal Ataturk.

Bagi Ahmad Hassan, pandangan Bung Karno itu keliru memahami persoalan dalam Islam. Menurutnya, Islam dianggap mundur lewat Turki Usmaniyah itu lantaran Islam tidak dijadikan sebagai fungsi utama dalam bersikap.

Efeknya, bagi Ahmad Hassan atau A Hassan, Islam sekadar dijadikan lip service atau tempelan belaka. Jadi, kemunduran itu bukan karena soal mencampuradukkan agama-politik, melainkan tidak menjalankan Islam secara utuh.

Itu hanya salah satu debat dan masih banyak debat yang mereka lakukan. Mulai dari perkara syariatisasi negara hingga persoalan politik Islam, sesatu yang mereka imajinasikan tentang konsep negara bangsa bernama Indonesia. 

Bersama Mohammad Natsir, waktu itu, Ahmad Hassan, menjadi lawan debat Bung Karno. Ketiganya juga sama-sama berkiprah dan punya pengaruh di Bandung.

Sejarah mencatat, di satu sisi Bung Karno danggap mewakili pemikiran nasionalisme-sekuler, dan di sisi lain, A Hassan dan Mohammad Natsir, mewakili representasi pemikiran Islami.

Meskipun berbeda soal metode berpikir dan cara pandang, persoalan ideologi dan pemikiran yang berseberangan dan sulit ketemu laiknya air dan minyak, hal demikian tidak menafikkan bahwa mereka pun bersahabat.

Ramadhan KH, penulis biografi Inggit Garnasih istri Bung Karno, dalam Kuantar Kau ke Gerbang (Mizan, 2014: Hal.319) mengisahkan bagaimana ketika Inggit dan Bung Karno kedatangan seorang tamu dari Muhammadiyah ketika mereka berada di Ende waktu diasingkan Belanda.

“Kami tahu Bung Karno selama di Ende telah mengadakan hubungan erat dengan Persatuan Islam di Bandung dan kami pun mendengar bahwa Bung Karno sepaham dengan Ahmad Hassan, guru yang cerdas itu. Apakah Bung Bersedia pula membantu kami sebagai guru?” tulis Hassan Din, tokoh yang datang itu. 

“Saya anggap permintan ini sebagai rahmat, “ jawab Bung Karno.

“Tetapi, ingatlah hendaknya Bung.. Jangan bicarakan soal politik.”

“Ah tidak… tetapi saya kan boleh mengajar nyinggung Nabi Besar Muhammad yang selalu mengajar cinta Tanah Air?” kata Bung Karno.

Kisah tersebut kian menunjukkan, meskipun Bung Karno beda pemikiran sama Ahmad Hassan, tapi ia bersahabat dan dekat. Hingga lebih layak disebut sebagai kawan debat, bukan lawan debat. 

Baca Juga: Jejak dan Pengaruh Buya Hamka: Ulama dan Ahli Tafsir yang Sastrawan

Jejak Masa Kecil hingga jadi Tokoh Kunci Persis

Ahmad Hassan yang dikenal juga dengan nama Ahmad Bandung atau Hassan Bangil dilahirkan pada 31 Desember 1887 di Singapura dan merupakan keturunan campuran India-Indonesia.

Ayahnya bernama Ahmad Sinna vappu Muzha, seorang penulis di surat kabar Nurul Islam di Singapura. Dari ayahnya ia kerap melihat berdebat terkait agama lewat tulisan-tulisan dan itu berpengaruh dalam dirinya hingga ia belajar agama di pelbagai tempat.

Pada 1921 ia ke Surabaya, Jawa Timur, dan dari sini ia akhirnya berinteraksi dengan banyak pemikir Indonesia di Serikat Islam, mulai dari HOS Tjokroaminoto hingga Agus Salim.

Pada 1925 ia pun ke Bandung, dari sinilah ia bersentuhan dengan Persis, organisasi yang didirikan oleh para ulama hingga ia menjadi tokoh besar organisasi itu.

Di Persis pula, pemikirannya yang segaris dengan masa kebangkitan kebangkitan pembaharuan saat itu disukai. Ia dianggap segaris dengan kebangkitan pembaharuan Muhammadiyah yang dibawa oleh KH Ahmad Dahlan.

Baca Juga: KH Zainul Arifin Pohan, Ulama Pelindung Bung Karno yang Ditembak waktu Salat

Sejarah mencatat, pemikiran Ahmad Hassan sampai kini menjadi salah satu acuan untuk melihat perkembangan dan corak pemikiran Islam di Indonesia. Khususnya, ketika berbicara tentang pembaharuan dan Islam modernis di Indonesia.

Selain itu, pengaruhnya lewat organisasi Persis masih hingga kini dengan menjamurnya sekolah dan pesantren yang melahirkan banyak ulama dan ustaz yang membimbing masyarakat.

Jejak Karya dan Wafat

Selama hidup, sosok ni merupakan penulis yang sangat produktif dan menulis banyak sekali buku tentang pemikiran Islam maupun hal-hal praktis terkait agama. Karyanya jadi rujukan umat Islam dan di organisasi Persis jadi rujukan utama.

  • Tafsir Al-Quran, Al-Furqan, 1956.
  • Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama (4 jilid)
  • Kitab Pengajaran Shalat
  • Tarjamah Bulughul Maraam (selesai 17-8-1958)
  • A.B.D. Politik
  • Adakah Tuhan?
  • Al-Burhan dll

Setelah mengabdikan hidupnya untuk umat, sosok ini berpulang dan dikebumikan di pesantrennya di Bangil, Jawa Timur, pada 10 November 1958.

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x