Kompas TV cerita ramadan tradisi

Kisah Penyedia Jasa Tukar Uang Baru, Berburu dari Bank ke Bank hingga Antre Sejak Pukul Tiga Pagi

Kompas.tv - 29 April 2022, 13:27 WIB
kisah-penyedia-jasa-tukar-uang-baru-berburu-dari-bank-ke-bank-hingga-antre-sejak-pukul-tiga-pagi
Nominal uang baru yang dijajakan penyedia jasa di jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, Kamis (29/4/2022) (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Iman Firdaus

Namun bagi Haryati, itu bukanlah persoalan. Sebab ditengah pembatasan, ia berinisiatif turut melibatkan anak, saudara hingga tetangga yang sudah memiliki KTP untuk membantunya dalam penukaran uang.

Setiap kali meminta orang lain membantu, ia akan menyediakan ongkos minimal sebesar Rp 40.000.

"1 orang itu dibayarnya 40 ribu per 1 paket. 1 paket itu biasanya Rp3,7 juta, kalo enggak pakai (nominal) Rp20.000 itu hanya (boleh menukar) Rp1,7 juta. Jika tambah dua puluhan, (boleh menambah) 2 juta," tuturnya.

Tahun ini, ia mengaku telah berhasil menukarkan uang baru sebanyak Rp50 juta. Namun, semuanya tidak berasal dari bank. Meskipun telah melibatkan orang lain saat berburu uang, ia pun mengaku tetap harus membeli dari teman dengan presentase jasa yang lebih besar.

Saat itu, dirinya harus mengeluarkan biaya imbalan jasa 4 persen dari total uang yang ditukarkan. Artinya, jika dirinya menukarkan Rp10 juta, maka dia akan memberi uang jasa sebesar Rp400.000.

Oleh karena itu, selama menjajakan uang baru di pinggir jalan, Haryati akan mengenakan tarif imbalan jasa sebesar 10 persen per Rp100.000 yang ditukarkan pengguna jalan.

Haryati warga Jagalan yang menyediakan jasa tukar uang baru di pinggir Jalan Slamet Riyadi Solo (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)

Tarif imbalan jasa 10 persen

Menurutnya, nilai tersebut sangat setimpal dengan perjuangannya saat berburu uang baru dan menutup imbalan jasa yang sudah ia bayarkan ke orang lain.

Kendati demikian, Haryati sering ditawar lebih murah oleh para pengguna jalan yang menepi ke lapaknya. Biasanya mereka menawar jasa menjadi 5 persen. Jika begitu, ia cepat-cepat menolak.

Hal itu juga ia lakukan saat kami berbincang, tiba-tiba ada seorang pengendara sepeda motor menepi dan meminta jasa tukarnya sebesar 5 persen. Dengan cepat ia menggelengkan kepala tanda menolak.

Ia sadar betul, semakin banyak menolak maka stok uang baru yang dimilikinya tidak berkurang. Namun ia tak gentar, karena menurutnya masih banyak juga pengendara lain yang mau meskipun harus membayar 10 persen.

"Yang beli rame kemarin, ini tadi kalo diturutin yo banyak cuma enggak dapet 10 persen. Cuma 5 persen. Banyak pembeli yang nawar, tapi banyak juga yang langsung mau meskipun 10 persen," ungkapnya.

Haryati yang sehari-harinya berjualan gado-gado di rumah, rela meluangkan waktu di H-7 lebaran untuk menyediakan jasa tukar uang di jalan.

Meski Haryati ingin meraup keuntungan dari jasa tahunan ini, namun ia tidak sampai hati jika mengenakan ongkos hingga 15 persen.

Padahal, menurutnya, hal itu sempat diminta penyedia jasa lain untuk menyamakan ongkos.

"Ndak tegel (sampai hati) saya, ndak bisa. Ditawari 10 persen aja ngenyang (nawar), kok mau jadi 15," pungkasnya.

Baca Juga: Penyesuaian Karena Pandemi, BI Malang Buka Layanan Penukaran Uang Baru Secara Drive Thru




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x