Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Harga Daging Babi di China Anjlok Jelang Perayaan Imlek, Biasanya Penyumbang Inflasi

Kompas.tv - 19 Januari 2023, 13:31 WIB
harga-daging-babi-di-china-anjlok-jelang-perayaan-imlek-biasanya-penyumbang-inflasi
Ilustrasi daging babi. Perayaan Imlek biasanya menjadi konsumsi daging babi di China. Namun tahun ini ceritanya berbeda. Mengutip laporan Bloomberg, Kamis (19/1/2023), permintaan daging babi turun dan membuat harga sumber protein utama di China itu anjlok. (Sumber: Pixabay)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

BEIJING, KOMPAS.TV - Perayaan Imlek biasanya menjadi konsumsi daging babi di China. Namun tahun ini ceritanya berbeda. Mengutip laporan Bloomberg, Kamis (19/1/2023), permintaan daging babi turun dan membuat harga sumber protein utama di China itu anjlok. 

Penyebabnya, pemerintah baru saja melonggarkan pembatasan Covid-19 setelah tiga tahun bergulat dengan pandemi. Populasi China menyusut untuk pertama kalinya, sehingga banyak anggota keluarga tidak berkumpul untuk makan hidangan babi saat Imlek. 

Kemudian masih banyak warga China yang sedang sakit, belum pulih dari dampak Covid. Orang-orang yang sakit ini tidak mengonsumsi daging babi. Kebijakan Zero Covid juga menekan ekonomi China dan mengurangi daya beli masyarakat China. Sehingga mengerem belanja rumah tangga, sekalipun untuk hari raya. 

“Sulit untuk dihitung, tetapi saya memang makan lebih sedikit daging,” kata Will Xu, seorang manajer dana yang tinggal di Shanghai, yang terkena Covid pada pertengahan Desember dan tidak berencana bepergian ke Festival Musim Semi. 


 

“Kami juga makan lebih sedikit sekarang. Tampaknya infeksi mempengaruhi nafsu makan saya terhadap daging,” ujarnya. 

Baca Juga: Ini Rute-Rute Kereta Api Spesial Promo Imlek dengan Harga Rp100 Ribu-Rp200 Ribu Hingga Akhir Januari

Penjualan Zhou Huan, pemilik toko daging di Beijing anjlok hingga 75 persen dari yang ia harapkan tahun ini. 

“Penjualan lambat dan permintaan sangat lesu,” kata Zhou dikutip dari Bloomberg

“Orang-orang tiba-tiba menghilang. Tidak ada yang keluar," ucapnya. 

Berdasarkan McKinsey & Co, daging babi adalah sumber protein utama China. Di negara ini, jutaan orang berprofesi sebagai peternak babi. Perusahaan raksasa produsen daging babi juga banyak berdiri,mereka mengimpor pakan babi dari Amerika Serikat dan Brazil.

Dan Imlek atau Festival Musim Semi, yang tahun ini jatuh pada akhir Januari, adalah saat biasanya daging babi paling diminati.

Baca Juga: Ingat Ya! Cuti Bersama Imlek Senin 23 Januari Tidak Wajib untuk Pekerja Swasta

Sementara itu, para pedagang sudah lebih dulu memotong ternak babi mereka, dengan harapan banyak pembeli. Hal itu membuat pasokan berlimpah, namun pembelian babi di pasar grosir utama China turun menjadi sekitar 64.000 ton bulan lalu, hampir setengah dari tahun lalu.

"Konsumsi mungkin mencapai titik terendah, tetapi harga bisa jatuh lebih jauh," kata Pan Chenjun, analis senior Rabobank. 

“Permintaan daging babi Festival Musim Semi ini akan lebih rendah dari tahun lalu dan bahkan lebih buruk dari tahun sebelumnya. Kasus Covid baru saja memuncak tapi bukan berarti permintaan akan segera kembali,” ucapnya. 

Di sisi lain, turunnya harga daging babi membuat inflasi China melambat. Daging babi adalah komponen makanan utama dalam indeks harga konsumen. Sehingga jika harganya naik, apalagi selama Imlek, akan membuat inflasi melambung.

Hal ini disambut baik oleh Bank Sentral China yang memang punya tugas menjaga inflasi. Angka terbaru untuk bulan Desember menunjukkan, inflasi daging babi melambat dari tahun ke tahun.

Baca Juga: Mudik Imlek Setelah Lockdown, Warga China: Dulu Sangat Takut Covid, Sekarang Tidak

Para pedagang berharap penjualan daging babi akan membaik mulai April 2023 atau memasuki kuartal II tahun ini. Saat itu masyarakat sudah terbiasa dengan pelonggaran aktivitas dan kegiatan ekonomi akan kembali seperti sediakala.

Pasar komoditas secara luas mengharapkan permintaan China pulih dari kuartal kedua karena populasi membangun kekebalan terhadap Covid dan aktivitas ekonomi bangkit kembali.

Tetapi banyak tergantung pada seberapa kuat ekonomi dapat bekerja setelah melambat secara dramatis pada tahun 2022, dengan latar belakang resesi global yang menjulang.

“Permintaan akan meningkat secara bertahap ke depan dan konsumsi secara keseluruhan pada tahun 2023 akan lebih baik dari tahun 2022,” ucap Pan. 

“Tetapi ada juga ketidakpastian besar setelah pembukaan, dan tidak diketahui apakah konsumsi dapat kembali ke level sebelum Covid. Banyak faktor yang berperan tahun ini, seperti kinerja ekonomi dan tingkat pengangguran,” ujarnya.




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x