Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Sri Mulyani Nilai Inggris Krisis Karena Kebijakan Ekonomi Negara Itu Sendiri

Kompas.tv - 30 September 2022, 09:02 WIB
sri-mulyani-nilai-inggris-krisis-karena-kebijakan-ekonomi-negara-itu-sendiri
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebut ekonomi Indonesia masih tahan terhadap kondisi global. Tapi pemerintah pantau situasi ekonomi dunia terkini, seiring jatuhnya Inggris dalam krisis ekonomi. (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

"APBN kalau tidak kuat, tidak akan mungkin melakukan fungsi sebagai shock absorber, bahkan bisa jadi shock producer. Nilai tukar (poundsterling) yang jatuh sampai 20 persen, itu adalah karena APBN-nya (Inggris) menjadi shock producer," pungkasnya.

Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah untuk segera melakukan langkah antisipasi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah.
Lantaran pelemahan nilai tukar akan membuat barang-barang impor menjadi lebih mahal.

"Baik biaya bahan baku maupun juga barang jadi atau barang konsumsi itu akan mengalami kenaikan. Kemudian spesifik lagi adalah bahan pangan karena pangan ini merupakan yang paling fundamental," ujar Bhima kepada Reporter Kompas TV Cindy Permadi, Kamis (29/9/2022).

Baca Juga: Harga Pangan Melonjak di Inggris akibat Perang Rusia-Ukraina hingga Larangan Ekspor CPO RI

"Dimana sebagian ketergantungan impor pangan Indonesia cukup besar. Gula, garam, bawang putih kedelai, gandum, ini yang mengalami kenaikan dan bisa memicu terjadinya imported inflation atau inflasi karena biaya impor menjadi lebih mahal," sambungnya.

Ia menambahkan, hal di atas tentu akan menekan daya beli masyarakat dan membuat prospek pemulihan ekonomi menjadi terganggu.

Yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan bank Sentral, lanjut Bhima, adalah menarik devisa hasil ekspor yang semenjak satu semester terakhir ditopang oleh batubara-sawit yang harganya cukup baik.

"Nah kita tidak menginginkan devisa hasil ekspor ini disimpan di perbankan luar negeri. Kita ingin ditarik pulang dengan berbagai jalan baik insentif maupun kebijakan yang mungkin lebih represif sehingga suplai dari valas di dalam negeri pun juga meningkat," tuturnya.

Selanjutnya, pemerintah harus memperkuat fundamental perekonomian yang ditopang oleh UMKM dan industri pengolahan. Pasalnya, UMKM adalah salah satu penyerap tenaga kerja yang cukup besar.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut APBN Jadi Alat Turunkan Kemiskinan, Targetnya 8,5 Persen di 2023

Sehingga ketika terjadi pelemahan nilai tukar, UMKM yang menjadi penopang dari bahan baku dalam negeri kemudian pasarnya juga adalah pasar lokal ini bisa menahan guncangan dari eksternal.

Berikutnya adalah kebijakan suku bunga. Bhima setuju suku bunga memang harus dinaikkan tapi harus ada insentif juga ke sektor properti dan sektor otomotif yang terdampak dari naiknya tingkat suku bunga.

"Karena suku bunga yang naik artinya bunga KPR juga meningkat, masyarakat mungkin akan mengurangi pembelian dari properti. Ini harus dipikirkan akses akses negatifnya," terang Bhima.

Kemudian soal pangan, harus dipastikan bagaimana menjaga produksi pangan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan.

Pemerintah juga harus bisa mencari substitusi pangan. Misalnya gandum dengan mokas dan sorgum di Indonesia bagian timur.

"Sehingga kita tidak terlalu bergantung pada fluktuasi nilai tukar yang mempengaruhi stabilitas harga pangan," tandasnya.



Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x