Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Program Konversi Batal, Uji Coba Kompor Listrik di Solo dan Denpasar Jalan Terus

Kompas.tv - 30 September 2022, 08:12 WIB
program-konversi-batal-uji-coba-kompor-listrik-di-solo-dan-denpasar-jalan-terus
Salah satu KPM yang menggunakan kompor induksi dalam program uji coba konversi kompor LPG ke kompor (induksi) listrik. (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - PLN telah mengumumkan pembatalan program konversi kompor gas ke kompor listrik. Namun ternyata, uji coba kompor listrik di 2.000 rumah di Solo dan Denpasar tetap jalan.

Direktur Distribusi PLN Adi Priyanto mengatakan, pihaknya akan tetap melanjutkan uji coba konversi kompor LPG 3 kg ke kompor listrik induksi.

"(Uji coba) jalan. Di Solo dan Denpasar. Kami melihat nanti perilaku dari pelanggan ini seperti apa, kemudian kita catat kelemahannya seperti apa, kelebihannya apa, tentunya akan kita report kepada pemerintah," kata Adi seperti dikutip dari Antara, Kamis (29/9/2022).

Ia menyampaikan, program konversi kompor LPG ke kompor listrik dibatalkan atas imbauan pemerintah menyusul kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Baca Juga: Ada yang Lebih Hemat dari LPG 3Kg, Warga Harap Jaringan Gas PGN Segera Mengalir ke Rumah

Sama halnya dengan rencana pengadaan kompor listrik induksi yang ditargetkan bisa mencapai 300.000 unit juga resmi dibatalkan.

"Iya, enggak jadi," ucapnya.

Ia menjelaskan, uji coba kompor listrik dilakukan awalnya karena PLN melihat ada peluang pengembangan kompor listrik.

"1.000 ada di Denpasar, 1.000 ada di Solo, ini kita lihat dulu nanti perkembangannya seperti apa, memperhatikan perilaku masyarakat menggunakan kompor listrik itu seperti apa," ucapnya.


 

Sementara itu Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan PLN sebagai operator hanya menjalankan instruksi pemerintah terkait program konversi kompor listrik. Meski uji coba tetap jalan, Arya menyebut Kementerian ESDM-lah yang punya kewenangan sebagai regulator kebijakan tersebut.

"Kementerian ESDM yang tahu kalau soal diteruskan atau apa, itu bukan ranah kami. Ranah kami hanya melaksanakan saja," sebut nya.

Baca Juga: 189.803 Mobil Dinas akan Diganti Mobil Listrik Secara Bertahap Pakai APBN, Jokowi Sudah Setuju

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, konversi kompor gas ke kompor listrik adalah kebijakan yang inkonsisten, tanpa perencanaan matang, dan tidak ada urgensinya.

Banyak masyarakat yang menentang selama masa uji coba berlangsung. Misalnya para pedagang yang berjualan ketupat dan rendang, yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk memasaknya.

"Belum lagi pedagang keliling seperti pedagang bakso itu, bagaimana mereka memakai kompor listrik," kata Trubus kepada Kompas TV beberapa waktu lalu.

Trubus juga menyebut kebijakan konversi kompor gas ke kompor listrik sebagai kebijakan politis. Ia menyinggung tata kelola gas dalam negeri yang amburadul. Gas sebagai kekayaan negara, lanjutnya, harusnya dikelola oleh negara.

Tapi saat ini gas dikelola oleh pihak ketiga untuk diekspor, lalu Indonesia harus membelinya dari pihak luar. Dengan dibatalkannya kebijakan tersebut, Trubus mengatakan sudah terjadi pemborosan dan penyalahgunaan anggaran.

Baca Juga: Konversi Kompor Listrik Batal, Pemerintah Akan Dorong Program Jaringan Gas

Ia juga memandang gaya komunikasi pemerintah dan PLN saat mensosialisasikan kebijakan itu tidak efektif cenderung buruk. Masyarakat belum mendapatkan pemahaman apakah listrik benar-benar bisa efektif saat digunakan memasak.

"Saya diskusi dengan orang warteg, mereka ngeluh mau dijual berapa dagangannya kalau masak pakai kompor listrik. Sekarang saja harga makanan di warteg sudah naik karena harga BBM," ucap Trubus.

"Pedagang warteg juga khawatir pihak PLN akan seenaknya menaikkan tarif listrik, jika semua warga sudah menggunakan kompor listrik," katanya.

Menurutnya, PLN harus menggenjot pemakaian listrik industri. Karena pemakai listrik terbesar salah UMKM dan home industry. PLN harus berkolaborasi dengan industri dengan memberikan tarif yang murah.

"Jangan dengan tarif yang sekarang, mahal. Kalau tarif listriknya tinggi biaya produksi juga tinggi sehingga harga-harga mahal," ujarnya.



Sumber : Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x