Kompas TV bisnis kebijakan

Wali Kota Surabaya: BUMD yang Tak Efektif Bakal Dilebur

Kompas.tv - 7 Juli 2022, 12:57 WIB
wali-kota-surabaya-bumd-yang-tak-efektif-bakal-dilebur
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan BUMD di Kota Surabaya yang dinilai tidak efektif bakal dilebur atau dimerger. (Sumber: Diskominfo Surabaya)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Purwanto

SURABAYA, KOMPAS.TV – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang dinilai tidak efektif bakal dilebur atau dimerger.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan, dalam catatannya ada sejumlah BUMD yang dinilai kurang efektif sehingga perlu digabung. Penggabungan tersebut bagian dari langkah taktis dan efisiensi penyehatan kembali BUMD yang dinilai kurang efektif.

“Penggabungan tersebut sudah tidak menjadi wacana karena saat ini pemkot telah mengajukan peraturan daerah (perda) terkait BUMD kepada DPRD Surabaya,” kata Mantan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya itu kepada wartawan, Kamis (7/7/2022).

Namun, Eri enggan menyebutkan BUMD mana saja yang bakal dilebur karena pihaknya masih menunggu rampungnya pembahasan perda terkait BUMD tersebut.

"Nunggu perda-nya dulu, ini masih di DPRD," ucapnya.

Baca Juga: Wali Kota Eri Cahyadi Sebut Surabaya Kini dalam Keadaan Genting Covid-19

Sebelumnya dikabarkan bahwa banyak BUMD milik Pemkot Surabaya yang tengah mengalami kerugian. Hal tersebut terungkap dalam Laporan Kegiatan Pertanggung Jawaban (LKPJ) APBD Surabaya 2021 yang digelar di Komisi B DPRD Kota Surabaya beberapa hari lalu.

Ketua Komisi B DPRD Surabaya Lutfiyah meminta Bagian Perekonomian Pemkot Surabaya mengubah strategi sehingga tepat sasaran dalam pengawasan BUMD.

"BUMD harus sehat, sehingga memperoleh laba dan bisa ada dividen. Sehingga sesuai harapan masyarakat," katanya, dikutip Antara.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya Anas Karno pun sebelumnya juga menyoroti salah satu BUMD Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian Surabaya yang merugi karena tarif jasa potong terlalu murah yakni Rp 50.000 untuk setiap pemotongan satu hewan berupa sapi.

"Ini murah, kalau dibiarkan dan diteruskan, saya yakin RPH tidak akan berkembang dan mencapai target pendapatan surplus," ujarnya.

Adapun, Direktur PD RPH Surabaya Fajar Arifianto Isnugroho menuturkan, biaya operasional PD RPH Surabaya lebih besar dari pada pendapatan. Sejumlah komponen yang memicu kerugian diantaranya tanggungan tunggakan pajak dan tarif jasa potong hewan yang murah.

"Selama ini RPH menerapkan manajemen rumah potong tradisional. Jagal hanya dikenakan tarif jasa potong sebesar Rp 50.000. Kemudian semua pekerjaan mulai dari pemotongan hingga pengemasan dilakukan oleh tim mereka," ujarnya menjelaskan.



Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x