Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Siap-Siap, Tahun Depan Ada Agenda Kenaikan Tarif, Ekonom: Bisa Sundut Inflasi Kisaran 5 Persen

Kompas.tv - 29 Desember 2021, 20:04 WIB
siap-siap-tahun-depan-ada-agenda-kenaikan-tarif-ekonom-bisa-sundut-inflasi-kisaran-5-persen

Ilustrasi - Sejumlah agenda kenaikan tarif telah dipersiapkan untuk diterapkan pada tahun 2022. (Sumber: Kompas.tv/Antara)

Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejumlah agenda kenaikan tarif telah dipersiapkan untuk diterapkan pada tahun 2022.

Saat ini, setidaknya sudah ada beberapa agenda kenaikan tarif yang diumumkan, antara lain harga gas Liquified Petroleum Gas (LPG) atau elpiji nonsubsidi sebesar Rp 1.600 hingga Rp 2.600 per kilogram.

Peningkatan harga LPG ini bahkan sudah dilakukan per 25 Desember 2021. Meski, khusus harga LPG 3 kilogram masih tetap karena disubsidi pemerintah.

Lalu, wacana kenaikan tarif listrik golongan pelanggan non-subsidi dengan skema tarif penyesuaian. Dalam hal ini, diperkirakan tarifnya naik dari Rp 18.000 hingga Rp 101.000 per bulan sesuai dengan golongannya.

Selanjutnya, ada rencana peningkatan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan wacana penghapusan BBM di bawah RON 92 yakni Premium.

Selain itu, harus bersiap juga dengan peningkatan beberapa harga barang karena peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta tarif cukai hasil tembakau (CHT) dengan rata-rata kenaiakan 12 persen dan khusus untuk SKT ditetapkan 4,5 persen.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan, peningkatan harga tersebut bakal memicu inflasi di tahun 2022 ke kisaran 5 persen year on year (yoy), atau lebih tinggi dari kisaran sasaran Bank Indonesia (BI) yang sebesar 3 persen plus minus 1 persen.

Baca Juga: Kenaikan Harga Minyak Goreng Penyebab Inflasi November 0,37 Persen

“Belum lagi, akan ada risiko peningkatan harga kebutuhan pokok, seperti pangan yang dipengaruhi oleh pasokan pangan karena adanya La Nina dan peningkatan permintaan menjelang Ramadhan 2022,” ujarnya, Selasa (28/12/2021), dikutip dari Kontan.co.id.

Risiko tidak berhenti sampai di situ, lanjutnya, ada juga risiko terkait dengan imported inflation, seiring dengan gonjang-ganjing nilai tukar rupiah karena normalisasi kebijakan moneter bank-bank sentral dunia.

Imbas peningkatan inflasi ini nantinya dirasakan juga oleh rumah tangga, terutama kelompok menengah bawah. “Ada kecenderungan rumah tangga kemudian mengurangi pengeluaran sekundernya, sebagai dampak dari kenaikan harga energi dan kenaikan harga kebutuhan pokok,” jelas Bhima.

Akan tetapi, Bhima melihat, tetap ada kemungkinan positif di tahun depan terkait prospek konsumsi rumah tangga yaitu, dari pembukaan sektor perekonomian yang bisa mengungkit pendapatan masyarakat, terutama di sektor komoditas imbas naiknya permintaan ekspor.

Sehingga dengan demikian, Bhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun depan masih akan terjaga di kisaran 4,5 persen yoy sampai 5,0 persen yoy.

Guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus tetap berupaya keras dalam menjaga stabilitas harga, mengingat ini sangat dekat dengan konsumsi rumah tangga yang menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia. Bhima pun memberikan imbauan pada pemerintah.

Pertama, pemerintah bisa menjaga agar kenaikan harga energi tak terlalu tinggi pada tahun 2022 dengan memberikan instruksi kepada Pertamina untuk memangkas laba dan menahan kenaikan harga gas maupun BBM.

Kedua, pemerintah menjaga peningkatan harga pangan dengan memastikan stok pangan cukup setidaknya jelang Ramadhan. Dalam hal ini, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) perlu kerja keras untuk memetakan risiko kebutuhan pangan di tiap daerah.

Ketiga, pemerintah harus menyiapkan substitusi produk impor terutama pangan dan bahan baku industri karena gejolak harga barang impor berisiko terjadi.

Plus, pemerintah harus getol mengawasi praktik penimbunan bahan pangan impor dan penyelundupan di daerah rawan perbatasan

Keempat, ia menilai pemerintah dan BI tetap harus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan berbagai cara, termasuk meningkatkan suku bunga pinjaman lebih cepat sebagai antisipasi dari tapering off. 



Sumber : Kompas TV/Kontan.co.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x