Kompas TV bisnis kebijakan

Belum Terjawab, Alasan Pemerintah Alihkan Emisi Karbon Jadi Barang Kena Pajak Bukan Cukai

Kompas.tv - 18 Oktober 2021, 09:50 WIB
belum-terjawab-alasan-pemerintah-alihkan-emisi-karbon-jadi-barang-kena-pajak-bukan-cukai
Ilustrasi emisi karbon dioksida. Pemerintah mulai tahun depan akan menarik pajak karbon dengan sasaran pertama adalah PLTU Batubara. (Sumber: SHUTTERSTOCK/aapsky)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah semula merencanakan emisi karbon untuk masuk dalam daftar barang kena cukai, sekarang dialihkan menjadi barang kena pajak.

Pengalihan tersebut kemudian dinilai oleh banyak pihak kurang cocok, mengingat tujuan utamanya adalah pembatasan penggunaan emisi karbon.

Melansir dari Kompas.id, Minggu (17/10/2021), dari sisi legislator, anggota Komisi XI DPR RI fraksi PDI-P Andreas Eddy Susetyo, menilai bahwa penetapan emisi karbon sebagai barang kena pajak kurang sesuai dengan esensi perpajakan di Indonesia.

Menurutnya, dengan mempertimbangkan faktor lingkungan, kesehatan, dan misi pengendalian, lebih tepat karbon dijadikan sebagai barang kena cukai.

”Karbon harusnya masuk dalam kategori cukai karena ini akan mengatur sisi eksternalnya. Konsepnya, kan, cukai, yaitu bagaimana pengendalian terhadap konsumsinya,” katanya.

Sejalan dengan Eddy, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan, penetapan karbon sebagai barang kena pajak kurang sesuai dengan tujuan pembatasan penggunaan.

”Jika berlandaskan pada tujuan pemerintah untuk pengendalian terhadap konsumsi karbon, idealnya menggunakan konsep cukai,” tuturnya.

Baca Juga: Atasi Krisis Lingkungan, Para Ulama Dukung Penerapan Pajak Karbon

Kemudian, Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai  obyek dari pajak karbon memiliki karakteristik sebagai obyek cukai.

Meski emisi karbon bukan obyek cukai, menurutnya, karakteristik emisi karbon lebih sesuai untuk masuk ke dalam daftar barang kena cukai.

”Pemerintah yang selanjutnya bisa saja mengenakan cukai atas emisi karbon karena sudah ada basis legalnya. Oleh karena itu, ini menjadi potensi pengenaan pungutan berganda di kemudian hari,” kata Fajry.

Di sisi lain, karakteristik emisi karbon yang sangat sesuai sebagai barang kena cukai memunculkan potensi akan kemunculan pungutan berganda oleh pemerintah di kemudian hari, baik dari penarikan pajak maupun pungutan cukai.

Sementara, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian keuangan Neilmaldrin Noor sempat menerangkan, pemerintah menyusun peta jalan tahapan pengenaan pajak atas emisi karbon dengan menyasar berbagai sektor.

”Untuk tahap pertama, pajak karbon diterapkan terhadap PLTU batubara. Perluasan nanti disesuaikan dengan roadmap yang akan disusun bersama kementerian/lembaga dan DPR,” terangnya.

Skema awal

Sebelumnya, tepatnya pada tahun lalu ada dua skema yang disampaikan oleh otoritas kepabeanan dan cukai kepada legislator di DPR RI untuk menjadikan emisi karbon sebagai barang kena cukai.

Skema ini ada, sebelum dilakukannya penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Kala itu, pemerintah secara intensif telah menyusun peta jalan mengenai cukai emisi karbon.

Skema pertama, dengan menggunakan tolok ukur yang berlaku di banyak negara di dunia, yakni cukai emisi dikenakan terhadap pembelian kendaraan bermotor.

Sedangkan, skema kedua, persis seperti yang sudah diimplementasikan di sejumlah negara di Eropa, yakni dengan mengenakan cukai atas emisi kendaraan bermotor secara periodik, misalnya setahun sekali.

Tetapi kemudian, pemindahan emisi karbon dari barang kena cukai menjadi barang kena pajak dilakukan saat pembahasan Rancangan UU HPP.

Dalam RUU HPP, pajak karbon ditetapkan untuk diterapkan pada sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara mulai 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan pada batas emisi.

Tarif sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan. Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengukuran kewajiban pajak karbon.

Sayangnya, hal mendasar yang dilakukan pemerintah atas pengalihan emisi karbon dari barang kena cukai menjadi barang kena pajak sejauh ini masih belum terjawab.

Baca Juga: Pajak Karbon Dimulai Tahun Depan, Sektor Awal yang Disasar adalah PLTU Batubara

 




Sumber : Kompas TV/Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x