Kompas TV bisnis kebijakan

Belum Terjawab, Alasan Pemerintah Alihkan Emisi Karbon Jadi Barang Kena Pajak Bukan Cukai

Kompas.tv - 18 Oktober 2021, 09:50 WIB
belum-terjawab-alasan-pemerintah-alihkan-emisi-karbon-jadi-barang-kena-pajak-bukan-cukai
Ilustrasi emisi karbon dioksida. Pemerintah mulai tahun depan akan menarik pajak karbon dengan sasaran pertama adalah PLTU Batubara. (Sumber: SHUTTERSTOCK/aapsky)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Purwanto

Di sisi lain, karakteristik emisi karbon yang sangat sesuai sebagai barang kena cukai memunculkan potensi akan kemunculan pungutan berganda oleh pemerintah di kemudian hari, baik dari penarikan pajak maupun pungutan cukai.

Sementara, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian keuangan Neilmaldrin Noor sempat menerangkan, pemerintah menyusun peta jalan tahapan pengenaan pajak atas emisi karbon dengan menyasar berbagai sektor.

”Untuk tahap pertama, pajak karbon diterapkan terhadap PLTU batubara. Perluasan nanti disesuaikan dengan roadmap yang akan disusun bersama kementerian/lembaga dan DPR,” terangnya.

Skema awal

Sebelumnya, tepatnya pada tahun lalu ada dua skema yang disampaikan oleh otoritas kepabeanan dan cukai kepada legislator di DPR RI untuk menjadikan emisi karbon sebagai barang kena cukai.

Skema ini ada, sebelum dilakukannya penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Kala itu, pemerintah secara intensif telah menyusun peta jalan mengenai cukai emisi karbon.

Skema pertama, dengan menggunakan tolok ukur yang berlaku di banyak negara di dunia, yakni cukai emisi dikenakan terhadap pembelian kendaraan bermotor.

Sedangkan, skema kedua, persis seperti yang sudah diimplementasikan di sejumlah negara di Eropa, yakni dengan mengenakan cukai atas emisi kendaraan bermotor secara periodik, misalnya setahun sekali.

Tetapi kemudian, pemindahan emisi karbon dari barang kena cukai menjadi barang kena pajak dilakukan saat pembahasan Rancangan UU HPP.

Dalam RUU HPP, pajak karbon ditetapkan untuk diterapkan pada sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara mulai 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan pada batas emisi.

Tarif sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan. Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengukuran kewajiban pajak karbon.

Sayangnya, hal mendasar yang dilakukan pemerintah atas pengalihan emisi karbon dari barang kena cukai menjadi barang kena pajak sejauh ini masih belum terjawab.

Baca Juga: Pajak Karbon Dimulai Tahun Depan, Sektor Awal yang Disasar adalah PLTU Batubara

 




Sumber : Kompas TV/Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x