Kompas TV bisnis kebijakan

JKP Baru Berlaku 2022, Pekerja yang Kena PHK Masih Bisa Cairkan JHT Jamsostek

Kompas.tv - 5 Oktober 2021, 15:51 WIB
jkp-baru-berlaku-2022-pekerja-yang-kena-phk-masih-bisa-cairkan-jht-jamsostek
Klaim Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan kini bisa dilakukan dengan banyak cara. (Sumber: Dok. BPJS)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan, saat ini pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) masih bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) dalam program BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK).

Sementara program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) baru akan diterapkan pada tahun 2022 sesuai dengan amanat undang-undang.

"Sampai saat ini, Kemenaker berpandangan bahwa Permenaker 19/2015 terkait manfaat JHT masih relevan, mengingat saat ini situasi dan kondisi ketenagkerjaan masih dihadapkan pada dampak pandemi Covid-19," kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/10/2021).

Permenaker 19/2015 menyebutkan, pekerja bisa mengambil seluruh manfaat JHT setelah berhenti bekerja, baik karena di PHK ataupun mengundurkan diri, setelah melewati masa tunggu satu bulan.

Baca Juga: Ini Daftar Daerah yang Bolehkan Anak di Bawah 12 Tahun Masuk Mal

Namun Indah mengakui, pihaknya akan merevisi aturan terkait JHT. Hal itu dilakukan untuk mengembalikan fungsi JHT seperti semula. Lantaran dalam kondisi pandemi, klaim pencairan JHT meningkat tajam karena syaratnya yang mudah.

Hal itu membuat fungsi JHT yang harusnya dinikmati saat tua atau ketika pensiun bergeser menjadi dana darurat pekerja yang berhenti bekerja.

Berdasarkan data BPJAMSOSTEK, hingga Agustus 2021 tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi oleh pengundurkan diri dan PHK.

Mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah dibawah Rp10 juta dan rentang umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun.

“Kami merevisi Permenaker Nomor 19 tersebut, kami kembalikan kepada filosofi JHT, yaitu benar-benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015,” tutur Indah.

Kemudahan mencairkan JHT akhirnya juga dimanfaatkan oleh pekerja yang menggunakan modus seolah-olah di-PHK untuk dapat melakukan klaim.

Baca Juga: NIK Jadi NPWP, Semua Orang Bakal Kena Pajak? Ini Alasan Sri Mulyani

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyampaikan, pencairan JHT sebaiknya dikembalikan ke konsep UU Nomor 24 Tahun 2011, seperti praktik yang berlaku di dunia internasional berupa old saving. 

"Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk pembangunan ekonomi. Ketika Jaminan Hari Tua diubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit karena bisa diambil setelah dipecat, memang menjadi hilang filosofinya," kata Elly dalam siaran pers yang sama.

Lantas bagaimana skema JKP jika sudah bertamu tahun depan?

Mengutip Permenaker No 15 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan, JKP adalah jaminan sosial yang diberikan kepada Pekerja/Buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan Pelatihan Kerja.

Pemberi manfaat JKP berupa uang tunai bagi pegawai yang terkena PHK adalah BPJS Ketenagakerjaan / BP Jamsostek. Sementara pemberian manfaat JKP berupa akses informasi pasar kerja dan Pelatihan Kerja diselenggarakan oleh Kemenaker.

Baca Juga: Asyik, Ada 7 Bansos yang Masih Cair di Bulan Oktober

Manfaat uang tunai dari JKP bagi pegawai yang terkena PHK diberikan setiap bulan paling banyak 6 bulan upah dengan ketentuan 45 persen dari upah untuk 3 bulan pertama dan 25 persen dari Upah untuk 3 bulan berikutnya.

Upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai dari JKP, adalah upah terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas upah yang ditetapkan.

Batas atas upah untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp5 juta. Jika upah pekerja/buruh yang terkena melebihi batas atas upah, maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai bagi korban PHK sebesar batas atas upah.

Setelah pekerja yang sudah di PHK atau mengundurkan diri memasuki masa pensiun, baru bisa mengambil JHT. Sehingga JHT kembali pada fungsinya untuk menjamin kehidupan pekerja setelah pensiun.



Sumber :



BERITA LAINNYA



Close Ads x