Kompas TV bbc bbc indonesia

Dewas KPK Diminta Umumkan Hasil Penyelidikan Dugaan Gratifikasi meski Lili Pintauli Sudah Mundur

Kompas.tv - 12 Juli 2022, 14:09 WIB
dewas-kpk-diminta-umumkan-hasil-penyelidikan-dugaan-gratifikasi-meski-lili-pintauli-sudah-mundur
Mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (Sumber: Dok. KPK)
Penulis : Redaksi Kompas TV

"Presiden Jokowi sudah menandatangani Keppres Pemberhentian LPS," kata Faldo kepada wartawan, Senin (11/07).

Dia menjelaskan penerbitan keppres itu merupakan prosedur administrasi yang disyaratkan dalam Undang-Undang KPK.

Dimintai tanggapan atas keputusan sidang etik tersebut, Lili berujar singkat: "Terima kasih, majelis. Saya menerima penetapan majelis."

'Umumkan kepada publik hasil investigasi'

Namun peneliti dari LSM Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, meminta Dewan Pengawas tidak 'menutup' hasil temuan mereka.

"Saya kira Dewan Pengawas bisa mengumumkan ke publik bukti-bukti sementara yang mereka sudah dapatkan, dan juga sebenarnya preseden-preseden lain selama proses investigasi," kata Alvin.

Langkah ini, lanjutnya, sebagai bentuk tanggung jawab KPK terkait dugaan gratifikasi oleh eks pimpinannya.

"Saya kira itu mendesak dilakukan dalam jangka waktu pendek ini," katanya.

Hal ini ditekankan Alvin, karena sebagian pegiat antikorupsi menduga tuduhan gratifikasi itu kemungkinan terkait perkara yang diusut KPK.

Lili pernah melanggar kode etik, gajinya dipotong

Apalagi, menurutnya, Lili pernah divonis melanggar kode etik karena berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Muhammad Syahrial, Juni 2021.

Saat itu Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok Rp1,8 juta selama setahun.

Semula Lili menyangkal tuduhan itu, namun Dewan Pengawas menyatakan memiliki bukti-bukti tentang dugaan itu.

"Banyak pelanggaran etik yang bisa diteruskan ke ranah pidana, misalnya dalam kasus Lili menerima gratifikasi dari Pertamina," ujarnya.

"Yang sebenarnya bisa diusut lebih dalam, jika Dewan Pengawas bisa melakukan pengusutan lebih mendalam," tambah Alvin.

Sebagai pejabat negara, menurutnya, seharusnya Lili melaporkan bahwa dirinya menerima gratifikasi itu. "Tapi ternyata dia tidak melaporkan."

Dengan pengusutan lebih lanjut, demikian Alvin, dapat dibongkar motif dan tujuan di balik pemberian gratifikasi dari Pertamina kepada Lili.

BBC News Indonesia telah menghubungi Juru bicara KPK, Ali Fikri, melalui pesan tertulis ke telepon genggamnya, namun tidak memberikan tanggapan, sampai berita ini diturunkan, Senin (11/07).

Namun dalam berbagai kesempatan, Ali Fikri kepada pers, pernah mengatakan: "KPK tentu mendukung proses penegakan etik yang sedang berlangsung di Dewan Pengawas."

Persoalan gratifikasi diatur dalam Pasal 128 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Dalam Pasal Satu disebutkan, setiap gratifikasi kepada penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Dengan ketentuan, nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi itu bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.

Adapun yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Dalam Pasal Dua dijelaskan, pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun, dan paling lama 20 tahun.

Serta, pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak satu miliar rupiah.






Sumber : BBC


BERITA LAINNYA



Close Ads x