Kompas TV bbc bbc indonesia

Normalisasi Ibadah di Masjid selama Ramadan Dibayangi Penularan Covid-19

Kompas.tv - 16 April 2022, 13:36 WIB
normalisasi-ibadah-di-masjid-selama-ramadan-dibayangi-penularan-covid-19
Ilustrasi: Suasana buka puasa di sebuah masjid di Denpasar, Bali, 12 April 2022. (Sumber: Johannes P. Christo/Getty)
Penulis : Vyara Lestari

Ghozi bin Said Abudan, salah-seorang pengurus masjid itu, mengaku pihaknya tidak lagi bisa memaksa jamaahnya untuk menjaga jarak atau mengenakan masker.

Alasannya, situasi sekarang "sudah bisa dikatakan normal". Itulah sebabnya, pihaknya tidak lagi menerapkan jaga jarak saat salat berjamaah, misalnya.

Meskipun demikian, pengelola masjid tetap menyediakan sabun untuk mencuci tangan di tempat wudu. "Tapi tidak semua jamaah mau melakukannya."

"Itu kembali kepada kesadaran masing-masing. Kami juga tak bisa memaksa jemaah untuk bermasker.

"Tapi kita tetap waspada. Saya juga pakai masker kalau berada di kerumunan di luar," akunya kepada saya di ruangan kerjanya, awal April lalu.

Seperti apa situasi Masjid al-Makmur saat Covid 'menggila'?

Pada akhir April 2020, ketika saya mendatangi Masjid al-Makmur, pintu gerbangnya ditutup. Mereka tidak menggelar salat jamaah untuk umum saat itu.

Saat itu, saya masih ingat, Gubernur DKI Jakarta memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga akhir Mei 2020.

Dalam pasal 11 disebutkan kegiatan ibadah di masjid dihentikan dan warga diminta salat di rumah untuk menghentikan penyebaran wabah virus Corona.

Kawasan Tanah Abang ketika itu masuk kategori zona merah. Di wilayah itu, sampai pertengahan April 2020, ada 60 pasien positif virus Corona.

Saya teringat pula, selagi diberlakukan kebijakan penutupan masjid, ada cerita sebagian umat Islam menolaknya.

Mereka kemudian berusaha mencari masjid lain yang memilih buka. "Ada warga sekitar yang meminta kita menggelar ibadah salat berjamaah," Ghozi mengenang.

Di sinilah, Ghozi, seperti yang dilakukan pemimpin masjid lainnya, berusaha mencari jawaban yang tepat agar alasan penutupan masjid dapat diterima.

'Masjidil Haram saja ditutup, mengapa di sini tak ditutup?'

"Masjidil Haram saja bisa ditutup, kenapa di sini tidak bisa ditutup," Ghozi mengulangi lagi argumennya. Diakuinya ada yang bisa menerima dan ada pula yang menolak.

Kisah warga yang berkukuh menolak penutupan masjid itu saya dapatkan salah-seorang jamaah Masjid al-Makmur. Namanya Yazid Salim, 60 tahun.

Dua tahun lalu, saya bertemu dan mewawancarainya. Dia berjualan penganan kamir dengan gerobaknya di dekat masjid itu.

Pekan lalu, saya bertemu lagi dengan Yazid. Kali ini dia ditemani anaknya saat membolak-balik kamir dari wajan.

'Covid hampir merenggut nyawa saya'

Yazid ketika itu dapat memahami penutupan itu. Dia sejak awal meyakini Covid itu ada dan menular. Keyakinannya tidak luntur apalagi dia kemudian terpapar.

"Hampir merenggut nyawa saya. Alhamdulillah dapat melawan [Covid]," Yazid bercerita dalam logat Betawi yang kental.

"Jangan macem-macem deh. Saya yakin ada [virus Corona], karena saya merasakan. Saya jadi korbannya." Pria 60 tahun ini lalu tertawa getir.

Sebelum bertemu Ghozi dan Yazid, saya mendatangi Masjid al-Barkah di Gang Lontar Atas, masih di kawasan Tanah Abang, Jakarta.

Pada Ramadan dua tahun silam, masjid itu masih menggelar salat bersama, tetapi jemaahnya sangat dibatasi.

'Karpet sudah digelar dan tak ada jarak'

Kini semuanya sudah berubah. Karpet pun sudah digelar seperti sedia kala, dan "salat jamaahnya tidak ada jarak lagi," ungkap Aldo Kahfi, kelahiran 1995, salah seorang pengurus Masjid al-Barkah.

Seperti di Masjid Said Naum dan al-Makmur, Aldo dan kawan-kawannya sore itu sedang menyiapkan penganan dan minuman untuk buka bersama.

"Situasinya normal, mirip seperti Ramadan 2019 dan tahun-tahun sebelumnya," tambah Aldo. "Saya sangat bersyukur, karena suasana Ramadannya terasa lagi."

Kebijakan Aldo dkk melonggarkan aktivitas di Masjid al-Barkah didasarkan kebijakan pemerintah yang secara umum telah mengurangi pembatasan.

Dia juga terus memantau data penurunan kasus Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia.

"Itu sudah cukup untuk dijadikan pegangan untuk melakukan ibadah Ramadan secara normal," katanya.

Itulah sebabnya, Aldo mengaku saat ini tidak terlalu khawatir terhadap kemungkinan ada penularan di setiap kegiatan ibadah di masjidnya. Apalagi vaksinasi terus digencarkan, ujarnya.

"Mungkin masih ada beberapa yang positif [terpapar], cuma enggak parah seperti tahun-tahun sebelumnya," tandasnya.

Di Jakarta, saat ini berlaku Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level dua, hingga 18 April 2022.

Merujuk pada aturan itu, masjid dibolehkan menggelar ibadah dengan dibatasi maksimal 75% orang.

Para pengelolanya juga diharapkan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Kembali lagi ke sosok Aurilio Saputra, yang saya temui di sela-sela buka puasa di Masjid Said Naum, awal April lalu.

Saat saya wawancara, Rio mengenakan masker dan menyadari, meski situasinya sudah mendekati normal, dia harus tetap waspada.

Dia tetap khawatir akan ada lagi gelombang baru Covid jika warga atau dirinya lengah.

"Semoga enggak ada gelombang baru [Covid]," ujarnya.

Dia lalu teringat apa yang dialaminya saat pandemi Covid berada di fase puncaknya, yaitu ekonominya yang "hancur-hancuran" dan "serba minus."







Sumber : BBC



BERITA LAINNYA



Close Ads x