Kompas TV nasional hukum

KPK Kembali Tetapkan Hakim Agung Jadi Tersangka, Pakar Hukum Tata Negara: Mafia di MA Sudah Lama

Kompas.tv - 10 November 2022, 20:06 WIB
kpk-kembali-tetapkan-hakim-agung-jadi-tersangka-pakar-hukum-tata-negara-mafia-di-ma-sudah-lama
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (10/11/2022). (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu tersangka baru dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). 

Satu tersangka baru ini merupakan hakim agung MA. Saat ini, KPK sedang menyusun konstruksi perkara yang menyeret hakim agung tersebut. 

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai indikasi soal jual beli perkara di MA memang sudah lama mencuat.

"Di Mahkamah Agung ini sudah lama ada indikasi soal jual-beli perkara. Dari kasus yang ada saja, ada sepuluh yang sudah ditersangkakan, yang enam dari Mahkamah Agung. Satu hakim agung, limanya itu ada panitera, ada staf. Kemudian ada empat yang orang luar," tutur Bivitri dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (10/11/2022).

Menurutnya, dari kasus suap pengurusan perkara di MA yang tengah ditangani KPK saat ini, sudah terlihat adanya mafia jual beli perkara. 

"Sebenarnya dari jabaran kasus ini saja sudah terlihat bahwa ini mafia. Jadi kalau pertanyaannya, 'Ada apa dengan Mahkamah Agung?' Saya kira sudah lama di Mahkamah Agung ini bercokol orang-orang yang tidak hanya hakim tapi juga staf dan juga orang-orang yang berusaha menyuap dan sekarang ini jadi terbongkar semua."

"Saya kira bagus sekali kalau didalami lebih lanjut," sambungnya. 

Baca Juga: KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap Perkara di MA: Satu di Antaranya Hakim Agung

Bivitri menilai indikasi jual beli perkara di MA ini membuktikan lemahnya pengawasan terhadap hakim. Terlebih setelah wewenang pengawasan Komisi Yudisial dilemahkan.

Dalam hal ini, Badan Pengawas (Bawas) MA menjadi lebih berperan dibanding pihak di luar MA. Di sisi lain, dia menilai, sistem pegawasan MA juga belum membuka ruang bagi publik untuk bisa mengadu secara langsung. 

Baca Juga: Bocoran KPK soal Hakim Agung Tersangka Baru Kasus Suap MA: Pernah Dipanggil Jadi Saksi

"Ini yang gagal mendeteksi adanya mafia ini, (Bawas) lebih banyak mendeteksi perilaku-perilaku lainnya seperti perselingkuhan, narkoba tapi tindak pidana korupsi belum ada yang terungkap," ujar pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu. 

Selain pengawasan, menurut Bivitri, rekrutmen hakim agung juga perlu menjadi sorotan. Menurutnya, rekrutmen hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial masih ada kelemahan.

Semisal rekam jejak para calon hakim agung banyak yang tidak mendapat perhatian yang cukup. Sehingga para hakim agung, bahkan yang tertangkap KPK saat ini, pernah dipertanyakan oleh masyarakat sipil saat proses rekrutmen.

"Jadi dua tempat ini harus menjadi perhatian, dari pengawasannya dan rekrutmennya. Sebenarnya banyak lagi yang harus dibongkar dalam konteks SDM (sumber daya manusia, red) hakim," ujar Bivitri. 

Baca Juga: KPK Geledah Ruangan Sekretaris dan Hakim Agung Terkait Kasus Suap Pengurusan Perkara di MA

Sementara itu, sepuluh tersangka yang telah ditetapkan KPK dalam kasus suap pengurusan perkara di MA adalah Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB). Mereka sebagai penerima suap.

Adapun tersangka pemberi suap yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).


 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x