Kompas TV nasional hukum

Setelah Putus, Mantan Pacar Meminta Kembali Barang dan Uang Pemberiannya, Apakah itu Pemerasan?

Kompas.tv - 8 September 2022, 08:34 WIB
setelah-putus-mantan-pacar-meminta-kembali-barang-dan-uang-pemberiannya-apakah-itu-pemerasan
Ilustrasi hubungan cinta putus di tengah jalan (Sumber:Kompas.com -)
Penulis : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Hubungan asmara tidak selamanya berjalan mulus. Sering juga berujung putus di tengah jalan. Namun bagaimana bila sang mantan yang sudah putus meminta semua uang dan pemberian yang sudah dia berikan ketika masih pacaran?

Abdul Rozak, S.E., M.H. (Penyuluh Hukum Ahli Muda dari tim konsultasi hukum Kementerian Hukum dan HAM ) memberikan jawaban dalam situs bphn.go.id di bawah Kementerian Hukum dan HAM. 

Dari sisi hukum, jika barang-barang tersebut Anda terima sebagai pemberian/hibah dari si lelaki, maka Anda adalah pemilik sepenuhnya barang-barang (pemberian/hibah) tersebut. 

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1666 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut: “Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.” 

Mengenai pemberian/hibah, Subekti menjelaskan bahwa sebagai suatu perjanjian, pemberian (schenking) itu seketika mengikat dan tak dapat dicabut kembali begitu saja menurut kehendak satu pihak (lihat Prof. Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, 2001, hal. 165). 
Pemberian barang-barang bergerak (seperti baju, cincin, sepatu, dan jam tangan) dan piutang-piutang yang berupa surat bawa (aan toonder) adalah sah dengan penyerahan begitu saja (lihat Pasal 1687 KUHPer).

Sedangkan, pemberian barang-barang tak bergerak dan hak piutang atas nama harus dilakukan dengan akta notaris (lihat Pasal 1682 KUHPer). 

Jadi, secara hukum mantan pacar Anda tidak punya hak untuk menarik kembali semua barang yang pernah dia berikan kepada Anda, kecuali Anda setuju untuk mengembalikan barang-barang tersebut. Selain itu, secara moral dan kepatutan pun adalah tidak pantas menarik kembali barang-barang yang telah diberikan kepada orang lain.

Di sisi lain, mantan pacar Anda bisa saja tidak mengakui telah memberikan barang-barang tersebut kepada Anda sebagai hadiah. Karena biasanya pemberian itu dilakukan secara lisan saja, tanpa ada bukti tertulis. Sehingga, mantan pacar Anda dapat mengatakan bahwa dia, misalnya, hanya meminjamkan barang-barang tersebut kepada Anda, lalu sekarang dia ingin memintanya kembali.

Jika mantan pacar Anda tidak mengakui memberikan barang-barang tersebut dan sampai menggugat Anda ke pengadilan, maka Anda harus mempersiapkan bukti-bukti untuk mendukung posisi Anda. 
Selain bukti tertulis dan pengakuan, alat-alat bukti lainnya dalam hukum acara perdata adalah saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah (lihat Pasal 164 HIR jo. Pasal 1866 KUHPerdata).

Kemudian, jika Anda merasa terancam dan ketakutan atas ancaman-ancaman yang dilakukan mantan pacar Anda itu, Anda dapat melaporkannya ke polisi atas tuduhan perbuatan yang tak menyenangkan. Kemungkinan dia bisa dijerat Pasal 335 ayat (1) KUHP yang rumusannya sebagai berikut: Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 4.500: Ke-1: barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain. 

Mengenai perbuatan tidak menyenangkan, didalam Pasal 335 KUHP mengatur tentang perbuatan memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, selengkapnya berbunyi:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; 2. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. 2. Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. Denda pada pasal di atas dilipatgandakan 1.000 kali sehingga menjadi maksimal Rp4,5 juta sesuai dengan Pasal 3 Perma 2/2012. 

Sehingga, rumusan Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP yang tadinya mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan menjadi berbunyi: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Sehingga unsur perbuatan tidak menyenangkan tidak lagi berlaku untuk Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP, dan pasal tersebut tidak lagi bisa disebut pasal perbuatan tidak menyenangkan. Unsur Pasal Pemaksaan dengan Kekerasan atau Ancaman, untuk dapat dijerat Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut: a. Barang siapa; b. Secara melawan hukum; c. Memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu; d. Memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. 


Disclaimer: Jawaban konsultasi hukum semata-mata hanya sebagai pendapat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana dengan putusan pengadilan. Dasar Hukum: 1. KUHPerdata 2. KUHP.
 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x