JAKARTA, KOMPAS.TV- Sri Lanka telah menyatakan dirinya bangkrut karena tidak bisa membayar utang yang menumpuk. Kondisi ekonomi Sri Lanka yang kacau membuat rakyat marah dan merangsek masuk ke kediaman Presiden Sri Lanka. Aksi tersebut tidak bisa dihalangi oleh militer Sri Lanka.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari negaranya, kemudian mengirim surat pengunduran diri dari pelariannya di Singapura. Melihat yang terjadi di Sri Lanka, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai negara itu kini mendekati fase negara gagal atau failed state.
Pasalnya, pemerintah Sri Lanka tidak bisa mengatasi masalah ekonomi dan kini kehilangan legitimasinya.
"Sri Lanka bisa mengarah ke negara gagal karena gejolaknya bukan hanya ekonomi, tapi juga gejolak politik. Legitimasi pemerintah sudah tidak ada. Pemerintah kehilangan kendali di sektor ekonomi dan juga militernya. Rumah presidennya bisa diserbu. Pemerintah juga hilang kendali birokrasinya," kata Bhima saat diwawancara Kompas TV, Jumat (15/7/2022).
Baca Juga: Simak Tips Keuangan Aman Saat Resesi Ekonomi
Ia menjelaskan, suatu negara yang bangkrut memang bisa menjadi negara gagal. Negara bangkrut adalah negara yang tidak bisa membayar pinjaman atau kewajiban bunga pinjaman kepada krediturnya. Serta tidak ada negara atau kreditur yang mau memberikan pinjaman lagi.
Sedangkan negara gagal, kata dia, adalah negara yang kehilangan legitimasi.
"Otoritas dianggap tidak punya legitimasi. Tidak bisa menjaga perbatasan, kedaulatan negara. Negara gagal adalah terusan dari negara bangkrut yang bisa jadi negara gagal," ujar Bhima.
Memang tidak semua negara bangkrut akan menjadi negara gagal. Karena ada sejumlah negara yang sudah bangkrut berkali-kali, namun tidak berakhir menjadi negara gagal. Contohnya adalah Yunani.
Baca Juga: RI Masuk Daftar Negara Terancam Resesi Bareng Sri Lanka, Sri Mulyani Bilang Begini
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.