Kompas TV nasional peristiwa

Proses Legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dinilai dalam Ancaman

Kompas.tv - 24 November 2021, 22:44 WIB
proses-legislasi-ruu-tindak-pidana-kekerasan-seksual-dinilai-dalam-ancaman
Ilustrasi kekerasan seksual di universitas. MUI menjelaskan di balik fatwa cabut atau revisi permendikbud 30 PPKS (Sumber: Kompas TV/Ant/Andreas Fitri Atmoko)
Penulis : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Rancangan Undang-undang Tindak Kekerasan Seksual (RUU TPKS)
yang saat ini dibahas Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Badan Legislasi DPR RI dalam titik
potensi pergeseran serius dari tujuan dusulkannya RUU.

Hal itu diungkap Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, Rabu (24/11/2021).

Dalam Rapat-Rapat Panja, seperti pada 1 November 2021, beberapa anggota seperti
dari fraksi PKS, PPP, PAN dan Gerindra mengusulkan perubahan judul RUU, yakni mengeluarkan/menghilangkan kata “kekerasan” dari judul semula sehingga menjadi “RUU
Tindak Pidana Seksual”. 


Pasalnya, RUU ini dikehendaki bisa menjangkau (mempidanakan) hubungan seksual yang bersifat amoral/asusila seperti zina, hubungan seksual yang dianggap menyimpang, atau seks bebas.

Baca Juga: Baleg akan Terbang ke Ekuador dan Brasil Terkait RUU PKS, Ini Penjelasan Wakil Ketua DPR

Keinginan sejumlah pihak ini semakin menguat dengan narasi-narasi dukungan yang masif disebarluaskan terkait penolakan terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbud PPKS). 

Para penolak menganggap Permendikbud melegalkan kebebasan seks di kampus dengan dalih adanya frasa “tanpa persetujuan korban” dalam bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dilarang. 

"Mereka berdalih Permendikbud harusnya melarang zina atau aktivitas seksual yang dilakukan dengan persetujuan atau suka sama suka. Kehendak para pihak yang memaksakan isu perzinahan dan sejenisnya masuk ke dalam RUU TPKS memperlihatkan kegagalan dalam memahami isu kekerasan seksual," kata Ratna Batara Munti, dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

Menurut Ratna, bila isu kekerasan seksual dipahami tidak lebih sebagai hubungan seksual pada umumnya, hal ini akan mengaburkan bahkan menggagalkan maksud dan tujuan disusunnya RUU TPKS sejak awal, yakni sebagai aturan khusus yang merespons permasalahan terkait kekerasan seksual dan menjadi payung hukum perlindungan bagi korban.

 

Di sisi lain, mencampuradukkan pengaturan soal zina dalam aturan terkait kekerasan seksual (RUU TPKS) berpotensi menguatkan stigma bahkan kriminalisasi bagi korban kekerasan seksual, terutama ketika korban gagal membuktikan kasusnya maka ia akan terancam sebagai pelaku zina (reviktimisasi).

Baca Juga: Tim Baleg DPR RI Usul Nama RUU PKS Diubah Jadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Melihat dinamika dan perkembangan terkait RUU TPKS , Jaringan Pembela Hak
Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyampaikan sikap kepada DPR, khususnya
Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, untuk:

1. Mempertahankan judul RUU saat ini, yakni RUU Tindak Pidana Kekerasan
Seksual (RUU TPKS).

2. Menjaga dan mengamankan RUU TPKS agar tetap pada tujuan dan maksud
disusunnya RUU ini, yakni sebagai aturan khusus yang berfokus pada isu
kekerasan seksual, dan bukan isu lain di luar konteks kekerasan seksual, seperti
isu seks bebas atau isu asusila.

3. Menghindarkan potensi kriminalisasi terhadap korban dengan menutup upayaupaya pihak tertentu yang berambisi mencampuradukkan isu zina dan sejenisnya dengan kekerasan seksual.

4. Tidak hanya menitikberatkan RUU ini pada pencegahan, tetapi juga menguatkan
substansi RUU TPKS di semua aspeknya, khususnya pemidanaan, penanganan, dan layanan terpadu untuk pemulihan korban, sehingga RUU TPKS bisa diimplementasikan sesuai dengan harapan dan tujuan penyusunan.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x