Kompas TV bisnis kebijakan

Sri Mulyani Klarifikasi Kabar "Punya NIK Langsung Kena Pajak"

Kompas.tv - 7 Oktober 2021, 22:48 WIB
sri-mulyani-klarifikasi-kabar-punya-nik-langsung-kena-pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Sumber: Kementerian Keuangan)
Penulis : Dina Karina | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklarifikasi kabar yang beredar terkait nomor induk kependudukan (NIK) yang difungsikan sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). Sri Mulyani menegaskan, tidak semua warga yang sudah mempunyai NIK otomatis akan dikenakan pajak.

Penggabungan NIK dengan NPWP diatur dalam Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang baru disahkan DPR hari ini, Kamis (7/10/2021).

"Saya ingin tegaskan di sini dengan adanya UU HPP, satu, setiap orang pribadi yang punya pendapatan hingga Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta orang pribadi, single. Kalau pendapatannya Rp4,5 juta atau Rp54 juta per tahun itu dia tidak kena pajak," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/10/2021).

"Ini yang disebut pendapatan tidak kena pajak. Jadi kalau masyarakat punya NIK yang menjadi NPWP dan bekerja dan pendapatannya Rp4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun mereka PPh nya 0 persen ," lanjut Sri Mulyani.

Baca Juga: Ini Pengganti Rektor UI sebagai Wakil Komisaris Utama BRI

Ia menjelaskan, perhitungan pajak penghasilan orang pribadi diterapkan atas penghasilan yang jumlahnya melebihi batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Dalam UU HPP, besaran PTKP per tahun tidak berubah yaitu untuk wajib pajak orang pribadi Rp 54 juta, tambahan untuk wajib pajak kawin Rp4,5 juta, tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung Rp54 juta, tambahan untuk setiap tanggungan Rp4,5 juta maksimal 3 orang.

"Ini untuk meluruskan seolah-olah, siapa saja, ada mahasiswa yang baru lulus, belum kerja, punya NIK harus bayar pajak, tidak benar. Bahwa PTKP tidak diubah, pendapatan atau penghasilan tidak kena pajak tetap Rp54 juta, plus dalam hal ini Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang," tutur Sri Mulyani.

Sebelumya, Founder Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan, penggabungan NIK dengan NPWP sudah lama dinantikan. Karena menurutnya, banyak kesimpangsiuran yang terjadi akibat NIK dan NPWP.

Baca Juga: NIK akan Jadi NPWP, Pengamat: Menaruh Semua Telur dalam Satu Keranjang Risikonya Besar

Penggabungan NPWP dengan NIK juga sejalan dengan rencana pemerintah menerapkan Single Identity Number (SID) yang ada di Peraturan Presiden No 83 Tahun 2021.

Namun, ada sejumlah hal yang perlu disiapkan pemrintah sebelum mengimplementasikan kebijakan tersebut. Salah satunya, adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM).

"Mengapa SDM penting? Kita ingat banyak kasus kebocoran data. Nah, kita perlu SDM yang paham, bahwa data yang mereka kelola itu penting dilindungi," kata Ardi kepada Kompas TV, Senin (4/10/2021).

Menurutnya, SDM yang akan menangani penggabungan NPWP dengan NIK harus punya sertifikasi profesi. Pemerintah juga harus mengembangkan sertifikasi profesi pengelola data secara berjenjang, agar SDM-nya memenuhi syarat.

"Kalau secara praktik mereka tidak kompeten di bidang ini, nanti bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Ardi.

"Butuh profesionalisme dalam pengelolaan data. Butuh SDM yang handal, mumpuni, dan mengerti tugas serta tanggung jawabnya," tambah Ardi.



Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x