Kompas TV nasional politik

Luhut dan Moeldoko Perkarakan Aktivis, Pengamat: Tidak Pas, Mestinya Mengedepankan Dialog

Kompas.tv - 2 September 2021, 10:25 WIB
luhut-dan-moeldoko-perkarakan-aktivis-pengamat-tidak-pas-mestinya-mengedepankan-dialog
Pakar Tata Negara Bivitri Susanti berpendapat langkah hukum yang dilakukan Kepala Staf Presiden Moeldoko dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan terhadap ICW dan Kontras (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti berpendapat langkah hukum yang dilakukan Kepala Staf Presiden Moeldoko dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan terhadap ICW dan Kontras tidak tepat.

“Sangat tidak pas, begini, yang sering saya kritik itu banyak sekali pejabat yang bilang ini negara hukum, kita bawa ke ranah hukum, sebenarnya cara pandang ini keliru,” tegas Bivitri Susanti di KOMPAS TV, Kamis (2/9/2021).

“Konsep negara hukum itu justru berbicara tentang pembatasan kekuasaan dan hak asasi manusia. Ini kan soal kebebasan berpendapat ya dan sekali lagi ini bukan hujatan.”

Patut dipahami, kata Bivitri, dalam tata negara relasi antara penyelenggara negara dan warganya akan selalu berbenturan karena di situlah peran dari masyarakat sipil.

Oleh karena itu, sepatutnya pejabat publik bukan menempuh langkah hukum dalam keterbukaan publik tetapi mengedepankan dialog. Misal, katanya, menggunakan cara yang sama dengan yang dilakukan Haris Azhar.

Baca Juga: Ali Mochtar Ngabalin: Menuduh, Memfitnah, Mencederai Harkat dan Martabat itu Bukan Kritik

“Kalau Haris Azhar itu kan di Youtube, paparkan data kalau memang ada data tandingan, dipaparkan juga misalnya di channel-channel yang sama atau channel lainnya yang ditonton oleh audience serupa,” ujarnya.

Sementara itu, Pengamat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, praktik demokrasi tidak hanya berada di bilik suara.

Dalam demokrasi, seharusnya pejabat publik menggunakan dialog dalam merespons pengawasan yang dilakukan oleh ICW, Kontras, dan Lokataru.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko memutuskan akan melaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. 

Menurut Moeldoko, ICW telah melontarkan tuduhan serius tanpa bukti yang kuat. "Apalagi dengan pendekatan-pendekatan ilmu cocokologi, dicocok-cocokkan. Ini apa-apaan ini begini, sungguh saya tidak mau terima yang seperti ini," ujar Moeldoko dalam konferensi pers daring, Selasa, 31 Agustus 2021.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan melayangkan somasi terhadap pengacara Haris Azhar karena tuduhan bisnis tambang di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.

Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi menyebut somasi dilayangkan karena pernyataan Haris mencemarkan nama baik Luhut. 

“Urusan yang dilakukan oleh teman-teman ICW, dan teman-teman di Lokataru, serta di Kontras ini kan kinerja dalam kapasitas pejabat publik dengan data yang mereka dapatkan,” ujar Titi Anggraini.

Baca Juga: Kritik Gaya  Jokowi Bagi Bingkisan  Makin Kencang, Banyak Mudarat hingga Soal Keadaban

“Di ruang keterbukaan informasi, media yang bebas, maka data itu mestinya data itu dibantah dengan proses misalnya, yang benar itu seperti apa.”

Dalam keterangannya, Titi Anggraini mengingatkan yang penting dalam penerapan demokrasi adalah soal dialog.

“Dan dialog itu semestinya tidak melibatkan upaya-upaya hukum pejabat versus rakyat, pejabat versus bahkan masyarakat sipil,” ujarnya.

“Nah justru frekuensi yang tidak sama ini, data yang tidak sama ini, itu yang harus dipertemukan dengan skema dialog,”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x