Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Uni Eropa Terapkan Kebijakan Karbon Baru, Indonesia Berpeluang Bangun Perekonomian Hijau

Kompas.tv - 26 Juli 2021, 12:41 WIB
uni-eropa-terapkan-kebijakan-karbon-baru-indonesia-berpeluang-bangun-perekonomian-hijau
Ilustrasi pelepasan emisi karbon. (Sumber: Unsplash/Cristi Goia)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV – Uni Eropa berencana menerapkan mekanisme penyesuaian batas karbon (carbon border adjustment mechanism/CBAM) mulai 2023. Kebijakan itu diyakini berdampak terhadap ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

Namun, pelaku industri Indonesia bisa mengambil peluang dari penerapan mekanisme penyesuaian batas karbon di Uni Eropa.

Untuk diketahui, CBAM adalah pengukuran harga karbon yang terkandung dalam barang yang diimpor Uni Eropa (UE) sesuai Sistem Perdagangan Emisi Uni Eropa.

Importir UE akan membeli sertifikat karbon sesuai  harga karbon yang seharusnya dibayarkan seandainya barang diproduksi di bawah aturan penetapan harga karbon UE. Sebaliknya, ketika produsen non-UE dapat menunjukkan bahwa mereka telah membayar harga untuk karbon yang digunakan dalam produksi, biaya terkait dapat dikurangkan sepenuhnya untuk importir UE.

Adapun harga sertifikat dihitung berdasarkan harga lelang rata-rata mingguan tunjangan Sistem Perdagangan Emisi UE yang dinyatakan dalam euro per ton emisi CO2. Sistem pelaporan bagi importir akan mulai berlaku pada 2023 untuk produk dalam skema CBAM.

Menurut ekonom Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, ruang diplomasi perdagangan untuk menawar penerapan CBAM terbatas, karena menyangkut kebijakan jangka panjang UE, khususnya terkait ambisi menjadi benua pertama yang mencapai iklim netral pada 2050.

Baca Juga: Ditanggung Konsumen, Peneliti Sarankan Pengenaan Pajak Karbon Perlu Dikaji Ulang

”Namun, Indonesia dapat mengambil peluang dari penerapan kebijakan itu untuk membangun industri rendah karbon, ramah lingkungan, dan memenuhi prinsip ekonomi berkelanjutan melalui investasi, khususnya dengan UE. Skema investasi itu dimungkinkan terwujud dalam I-EU CEPA (Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dengan Uni Eropa) yang sedang dibahas,” jelasnya saat dihubungi, Minggu (25/7/2021), dikutip dari Kompas.id.

Lebih lanjut, Fithra menyebut bahwa upaya membangun industri rendah karbon akan menjadi sinyal positif yang menunjukkan pergerakan Indonesia ke arah perekonomian hijau. Hal ini sejalan dengan tren investor global yang cenderung memilih proyek-proyek berbasis ekonomi lestari.

CBAM  disebut sebagai tindakan  yang bertujuan mendukung ambisi UE pada mitigasi iklim. Dalam skema CBAM, produk yang dikategorikan berisiko tinggi sebagai sumber kebocoran karbon terdiri dari besi dan baja, semen, pupuk, aluminium, serta pembangkit listrik.

Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) dalam laporan berjudul ”A European Union Carbon Border Adjustment Mechanism: Implications for developing countries” menyebutkan, Indonesia berada di daftar 10 besar negara berkembang yang terdampak penerapan CBAM.

Dalam ekspor semen, Indonesia akan menanggung tarif ekuivalen 8,5 persen, ekspor besi dan baja 4,3 persen, aluminium 3,1 persen, dan pupuk 2 persen.

Baca Juga: Studi: Lautan Dunia Terus Menghangat, Meski Emisi Karbon Berkurang

 



Sumber : Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x