Kompas TV entertainment selebriti

Ernest Prakasa Sebut Pemeran Zahra Diganti Belum Selesaikan Masalah

Kompas.tv - 4 Juni 2021, 22:57 WIB
ernest-prakasa-sebut-pemeran-zahra-diganti-belum-selesaikan-masalah
Ernest Prakasa (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Dian Septina | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemeran Zahra dalam sinetron “Suara Hati Istri” telah diganti untuk memenuhi permintaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Sutradara film Ernest Prakasa memberikan tanggapan mengenai penggantian pemeran tersebut. Menurut Ernest, hal ini tidak akan menyelesaikan masalah.

“Apakah diganti pemeran menyelesaikan masalah? Sebenarnya enggak teman-teman. Gue cerita mengapa sinetron ini menurut gue masih bermasalah,” kata Ernest dalam akun Instagramnya, Jumat (4/6/2021). 

Ernest menceritakan bahwa dahulu UU Tahun 1974 menyebut pernikahan legal seseorang adalah 16 tahun.

Baca Juga: Ernest Prakasa Kecam Indosiar yang Libatkan Aktris 15 Tahun Beradegan Dewasa dengan Aktor 39 Tahun

"Dari 1974 sampai sekarang kita banyak belajar bahwa usia pernikahan yang paling dini itu banyak hal negatif di baliknya. Oleh karena itu, tahun 2019 lalu DPR akhirnya merevisi usia minimal pria dan wanita untuk menikah adalah 19 tahun," ungkapnya.

Menurutnya, setiap orang perlu mengedukasi jika pernikahan muda itu berbahaya. Lebih banyak negatifnya untuk si perempuan.

“Menurut gue, kita punya tanggung jawab buat mengedukasi bahwa pernikahan yang telalu muda berbahaya, lebih banyak negatifnya daripada positifnya untuk si perempuan,” ucap Ernest.

Baca Juga: Pemeran Zahra di Sinetron "Suara Hati Istri" Resmi Diganti Hanna Kirana

Jika dikaitkan dengan sinetron Suara Hati Istri, Ernest mengatakan, Zahra digambarkan sebagai istri ketiga. Sosok Zahra masih duduk di bangku SMA. 

"Tidak ada penyebutan usia betul, tapi dia masih SMA. Ada sih anak SMA yang ngulang-ngulang kelas terus sampai 19 tahun. Kalau mau dicari-cari mah ada,” jelas Ernest.

Menurut Ernest, lain cerita apabila konflik yang dimunculkan terletak pada anak SMA yang tidak merasa bahagia usai dinikahkan. 

“Lain cerita kalau konfliknya diletakkan di anak SMA dinikahkan kemudian dia tidak bahagia dan kita jadi belajar ‘oh makanya nikah jangan terlalu muda’, itu beda cerita,” ucap Ernest.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x