Kompas TV internasional kompas dunia

Mantan Ratu Kecantikan Myanmar Ikut Angkat Senjata Lawan Junta Militer

Kompas.tv - 14 Mei 2021, 14:20 WIB
mantan-ratu-kecantikan-myanmar-ikut-angkat-senjata-lawan-junta-militer
Mantan Ratu Kecantikan Myanmar, Htar Htet Htet mengangkat senjata untuk menghadapi junta militer Myanmar. (Sumber: Twitter)
Penulis : Haryo Jati | Editor : Eddward S Kennedy

NAYPYIDAW, KOMPAS.TV - Mantan Ratu Kecantikan Myanmar akhirnya ikut angkat senjata untuk melawan junta militer yang melakukan kudeta sejak 1 Februari 2021 lalu.

Mantan Ratu Kecantikan Myanmar, Htar Htet Htet, dikabarkan bergabung dengan grup pemberontak.

Ia pun memposting dirinya tengah memegang senapan serbu rifle di akun Facebook miliknya.

Baca Juga: Cegah Jenazah Korban Tewas Covid-19 Dibuang ke Sungai Gangga, Polisi Pasang Jaring Pengaman

“Waktunya telah tiba untuk berjuang kembali. Apakah Anda memegang senjata, pulpen, keyboard atau mendonasikan uang untuk gerakan pro-demokrasi, semua orang harus melakukan bagian mereka di revolusi ini utuk sukses,” tulisnya di media sosial tersebut dikutip dari Independent.

“Saya akan berjuang sebanyak yang saya bisa. Saya siap dan akan memberikan segalanya. Bahkan saya siap memberikan nyawa saya,” tambah perempuan berusia 32 tahun tersebut.

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Umumkan Pemerintah Sipil Bayangan sebagai Grup Teroris

Htar Htet Htet merupakan Ratu Kecantikan Myanmar yang bersaing di Miss Grand Internasional 2013 di Thailand.

Namun demikian, ia bukan Ratu Kecantikan Myanmar satu-satunya yang menentang kudeta yang dilakukan junta militer Myanmar.

Ada juga Han Lay yang vokal dalam mengkritisi sikap junta militer Myanmar.

Baca Juga: Penyair Penentang Junta Militer Myanmar Tewas di Tahanan, Organ Dalam Tubuhnya Hilang

“Banyak yang mati di Myanmar karena senjata dari militer. Tolong selamatkan kami,” tulis Han Lay di laman Facebook miliknya.

“Rakyat Myanmar berjalan di jalanan dan berjuang untuk demokrasi, Perwakilan dari Myanmar. Saya akan berjalan di Miss Grand International dengan pesan untuk menghentikan perang dan kekerasan,” lanjutnya.

PBB melaporkan pada 10 Mei, setidaknya sudah 782 orang terbunuh, setelah pasukan keamanan menggunakan kekuatan yang tak perlu, tidak propsosional dan mematikan untuk menekan demonstrasi dan bentuk partisipasi publik lainnya sejak kudeta 1 Februari.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x