> >

Meningkatnya Penambangan Bitcoin Sedot Banyak Listrik dan Tinggalkan Sampah Elektronik

Internet | 9 September 2021, 13:16 WIB
Ilustrasi mata uang kripto, Bitcoin. (Sumber: THINKSTOCKPHOTOS)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Tak dapat dipungkiri, aktivitas "penambangan" mata uang kripto seperti Bitcoin membutuhkan pasokan listrik yang sangat besar.

Untuk menghasilkan satu keping Bitcoin saja dibutuhkan seperangkat komputer atau mining rig yang terdiri dari banyak kartu pengolah grafis (GPU).

New York Times melaporkan, pembuatan Bitcoin mampu menghabiskan hingga 91 terawatt listrik per jam dalam satu tahun.

Angka tersebut meningkat lima kali lipat dari lima tahun lalu dan hampir setara dengan 50 persen total konsumsi listrik seluruh dunia.

Baca Juga: EL Savador Jadi Negara Pertama di Dunia yang Mengakui Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Sah

Lalu, setelah mengetahui besarnya pasokan listrik yang dibutuhkan untuk menambang Bitcoin, kini timbul pertanyaan mengenai alasannya.

Apabila dirunut maka borosnya konsumsi listrik dalam proses menambang Bitcoin bermula dari para pelakunya.

Sebenarnya, transaksi Bitcoin itu amat mudah, cukup dimulai dengan membuka akun di platform penukar mata uang kripto seperti Coinbase.

Melalui platform tersebut, orang bisa membeli Bitcoin dengan membayar melalui mata uang yang sah, seperti dolar atau rupiah, hasilnya kemudian disimpan di dalam dompet digital.

Selanjutnya, ketika hendak berbelanja menggunakan Bitcoin, penambang harus mentransfer aset kriptonya tersebut ke dompet digital orang lain, layaknya transaksi pembayaran pada umumnya.

Baca Juga: Harga Bitcoin Kembali Merangkak Naik, Hampir Sentuh Level 50.000 Dollar AS

Hanya saja, dalam proses pembayarannya, terdapat tahapan validasi yang bertujuan untuk memastikan keaslian Bitcoin dari pembeli.

Keseluruhan proses ini akan dicatat dan diamankan ke dalam sistem Bitcoin public ledger atau dikenal dengan istilah blockchain.

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : New York Times/Digiconomist


TERBARU