> >

Pelaku Pariwisata Gili Trawangan: Dulu Saya Pikir Pandemi Bakal Selesai 2 Minggu, Ternyata (2)

Wisata | 17 Desember 2021, 07:19 WIB
Kompleks bangunan yang di masa sebelum pandemi berwujud kafe, restoran dan butik di salah satu sudut Gili Trawangan ini kini merana tak terurus, Kamis (16/12/2021). (Sumber: Kompas.tv/Vyara)

GILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Senyapnya Gili Trawangan akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, membuat para pekerja yang menggantungkan hidup dari dunia pariwisata, terdampak. 

Kadek salah satunya. Karyawan restoran sebuah hotel di Gili Trawangan ini sempat dirumahkan selama beberapa bulan. Bulan ini, ia dipanggil untuk kembali bekerja.

Namun, jam kerja dan upah yang diterimanya, disebutnya tak sesuai, lantaran sepinya tamu hotel.

“Dulu, biasanya kita kerja shift-shift-an. Sekarang, saya kerja dari pagi sampai malam, tapi gajinya hanya setengah dari gaji di bulan normal,” ungkapnya.

Tapi, Kadek mengaku tak punya pilihan.

“Saya mau ngumpulin modal untuk jualan makanan di rumah,” ujar warga Lombok Utara ini. 

Baca Juga: 64 Peselancar Gelar Paddle-Out Berikan Penghormatan pada Alm Wawan yang Tewas di Laut Gili Trawangan

Senada dengan Kadek, Ilhani juga tak punya pilihan. Mantan chef yang sebelumnya bekerja membuat sushi di restoran Irlandia di Gili Trawangan ini kini membantu istrinya berjualan gorengan di dekat pelabuhan. 

“Kalau saya ndak jualan, ndak kita bisa bayar kos,” ujar pria dua anak yang tinggal di sebuah rumah kontrakan di kaki Bukit Gili Trawangan di bagian selatan ini.

Sejak pagi hingga sore, ia berjualan donat, pisang molen, bakwan dan onde-onde di kios kecil di gang dekat pelabuhan Gili Trawangan. Hasilnya, disebutnya tak menentu.

“Kalau dulu kan, apa saja yang kita buat, dibeli sama tamu (turis). Sekarang, ndak tentu,” ucapnya.

Para pemilik usaha pariwisata pun dituntut bersiasat demi bertahan hidup. Memangkas karyawan, menutup sebagian operasional usaha, atau bahkan beralih profesi, dilakoni. 

M Sarro (kanan) tampak berbincang bersama dua orang warga di kediamannya di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. (Sumber: Kompas.tv/Vyara)

H M Sarro salah satunya. Pemilik dua properti akomodasi, restoran, minimarket dan spa ini kembali menekuni profesinya di masa lalu saat Gili Trawangan belum menjadi pulau wisata.

Ia kembali berkebun dan mencari ikan di laut. Hasilnya, dijual dan dimakan sendiri bersama keluarga.

“Lumayan bisa makan dari hasil panen timun, kacang panjang, atau daun ubi,” ujar lelaki beranak 4 ini.

Baca Juga: Kunjungi Gili Trawangan Bahas Sengketa Tanah, Gubernur NTB Janjikan Tidak akan Ada Penggusuran

Sarro tak pernah menyangka, pandemi akan berkepanjangan hingga hampir memasuki tahun kedua. 

“Saya pikir, dulu pandemi selesai dua minggu. Eh, ternyata, dua bulan belum juga selesai. Sekarang pun belum selesai,” ujar lelaki berusia 58 tahun ini tersenyum getir.

Saat menyadari bahwa pandemi ternyata berkelanjutan, Sarro mengaku sempat bingung mengatur keuangannya. 

"Waktu itu, saya harus mengatur dana Rp10 juta untuk hidup selama tiga bulan," katanya sambil menepuk dahi.

Di masa sebelum pandemi, jumlah ini hanya sepersekian dari penghasilan mingguannya.

Namun, Sarro bersyukur, ia dan keluarganya masih tetap bertahan hingga saat ini.

“Semua ini kan rejeki tak terduga. Alhamdulillah masih diberi jalan rejeki,” ucapnya penuh syukur.

Baca Juga: Secercah Asa di Gili Trawangan yang Kini Senyap bak Pulau Hantu (1)


 

Penulis : Vyara Lestari Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU