> >

Duduk Perkara Konflik Warga Ambon dan TNI AU hingga Aksi Blokade Jalan Bandara Pattimura

Peristiwa | 25 November 2021, 05:44 WIB
Aksi blokade jalan Bandara Internasional Pattimura berkaitan dengan konflik agraria atau sengketa lahan warga dengan TNI AU. (Sumber: Kompas TV)

AMBON, KOMPAS.TV - Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menerima perwakilan warga Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku, yang terlibat konflik agraria atau sengketa lahan dengan TNI AU. 

Pertemuan itu digelar di Balai Kota Ambon beberapa jam setelah warga Desa Tawiri memblokade jalan utama menuju Bandara Internasional Pattimura, pada Rabu (24/11/2021) siang. 

Dalam pertemuan itu, warga bertemu Wali Kota Ambon bersama Wakil Wali Kota Syarif Hadler dan Sekretaris Kota Ambon Anthony Gustav Latuheru. Warga Desa Tawiri pun menyampaikan keluh kesah mereka.

Baca Juga: KSAD Jenderal Dudung ke Prajurit TNI: Jangan Berpikir untuk Membunuh, Sayangi Masyarakat Papua

Salah satu perwakilan warga bernama Max Titahena menjelaskan, aksi blokade jalan yang dilakukan warga merupakan buntut sengketa lahan dengan TNI AU yang berawal sejak 2006. 

Titahena mengungkapkan, TNI AU ketika itu melakukan pengukuran tapal batas tanah negara, tetapi dalam prosesnya melakukan intimidasi kepada warga. 

"Di tahun 2010 Badan Pertanahan Negara menerbitkan sertifikat Nomor 6 Tahun 2010 atas kepemilikan tanah TNI AU seluas 209 hektare, di mana di dalamnya ada termasuk lahan warga Negeri Tawiri,” beber Titahena, dikutip dari Kompas.com

Ia menambahkan, TNI AU berperkara mengenai lahan dengan Desa Laha pada 2014 di mana sesuai hasil putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), Desa Laha dinyatakan kalah.

Akan tetapi, TNI AU malah ikut mengklaim tanah milik warga Desa Tawiri yang bertetangga dengan Desa Laha. Menurut Titahena, hal itu tak sesuai sejarah pembagian tanah setempat

"Jadi sebenarnya mereka (TNI AU) berperkara dengan Laha, tapi mencatut lahan Desa Tawiri. Mereka lupa bahwa kesepakatan tiga negeri, Hatu-Tawiri-Hative Besar tahun 1923 oleh Pemerintah Belanda, batas-batas tanah itu sudah jelas, dan kami punya semua datanya,” tegas Titahena.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas.com


TERBARU