> >

Wamenkumham: KUHP Harus Direvisi untuk Disesuaikan dengan Dinamika Masyarakat

Hukum | 28 Mei 2021, 13:45 WIB
Wamenkumham, Eddy Hiariej (Sumber: (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN))

MATARAM, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Omar Sharif Hiariej mengatakan, untuk mewujudkan negara hukum yang berlandaskan Pancasila, memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergi, komprehensif, dan dinamis.

Hal itu disampaikan Eddy saat memberikan keynote speech pada acara "Diskusi Publik Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana", di Golden Palace Hotel, Mataram, Kamis (27/05/21).

Salah satu proses pembangunan hukum yang dilaksanakan Pemerintah, kata Eddy, adalah dengan melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

"RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda," kata Eddy melalui keterangan tertulisnya.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Masukan Publik Terkait Penyempurnaan RUU KUHP Tetap Terbuka

Revisi hukum pidana tersebut dilakukan, lanjut Eddy, untuk menyesuaikan dengan dinamika masyarakat.

Selain rekodifikasi yang mencakup konsolidasi serta sinkronisasi peraturan hukum pidana, pembaruan RUU KUHP juga diarahkan sebagai upaya harmonisasi KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal dan upaya modernisasi.

Moderasi yang dimaksud Eddy yaitu dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata, menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.

"Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif", kata Wamenkumham.

Kendati demikian, Eddy menyadari bahwa menyusun KUHP bukanlah soal mudah.

Berbagai pro dan kontra muncul lantaran beragam persepsi dan kepentingan yang ada di masyarakat.

"Tidaklah mudah bagi negara yang sangat multikultur dan multietnis untuk membuat kodifikasi hukum pidana yang bisa mengakomodasi berbagai kepentingan," katanya.

Baca Juga: Demo Mahasiswa Tolak RUU KUHP di Riau Ricuh

Atas dasar itulah, lanjut Eddy, pemerintah membuka ruang diskusi dengan berbagai elemen masyarakat.

Guna menghimpun masukan, menyamakan persepsi, dan  sebagai pertanggungjawaban proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara transparan serta melibatkan masyarakat.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Benny Riyanto berharap diskusi publik terkait RUU KUHP tersebut dapat menjelaskan dan menampung aspirasi masyarakat untuk pembangunan hukum nasional.

"Semoga diskusi publik ke-10 ini dapat menjelaskan poin-poin mengenai RUU KUHP yang masih bias di masyarakat, sehingga terjadi persamaan persepsi," kata Benny.

"Selain itu, diskusi ini juga diharapkan dapat menampung berbagai aspirasi sebagai bentuk nyata kontribusi masyarakat terhadap pembangunan hukum di Indonesia," tutupnya.

Baca Juga: RUU KUHP Ditunda, JK : KUHP Saat Ini Sudah Tak Relevan

Penulis : Hedi Basri Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU