> >

Pegiat Pemeriksa Fakta dari UGM Ungkap Kiat-Kiat Tangkal Hoaks bagi Mahasiswa Jelang Pilpres 2024

Edukasi | 11 November 2022, 14:57 WIB
Ilustrasi. Pegiat pemeriksa fakta sekaligus dosen program studi sarjana ilmu komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainuddin Muda Z. Monggilo, membagikan kiat-kiat menangkal hoaks bagi mahasiswa menjelang tahun politik 2024. (Sumber: Shutterstock)

SLEMAN, KOMPAS.TV - Pegiat pemeriksa fakta sekaligus dosen program studi sarjana ilmu komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainuddin Muda Z. Monggilo, membagikan kiat-kiat menangkal hoaks bagi mahasiswa menjelang tahun politik 2024.

Zainuddin menjelaskan, mahasiswa saat ini merupakan generasi yang akrab dengan teknologi digital dan melek teknologi (digital savvy), sehingga perlu menyadari bahwa tak semua konten digital dapat dipercaya.

Menurut dia, mahasiswa bisa membantu tahun politik 2024 mendatang bebas dari ujaran kebencian dan berita palsu atau hoaks.

"Daripada kita menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian, akan lebih baik untuk menyebarkan informasi yang positif dan menyejukkan," ujar laki-laki yang akrab disapa Zam itu, Kamis (10/11/2022), dalam Diskusi Bulanan Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM.

Ia pun memaparkan sejumlah langkah pemeriksaan fakta. Pertama, mengidentifikasi informasi atau kabar yang diterima dengan skeptis dan teliti. Kedua, mengarsipkan barang bukti.

Baca Juga: Pengamat: Pertemuan Relawan Jokowi dan Prabowo Tanda Kelanjutan Dukungan untuk Pilpres 2024

Ketiga, memeriksa kebenaran sumber informasi. Keempat, memeriksa kebenaran foto atau video.

Kelima, memeriksa kebenaran lokasi dan waktu peristiwa yang diinformasikan. Keenam, melaporkan hasil verifikasi secara etis. Terakhir, berkolaborasi melawan hoaks.

"Literasi media dan informasi sampai saat ini terus kita perjuangkan," ujar Zam di acara bertajuk Youth Activism and Fact-Checking itu.

Menurut dia, literasi informasi, literasi media, dan literasi digital kepada para mahasiswa perlu terus digalakkan oleh satuan pendidikan tinggi melalui kurikulum agar mereka terhindar dan dapat turut serta melawan hoaks.

Selain itu, ia juga mengajak mahasiswa untuk mencekal media abal-abal atau media propaganda yang tidak terverifikasi. 

Zam menjelaskan, ciri media abal-abal ialah tidak berbadan hukum, alamat redaksi tidak jelas bahkan palsu, tidak mencantumkan nama penanggung jawab, serta hanya menerbitkan kabar pada momen tertentu.

"Tabloid-tabloid politik tertentu biasanya akan muncul jelang tahun politik, termasuk yang dibagikan berupa pamflet-pamflet atau selebaran di masjid," ujarnya.

Selain itu, ia juga mengatakan, ciri media abal-abal itu menggunakan bahasa yang tidak memenuhi standar Bahasa Indonesia baku selayaknya media resmi yang terverifikasi Dewan Pers.

Baca Juga: Bawaslu Gandeng Pegiat Medsos Antisipasi Hoaks Jelang Pemilu

Ia juga mengingatkan para mahasiswa tentang media-media yang memiliki nama menyerupai nama media pemberitaan terverifikasi.

Pengajar peminatan jurnalisme itu juga mengingatkan bahaya hoaks politik yang bisa mengancam keharmonisan keluarga.

Berkaca dari tahun-tahun politik sebelumnya, Zam mengajak mahasiswa agar tidak terpengaruh polarisasi politik dan tidak menjadi bagian dari buzzer politik tertentu.

Sebab, kata dia, menurut penelitian, terungkap bahwa banyak mahasiswa yang menjadi tenaga buzzer politik.

"Buzzer itu seperti pengacara yang membela klien politik, meski tahu kliennya salah, ia tetap membela," kata Zam mengutip laporan tentang buzzer yang menjadi acuan materinya.

Agar terhindar dari hasutan buzzer politik, Zam menyarankan mahasiswa untuk selalu menerapkan disiplin verifikasi. 

Disiplin verifikai, kata dia, dapat dilakukan dengan selalu bersikap skeptis atau tidak mudah percaya dengan informasi yang diterima.

Kemudian, mahasiswa perlu selalu memeriksa keakuratan informasi dan membuat daftar periksa akurasi.

Baca Juga: Pengamat Nilai Pernyataan soal Jatah Prabowo Memperjelas Posisi Jokowi di Pilpres 2024

Selanjutnya, mahasiswa perlu menghindari asumsi terhadap informasi yang diterima.

Sebab, asumsi dapat mendorong mahasiswa terhadap sinyal-sinyal rasa kebenaran (truthness) yang justru menyesatkan.

Selain itu, mahasiswa perlu berhati-hati dengan sumber anonim alias sumber yang tidak menerangkan nama pembuat atau penyebar informasi dengan jelas.

"Kalau kalian menemukan konten-konten berisi hoaks atau ujaran kebencian di platform media sosial, teman-teman bisa ikut melaporkan," ujar penulis buku Yuk Lawan Hoaks Politik, Ciptakan Pemilu Damai! itu.

Ia pun menyarankan mahasiswa untuk melaporkan konten hoaks atau ujaran kebencian ke aduankonten.id atau klik fitur report di masing-masing platform.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU