> >

Polisi Diminta Tetapkan Djoko Tjandra Jadi Tersangka Penggunaan Surat Palsu

Hukum | 1 Agustus 2020, 11:34 WIB
Menggunakan baju tahanan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

JAKARTA, KOMPAS TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi Polri yang akhirnya berhasil meringkus buronan kelas kakap, terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Menurut Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, polisi dirasa perlu menjadikan sang buronan Djoko Tjandra sebagai tersangka penggunaan surat jalan palsu, sebagaimana tertuang dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP.

“Adapun poin ini merujuk pada tindakan yang bersangkutan saat menggunakan surat jalan dari Polri agar bisa melarikan diri,” kata Kurnia Ramadhana melalui keterangan resmi yang diterima pada Sabtu (31/7/2020).

Baca Juga: KPK dan Polri Koordinasi Supervisi Telusuri Aliran Dana dan Dugaan Suap Pelarian Djoko Tjandra

Kurnia menuturkan, Polri harus mengembangkan kasus ini terkait adanya kemungkinan petinggi Korps Bhayangkara lain yang juga terlibat dalam membantu pelarian Djoko Tjandra. 

Menurut ICW, Polri harus segera berkoordinasi dengan KPK untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana suap yang dilakukan Djoko Tjandra, juga advokatnya terhadap pihak-pihak yang membantu pelariannya selama ini.

KPK pun, kata dia, juga harus segera berkoordinasi, baik dengan Kepolisian atau pun Kejaksaan, untuk dapat menangani dugaan tindak pidana suap yang dilakukan Djoko Tjandra atau advokatnya serta dugaan obstruction of justice.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga harus mengevaluasi kinerja Tim Eksekutor pencarian buronan Djoko Tjandra. Sebab, tim tersebut pada kenyataannya gagal meringkus sang buronan kelas kakap.

ICW mendesak Kejaksaan Agung harus mendalami terkait kepentingan atau motif dari Jaksa Pinangki Sirna Malasari ketika menemui Djoko Tjandra. 

Baca Juga: Djoko Tjandra Tempati Sel Sendiri, Terpisah dengan Brigjen Prasetijo

Jika ada aliran dana dari Djoko Tjandra terhadap yang bersangkutan, maka sudah selayaknya Kejaksaan berkoordinasi dengan KPK untuk dapat memproses hukum atas sangkaan tindak pidana suap dan obstruction of justice.

"Tak hanya itu, ICW juga mendesak agar korps adhyaksa segera memberhentikan yang bersangkutan sebagai Jaksa di Kejaksaan Agung," ucap Kurnia.

Kurnia menambahkan, pelarian Djoko Tjandra ini mestinya juga dapat dijadikan momentum bagi Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait. 

Itu antara lain Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen Imigrasi), dan Badan Intelejen Negara. 

Sebab, jika tidak ada evaluasi mendalam, maka tidak menutup kemungkinan di masa mendatang buronan korupsi lainnya akan melakukan tindakan serupa dengan yang dilakukan Djoko Tjandra.

Baca Juga: Kabareskrim Listyo Sigit Disebut Menang Taruhan karena Berhasil Menangkap Buronan Djoko Tjandra

ICW mengingatkan, bahwa Djoko Tjandra ini hanya satu dari sekian banyak buronan yang masih tersebar di beberapa negara. 

Catatan ICW, masih tersisa 39 buronan korupsi lagi yang belum dapat ditangkap oleh penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

"Tentu ini harus menjadi fokus bagi pemerintah, terlebih lagi jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh para buronan tersebut terbilang fantastis, yakni mencapai Rp 53 triliun," ujar Kurnia.

Seperti diketahui, pada Kamis (30/7), Polri melalui Kabareskrim berhasil meringkus buronan kelas kakap Djoko Tjandra. Djoko yang merupakan buron kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali ini ditangkap di Malaysia.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Purnomo mengatakan, proses penangkapan Djoko atas kerja sama dengan Kepolisian Diraja Malaysia. 

Baca Juga: Kronologi Djoko Tjandra Ditangkap di Malaysia Secara P to P, Berawal Surat dari Kapolri Idham Azis

Ia menyebut, proses penangkapan itu memakan waktu sekitar satu sampai dua minggu setelah Presiden Jokowi menginstruksikan Polri untuk meringkus Djoko Tjandra.

Meski begitu, Kabareskrim tidak menyebutkan lokasi spesifik dimana Djoko Tjandra saat ditangkap.

“Alhamdulillah berkat kerja sama kami, Bareskrim dengan Kepolisian Diraja Malaysia. Ini juga menjawab keraguan publik selama ini apakah Polri bisa menangkap dan hari ini kita menunjukkan komitmen kita bahwa Joko Tjandra bisa kita amankan dan bisa kita tangkap dan tentunya kedepan kasus tersebut akan kita proses lebih lanjut sebagaimana kita lakukan transparan,” ujar Komjen Pol Listyo, seperti terliat di Kompas TV, Kamis (30/7).

Diberitakan sebelumnya, PN Jakarta Selatan sebelumnya memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.

Baca Juga: Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim Listyo Sigit Dinilai Layak Jadi Kapolri Gantikan Idham Azis

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.

Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU