> >

Sengatan Politik Kerabat

Aiman | 27 Juli 2020, 06:00 WIB
(Sumber:Program AIMAN )

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 270 wilayah di Indonesia yang tetap digelar pada Tahun ini, unik. Bukan lagi soal perdebatan perlu atau tidaknya menggelar Pilkada di tengah Pandemi Covid-19 yang masih mengemuka, tapi soal siapa yang muncul naik gelanggang. Bahkan diperkirakan, Pilkada Tahun ini, akan menjadi ajang Pilkada dengan kandidat yang memiliki hubungan kerabat dengan Pejabat Negara terbanyak sepanjang sejarah.

Pengaruh Pemilu 2024?

Saya tertarik mendapat jawabannya. Saya lakukan riset pendahuluan, sebagian data saya  tampilkan di Program AIMAN, yang tayang setiap Senin pukul 8 malam di KompasTV. Sebagian lainnya, tentu saya simpan untuk dicek kebenarannya di lain kesempatan.

Proses Pilkada Dimulai Bulan Depan 

Memang Pilkada ini masih panjang prosesnya. Bulan Agustus ini, mulai dibuka pendaftarannya. Nama-nama akan diproses dan ditetapkan secara resmi pada 6 September 2020 mendatang. Di Bulan yang sama, masa kampanye selama lebih dari 3 bulan juga akan segera digelar.  Riuh rendah Pilkada sulit untuk terhindar. Bukan hanya soal calon yang tersingkir yang kecewa, siapa mereka, dan bagaimana cara berkampanye akan menjadi perhatian utama.

Setidaknya dua Partai telah secara resmi mengumumkan, PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri telah mengumumkan 45 pasangan calon pada Pilkada 2020 ini, pada 17 Juli 2020 lalu. Selang 3 hari kemudian, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, mengumumkan pula pasangan calon yang akan berlaga di Pilkada. Namun ada bedanya. Prabowo Subianto, hanya mengumumkan 1 daerah, yakni Kota Tangerang Selatan, di mana Keponakannya Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, dicalonkan menjadi Pimpinan Kota yang berbatasan langsung dengan Jakarta ini.

PDIP dan Gerindra Umumkan “Jagoan”

Sementara pada pengumuman Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri, ada sejumlah nama yang menjadi sorotan. Di antaranya adalah Putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, lalu ada pula Hanindhito Himawan Pramono, Putra dari orang dekat Jokowi, yakni Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Ramai, terlontar, dan gaduh soal Politik Dinasti. Atas suara-suara ini, Putra Presiden dalam sebuah diskusi virtual "Anak Muda Berpolitik, Siapa Takut, pada Jumat (24/7/2020).  Gibran berpendapat, "Di Kota saya, di Solo ini, selalu saya jelaskan apa itu dinasti politik. Saya ini kan ikut kontestasi, bisa menang, bisa kalah!"

Ini Jawaban Gibran dan Jokowi Soal Pencalonannya

Gibran pun melanjutkan, "Jadi, tidak ada kewajiban untuk mencoblos saya. (Pilkada) ini kan kontestasi, bukan penunjukan. Jadi, kalau yang namanya dinasti politik, di mana dinasti politiknya? Saya juga bingung kalau orang bertanya seperti itu. Kita tahu yang meributkan itu siapa, dan yang diributkan itu-itu saja.   itu-itu saja!"

Sementara  senada dengan Gibran, sang Ayah, Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan hal serupa. Bahkan ia menjawabnya sejak pertama kali ada kabar sang Putra, Gibran dan Sang Menantu, Bobby Nasution, hendak maju ke gelanggang Pilkada.

Siapa pun punya hak pilih dan dipilih. Ya kalau rakyat nggak memilih gimana. Ini kompetisi, bukan penunjukan. Beda. Tolong dibedakan," kata Jokowi seusai meresmikan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek, pada Kamis (12/12/2019).

Beda Dinasti Politik Indonesia dan Amerika

Memang sepintas Politik berbasis Kekerabatan sah untuk dilakukan, tak ada peraturan yang dilanggar. Apalagi negara yang mengusung Demokrasi dan menjadi rujukan ilmu-ilmu deliberasi Demokrasi, Amerika Serikat, juga mengusung Politik Dinasti. Sebut saja Klan Bush dan Kennedy, yang bahkan sejak lebih dari 100 tahun lalu, berkiprah di politik nasional maupun daerah (Negara Bagian) di sana.

Lalu apa Bedanya? 

Peneliti dari Transparansi Internasional Indonesia (TII) Danang Widoyoko, memiliki pendapat yang berbeda. Sungguh berbeda apa yang terjadi di Amerika dan Indonesia, katanya, saat diwawancara Program AIMAN, dengan topik "Terjerat Politik Kerabat".

Jika di Amerika, semua dilangsungkan dengan transparan. "Patron yang dihasilkan dari Politik Kerabat di Amerika, muncul dalam sebuah ruang terbuka, dalam proses pemerintahan yang terbuka dan sangat sulit untuk dilakukan tindakan koruptif di sana. Saya tidak menuduh semua dinasti politik akan berujung pada korupsi.", ungkap Danang.

"Tetapi dinasti politik, berbicara soal Patron-Klien dalam lingkup kekuasaan. Di mana Patron (kepala daerah) memiliki kekuasaan, dan semua proses pelaksanaan APBN dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Ada keuntungan yang didapat untuk mengarahkan pada tujuan tertentu pada klien (pendukungnya). Meski secara legal, bisa jadi sulit untuk dibuktikan." tutup sang peneliti TII ini.

Memang tak ada yang dilanggar, semua sah untuk dilakukan, karena berdasar peraturan yang ada. Tapi perlu diingat satu pesan. Jangan abaikan keadilan!

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!

Penulis : Zaki-Amrullah

Sumber : Kompas TV


TERBARU