> >

Kasus Guyonan Gus Dur jadi Sorotan, Presiden Jokowi Minta Polisi Jangan Terlalu Sensitif

Berita kompas tv | 25 Juni 2020, 11:29 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memimpin rapat terbatas tentang pelaksanaan persiapan new normal di sejumlah daerah di Indonesia, Rabu (27/5/2020). (Sumber: YouTube: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPASTV – Permasalahan guyonan Presiden ke 4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal Polisi Jujur yang diunggah Ismail Ahmad, warga Kepulauan Sula, Maluku Utara di Facebook mendapat perhatian Presiden Joko Widodo.

Presiden Jokowi melalui Menko Polhukam Mahfud MD meminta agar kepolisian tidak terlalu sensitif.

“Pesan Bapak Presiden itu, jangan aparat itu, jangan terlalu sensi. Jangan terlalu sensitif. Ada apa-apa ditangkap, ada apa-apa diadili. Orang mau webinar dilarang. Tidak usah, biarin saja kata Presiden," ujar Mahfud, dikutip dari Warta Kota, Kamis (25/6/2020).

Baca Juga: Jokowi Ajak Masyarakat Punya Perasaan yang Sama Hadapi Corona, Apa Maksudnya?

Mahfud menjelaskan pesan tersebut diutarakan Presiden Jokowi saat cara Peluncuran Pengawasan dan Update Kerawanan Pilkada 2020 yang disiarkan secara langsung di akun YouTube Bawaslu, Selasa (23/6/2020).

Meski permasalahan guyonan Gus Dur tidak diperpanjang, Presiden Jokowi meminta agar kepolisian dapat memilah pelanggaran hukum yang ada di masyarakat.

Jika hanya sebatas hoax ringan, atau hanya sebuah gurauan tidak perlu ditanggapi dengan serius dan diselesaikan dengan baik-baik.

“Wong, kita seminar tidak seminar tetap difitnah terus kok. Diawasi saja," ujar Mahfud.

Baca Juga: Soal Guyonan Gus Dur, Kompolnas: Jadikan Ini Cambuk Buat Polri

"Kalau melanggar hukum yang luar biasa, kriminal yang oleh umum dianggap kriminal itu baru ditindak. Kalau cuma bikin hoaks-hoaks ringan, orang bergurau, ya biarin sajalah," imbuhnya.

Lebih lanjut Mahfud menjelaskan kepolisian perlu menerapkan konsep restorative justice yang dapat digunakan sebagai alat membangun harmoni.

Restorative justice bermakna tindakan melanggar hukum guna menegakan hukum. Mahfud MD juga menyamakannya dengan konsep affirmative policy dalam konteks birokrasi.

“Restorative justice itu apa? Hukum sebagai alat membangun harmoni. Sesuatu pelanggaran yang tidak terlalu meresahkan masyarakat selesaikan baik-baik sehingga menjadi baik," ujar Mahfud MD.

Baca Juga: Panggil Jaksa Agung, KPK dan Kapolri Mahfud Ingatkan Kembali Soal Komitmen Penegakan Hukum

Sebelumnya, Ismail Ahmad, seorang warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, dibawa ke Polres Kepulauan Sula untuk dimintai keterangan terkait unggahannya di Facebook.

Adapun Ismail mengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang berbunyi, ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng.

Setelah itu, Ismail Ahmad diminta meminta maaf dan menghapus unggahannya terkait guyonan Gus Dur di akun Facebook-nya.

Ismail bercerita bahwa dia mengunggah guyonan itu pada Jumat (12/6/2020) pagi sekitar jam 11.00 WIT.

Baca Juga: Mabes Polri Layangkan Peringatan ke Polda Malut dan Kapolres Kepulauan Sula

"Setelah saya sampaikan permohonan maaf pada Selasa (16/6/2020), maka masalah itu sudah selesai dan sejak saat itu saya tidak lagi wajib lapor," ucap Ismail saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/6/2020).

Kapolda Maluku Utara Irjen (Pol) Rikwanto telah menegur Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Muhammad Irvan dan jajarannya terkait pemanggilan warga Kepulauan Sula yang mengunggah candaan Gus Dur.

Rikwanto mengakui ada tindakan kurang tepat oleh anggota dalam mencerna informasi di media sosial hingga membuat Ismail Ahmad digelandang ke Polres Kepulauan Sula.

Penulis : Johannes-Mangihot

Sumber : Kompas TV


TERBARU