> >

Pemerintah Diminta Perhatikan Pesantren jika Terapkan New Normal, Jangan Ekonomi Saja

Berita kompas tv | 28 Mei 2020, 21:21 WIB
Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas. (Sumber: Tribunnews/JEPRIMA )

KOMPAS.TV - Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas angkat bicara menanggapi konsep new normal atau tatanan hidup baru yang tengah digalakkan pemerintah di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Yaqut mengatakan, sebelum menerapkan new normal, pemerintah harus memastikan kasus Covid-19 di Indonesia telah menurun.

Pasalnya, menurut dia, penerapan new normal di tengah tingginya kasus Covid-19 bakal berdampak buruk terhadap para santri yang sedang menimba ilmu di pesantren.

Baca Juga: Ini Anjuran Dokter Soal Persiapan Menuju New Normal

"Jika pemerintah memberlakukan new normal tanpa menghitung keberadaan pesantren, maka sama saja pemerintah ingin membunuh pesantren," ujar Yaqut dalam diskusi virtual, Jakarta, Rabu (27/5/2020), sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com.

Yaqut menjelaskan, di Indonesia ada sekitar 28 ribu pesantren dengan jumlah santri sebanyak 18 juta.

Terlebih lagi, pesantren merupakan tempat yang rentan dengan penyebaran Covid-19 dan bisa menjadi episentrum baru.

"Karena apa? pesantren itu rata-rata sederhana, satu kamar itu bisa disi 10 sampai 20 anak, bayangkan mereka tidak bisa melakukan jaga jarak sebagai syarat memperlemah penyebaran Covid-19," paparnya.

Selain itu, kata Yaqut, tempat wudhu di pesantren rata-rata menggunakan wadah yang besar untuk menampung air, bukan menggunakan pancuran dengan air mengalir.

"Ini harus diperhatikan pemerintah yang selama ini menganaktirikan pesantren, karena kalau new normal diterapkan situasi saat ini akan menciptakan episentrum baru," ujar Yaqut.

Baca Juga: Walkot Tegal: New Normal Diterapkan 30 Mei 2020

Infrastuktur Kesehatan Minim

Hal senada juga diungkapkan salah seorang pengasuh Ponpes Modern Al Falah Jatirokeh, Kabupaten Brebes, Jateng, M Iqbal Tanjung.

Iqbal menilai bahwa new nomal jangan hanya mengedepankan aspek ekonomi saja, tapi juga harus menyeluruh, termasuk pendidikan di pesantren.

Pasalnya, jika new normal diberlakukan dan santri kembali ke pesantren seperti biasa, hal ini akan sangat menghawatirkan.

Karena kehidupan di pesantren itu masih minim infrastruktur yang mendukung untuk protokol kesehatan, seperti physical distancing.

“Satu kamar saja bisa 10 sampai 20 anak lebih, satu kolam wudhu juga untuk bersama-sama, bahkan kadang makan pun satu nampan ramai-ramai," papar Iqbal dihubungi terpisah.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk memperhatikan kelangsungan aktivitas pendidikan di pondok pesantren dalam menghadapi kenormalan baru.

Selain kebutuhan regulasi protokol kesehatan khusus, juga ketersediaan anggaran untuk pemenuhan infrastrukturnya.

"Ini juga kan kalau tidak diatur bisa membahayakan, makanya pemerintah harus memperhatikan masalah kebutuhan infrastuktur ini agar pesantren tidak menjadi klaster penyebaran covid-19,” sambung pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris FPKB DPRD Brebes itu.

Baca Juga: Presiden Jokowi Ingin Buka Pariwisata Saat New Normal Dibarengi Protokol Kesehatan Secara Ketat

 

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU